BERITA tentang wafatnya Paus Fransiskus, Pemimpin tertinggi umat Katolik sejagat pada Senin, 21 April 2025 pkl. 07.35 waktu Roma, Italia, menggemparkan jagat raya, sekurangnya karena dua alasan ini.
Pertama, Paus Fransiskus pada hari sebelumnya, pada Minggu Paskah baru saja mengucapkan "Selamat Paskah" kepada ribuan umat Katolik yang memadati Lapangan Santo Petrus.
Pemimpin tertinggi umat Katolik itu telah melewati saat-saat kritis di Rumah Sakit Gemelli, Roma, di mana beliau dirawat secara intensif selama 38 hari dan telah menunjukkan tanda-tanda akan sehat kembali.
Kedua, Wafatnya Paus Fransiskus bukan hanya meninggalkan duka yang mendalam bagi seluruh umat manusia, tetapi terutama Gereja Katolik yang harus memilih Pemimpin Gereja dan Negara Vatikan yang baru. Ini tentu bukanlah sebuah persoalan yang mudah.Â
Seperti diungkapkan Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Agung Jakarta pada Opininya di Kompas, Kamis, 24 April 2025:
"Ketika saya menerima berita dari Ketua Dewan Kardinal dari Vatikan yang memberitakan kepergian Paus Fransiskus, reaksi pertama adalah tidak percaya."
Apa yang dikatakan Kardinal Indonesia saat ini yang akan mengikuti Konklaf, Pemilihan Paus baru itu, bukan semata-mata tidak percaya pada kematian yang menjemput Paus Fransiskus, tetapi pada apa yang dikatakan di atas yaitu "menggemparkan" atau membuat orang kaget dan seakan-akan tidak percaya.
Namun sebagai umat yang percaya bahwa kematian merupakan pintu masuk menuju kehidupan yang kekal,  Uskup Agung Suharyo juga akhirnya dengan pasrah berucap, "Bapa Paus, beristirahatlah dalam damai, damai sejati yang Bapa telah perjuangkan sampai  embusan napas yang terakhir."
***
Melalui tulisan ini, penulis ingin mengajak segenap pembaca Kompasiana yang masih segar dalam ingatannya pada 7 bulan yang lalu ketika bangsa dan umat Katolik Indonesia dengan gegap gempita menerima kunjungan Paus Fransiskus di GBK. Sekedar menggali kembali kenangan-kenangan indah beliau akan Indonesia tercinta.