Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berguru pada Pramoedya Ananta Toer

7 Februari 2025   21:43 Diperbarui: 7 Februari 2025   21:43 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Daftar 39 buku karya Pramoedya Ananta Toer (Deepublish Store)

Berguru pada Pramoedya Ananta Toer

 "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer).

Saya mulai mengenal nama Pramoedya Ananta Toer sebagai seorang 'Begawan Sastra Politik' pada waktu berkuliah di STKIP Santo Paulus Ruteng, Flores pada tahun 1994. Dari membaca, saya mengenal nama Pramoedya Ananta Toer sebagai salah seorang tahanan politik yang karya-karyanya dilarang oleh Pemerintah Orde Baru karena dianggap meresahkan masyarakat Indonesia pada waktu itu dan membahayakan ideologi Pancasila.

Pemerintah Orde Baru menganggap Pramoedya Ananta Toer dekat dengan kelompok kiri dalam hal ini komunisme dan Leninisme. Waktu itu Pramoedya adalah anggota Pimpinan Pusat Lembaga Kesenian Rakyat (Lekra) yang diketahui berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Pemerintah Orde Baru menganggap gagasan-gagasan dalam buku-buku karya Pramoedya sebagai ancaman yang dapat memicu perlawanan terhadap rezim orde baru yang berkuasa.

Ketika mengikuti kuliah Teologi di Universitas Sanata Darma Yogyakarta tahun 2003, ketertarikan saya pada tokoh dan karya Pramoedya Ananta Toer semakin memuncak.

Terutama kata-katanya yang terkenal yang sering saya kutip dan dipakai pada waktu mengajar untuk memberi motivasi pada mahasiswaku. 

Salah satu kata mutiara yang terkenal yang saya kutip dan pakai pada profil Kompasianaku yakni "Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian."

Mengapa Menulis Itu Penting Bagi Pramoedya?

Pekerjaan menulis bagi banyak orang tidak dianggap apa-apa? Banyak orang menghindarkan diri dari pekerjaan menulis karena dianggap tidak mendatangkan banyak uang. Bagi mereka lebih baik mengambil tajak dan bekerja sebagai petani yang bisa mendatangkan uang lebih cepat daripada menjadi penulis.

Bahkan banyak orang kemudian terpaksa menjadi penulis hanya sekedar untuk iseng-iseng atau mengisi waktu. Akan tetapi mengapa Pramoedya Ananta Toer menganggap pekerjaan menulis itu penting.

Mari kita mendalami mengapa seorang Pramoedya Ananta Toer menekankan tentang pentingnya menulis.

1.   "Karena kau menulis. Suaramu tak kan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian  hari." 

Ini adalah sebuah diksi lain yang diungkapkan Pramoedya Ananta Toer bahwa pekerjaan menulis dan hasil tulisan itu bernilai abadi. 

Biarpun penulisnya telah tiada, namun karyanya masih tetap lestari, karena akan selalu dikutip oleh mereka yang masih hidup. Apalagi tulisannya yang terkenal dan bermutu, akan selalu menjadi kutipan yang penting yang menjadi motivasi dan penyemangat dalam setiap situasi. Itulah makna keabadian itu.

Pram telah wafat 19 tahun silam, membuktikan apa yang dikatakannya, memang benar adanya. Karena Pram menulis, suaranya masih terdengar hingga sekarang.

2.  Menulis Menyenangkan Hatinya

Menulis merupakan sebuah aktivitas yang menenangkan hati ketika sedang gunda gulana. Selama dalam tahanan dan penjara, Pram selalu menulis dan menulis. Meskipun dalam tahanan mereka dipaksa melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat, namun itu semua dijadikan sebagai sebagai inspirasi. 

Bahkan dalam kondisi yang begitu berat, Pram tetap menulis. Di kala tidak diizinkan memiliki alat tulis di dalam penjara, ia menyampaikan cerita-ceritanya secara lisan kepada sesama tahanan. Lalu barulah ia tulis ulang setelah mendapat izin menulis. Mampukah kita seperti Pram?

3.   Menulis: Keberanian Melawan Ketidakadilan

Pada tahun 1995-1996, Pram ditangkap dan ditahan di Penjara Cipinang atas tuduhan makar. Namun yang pasti, penjara tidak pernah menghentikan Pram untuk terus berkarya. Justru senantiasa mewarnai karya-karya yang ditulisnya, sebagai lambang harapan, perlawanan, dan keberanian melawan ketidakadilan. Ia menulis dan terus menulis hingga ia dibebaskan dari penjara.

4.   Menulis Mengharumkan Nama Bangsa

Meskipun di satu pihak buku-buku Pramoedya dilarang beredar, namun gagasan-gagasan yang tertuang dalam buku-buku itu ternyata tidak terbatas, ia terus bergaung melampaui baris-baris tulisan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun