Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

"Tanonob dan Ta' o 'en", Kearifan Lokal Petani Timor yang Nyaris Hilang

25 Juni 2022   23:07 Diperbarui: 27 Juni 2022   17:40 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi petani (sumber: (Dok. Pexels/Pat Whelen)

Dalam melakukan kegiatan-kegiatan ini, antara "tanonob" dan "ta'o'en" terdapat perbedaan, yakni:

Tanonob: itu bekerja dalam kelompok atau bisa dikatakan 'arisan' kerja. Hanya terjadi di antara mereka yang sudah membentuk satu kelompok kerja itu.

Sedangkan "Ta'o'en" dapat dikatakan sebagai sewa atau mengupah orang untuk bekerja atau mengerjakan pekerjaannya, tetapi bukan dengan uang, melainkan dengan memberi makan atau membagikan daging.

Kesamaan antara keduanya adalah baik 'tanonob' maupun 'ta'o'en' kedua-duanya sama-sama adalah bagian dari kearifan lokal "Tmeouptabua" dan bertujuan untuk meringankan beban orang lain atau saling meringankan beban kerja, baik di antara anggota kelompok, maupun masyarakat pada umumnya.

Selain itu sedikitnya ada dua hal menarik dari "tanonob" dan "ta'o'en" ini yaitu pertama, bahwa yang ikut bekerja bukan hanya laki-laki, tetapi juga kaum perempuan.

Kedua, dalam melaksanakan kerja gotong royong itu suasana hidup karena banyak orang dan mereka bekerja dengan penuh sukacita, mereka sambil menyanyi dan berbalas pantun yang bersahut-sahutan sehingga suasananya menjadi hidup yang disebut "Pantun Kerja" dengan sebutan "Angkalale", atau pantun bersahut-sahutan (menyanyi) di antara dua kelompok pantun pada saat melakukan gotong royong atau tmeouptabua di kebun atau pada saat menumbuk padi.

Biasanya kelompok laki-laki mengangkat pantun dan kelompok perempuan menjawab bergantian. Ini adalah suatu bagian dari sukacita bertani di Timor. Mereka mau mengatakan bahwa dengan bertani juga manusia bisa hidup lebih baik, asal melakukannya dengan sukacita, sebagai panggilan Allah sendiri.

Sayang, dua kearifan lokal para petani Timor ini nyaris hilang karena banyaknya generasi muda yang tidak lagi gemar bertani. 

Semoga semangat bertani ala Guido Tisera di Manggarai Barat dapat menjadi contoh bagi para kaum milenial untuk kembali mencintai pertanian sebagai pekerjaan yang mendatangkan kesejahteraan hidup.

***

Atambua, 25.06.2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun