Mohon tunggu...
Yosafat Bayu Kuspradiyanto
Yosafat Bayu Kuspradiyanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate Student

believe in yourself and you'll be unstoppable

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"Kisah Kelam Juno" di Balik Gemulai Tarian Lengger

13 November 2022   22:58 Diperbarui: 13 November 2022   23:10 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, mewujudkan berbagai media untuk pertukaran dan menyebarkan suatu pesan dapat ditempuh dengan cara apa saja. Salah satu media komunikasi massa yang mampu memberikan pesan dan menyampaikan pesan komunikasi yaitu melalui film. 

Dalam menyampaikan pesan komunikasi, film selalu menggambarkan realitas yang tumbuh dalam masyarakat dan kemudian diproyeksikan ke dalam layar, sejarah, kebiasaan masyarakat, mitos, kehidupan keluarga dan lain sebagainya. Maka dari itu, setiap film mempunyai cara sendiri dalam menampilkan sebuah isu ataupun tema yang diangkat berdasarkan sebuah tujuan dari film tersebut. 

Beberapa film juga kerap menyajikan suatu plot cerita berdasarkan isu sosial yang menjadi perbincangan di tengah masyarakat. Salah satunya mengenai maraknya pembahasan isu LGBTQ (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender dan Queer) dengan segala pro dan kontranya. Sebagai suatu isu yang sensitif dan seringkali memunculkan perdebatan di tengah masyarakat, sineas Garin Nugroho mengambil kesempatan tersebut dengan melahirkan suatu film berjudul "Kucumbu Tubuh Indahku". 

Dalam film yang ditayangkan perdana pada tahun 2019 itu menceritakan seseorang bernama Juno di mana ia merupakan anak yang tumbuh dan juga besar tanpa kehadiran kasih sayang dari ayah maupun ibunya. Ia memiliki ketertarikan terhadap seni yang menjadi warisan dalam budaya di desanya yaitu Tari Lengger sebagai pelariannya atas ketidakhadiran kasih sayang kedua orang tuanya. 

Namun di dalam perjalanannya menjadi penari Lengger ini, Juno mendapat banyak tantangan seperti pelecehan seksual yang dialami olehnya yang membuat dirinya dilanda trauma. Juno sendiri memiliki ketertarikan dengan seorang petinju amatir yang notabene memiliki gender yang sama dengannya. Namun ia tidak ingin ketertarikannya kepada sesama jenis ini menjadikannya dipandang sebagai orang aneh di masyarakat. 

Pemaknaan Kisah Juno

Dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku", Garin Nugroho selaku sutradara mengatakan bahwa film tersebut bertujuan untuk memberi pesan bahwa trauma yang terpendam dalam kehidupan seseorang dapat mempengaruhi diri orang tersebut. Garin juga mengatakan bahwa metafora tubuh kita ini telah terperangkap di dalam trauma-trauma yang tidak dapat ditemukan pemecahan masalahnya. Garin pun menambahkan bahwa tujuan dari film untuk menyadarkan seseorang bahwa tubuh kita ini adalah suatu perpustakaan yang berisi sejarah, cerita dan juga trauma yang dialami sendiri-sendiri. 

Dalam pemberian pesan yang dilakukan oleh filmmaker ini belum tentu dapat dipersepsikan oleh audiens dengan baik. Mungkin saja ada audiens yang kurang bisa memaknai pesan yang diberikan oleh filmmaker kepada audiens. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan dianalisis tentang penerimaan audiens dalam menerima pesan terkait isu defisit afeksi dalam film "Kucumbu Tubuh Indahku". 

Mengenai pemaknaan pesan ini sendiri kita dapat berkaca dari proses encoding dan juga decoding pada pandangan Stuart Hall. Dalam teori Stuart Hall menyatakan bahwa suatu pesan yang di encode dari pengirim dapat dimaknai dan juga diterima menjadi suatu hal yang unik dalam penerima. Namun dalam proses ini sendiri pesan apa yang diberikan oleh pengirim tidaklah selalu dimaknai sama dihadapan penerima pesan. 

Hal ini sendiri mengacu pada pernyataan Stuart Hall tentang teori resepsi di mana ia mengatakan bahwa "Kode encoding dan decoding mungkin tidak simetris sempurna. Derajat simetri---yaitu, tingkat 'pemahaman' dan 'kesalahpahaman' dalam pertukaran komunikatif---bergantung pada derajat simetri/asimetri (hubungan kesetaraan) yang ditetapkan antara posisi 'personifikasi', pembuat encode-produser dan decoder-penerima." (Hall, Hobson, Lowe, & Willis, 2005, h. 118). Artinya dalam pemaknaan suatu pesan, apa yang diinginkan oleh para pembuat pesan dan juga pemaknaan pesan dari penerima tidaklah selalu sama, hal ini sendiri diakibatkan oleh tingkat pemahaman pesan yang berbeda dari para penerima sehingga mungkin dalam pemaknaan pesan dapat berbeda.

Tanggapan Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun