Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Cukup Satu Periode, Masyarakat Sudah Capek!

3 Februari 2018   13:56 Diperbarui: 3 Februari 2018   21:32 2710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra,  Fadli Zon, kembali melontarkan ramalannya tentang Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan mantan calon presiden Prabowo Subianto. Ia bilang, Presiden RI periode 2019-2025 bukan Jokowi, tapi Prabowo. Jokowi cukup satu periode saja. Masyarakat sudah capek. Sebab, program Jokowi sejauh ini banyak yang menimbulkan kesulitan di berbagai sektor, mulai pertanian, nelayan, hingga bahan pokok pangan, kata Fadli sebagaimana dikutip banyak media.

Pernyataan Fadli itu mengingatkan pembaca terhadap pernyataannya pada Desember 2017. "Ini catat omongan saya ini. Sejauh ini saya meramalkan dengan berbagai indikator, Prabowo menang. Waktu itu, Donald Trump saja saya bilang menang, dan ternyata menang. Tahun 2019, saya ramalkan Prabowo jadi presiden," ujarnya pada acara pemaparan hasil survei Indo Barometer, di Hotel Atlet Century Park, Jakarta Pusat, Minggu (3/12/2017, Tribunnews.com).

Apa yang dikatakan Fadli bukan tak beralasan. Prabowo sendiri sudah memberi isyarat dalam pernyataannya di depan para pendukung Anies-Sandi saat kampanye Pilgub DKI 2017. "Saudara-saudara, kalau kalian ingin saya jadi presiden di 2019, kalian harus memenangkan Anies-Sandi menjadi gubernur dan wakil gubernur. Kalian harus kerja keras," kata Prabowo dalam orasinya di Lapangan Banteng, Minggu (5/2)/2017," yang disambut teriak gegap gempita oleh ribuan pendukung Anies-Sandi (cnnindonesia.com)

Ternyata, apa yang diharapkan Prabowo terpenuhi. Para pendukung Anies-Sandi bekerja keras. Dimotori oleh FPI, HTI, dan sejumlah Ormas Islam yang menggabungkan diri dalam kelompok yang menyebut dirinya alumni 212. Dengan memainkan isu agama dan ancaman tidak menyolatkan siapa saja yang mendukung Ahok-Djarot kalau meninggal berhasil membuat pendukung Ahok-Djarot berbalik arah ke Anies-Sandi. Pasangan Ahok-Djarot pun terlempar.

Banyak istilah yang mereka pakai untuk merebut hati para pendukung Ahok-Djarot. Di antaranya, haram memilih pemimpin kafir, tolak penista Islam, komunis sedang dibangkitkan oleh salah satu partai pendukung Ahok-Djarot, dan sebagainya. Para pendukung Ahok-Djarto jadi ciut sehingga terpaksa memilih Anies-Sandi.

Hasilnya? Tidak meleset. Pasangan Ahok-Djarot yang selalu meraih elektabilitas tinggi di setiap survey, bahkan memenangkan putaran pertama, dibuat terpelanting dengan kemenangan 58% oleh Anies-Sandi pada putaran kedua. Kemenangan Anies-Sandi ini memberi pesan bahwa langkah Prabowo menuju Istana sudah maju selangkah.

Tiket ke Istana

Keadaan itulah yang membuat Fadli makin yakin. Ia paham bahwa para pendukung Anies-Sandi tersebut adalah pendukung militan Prabowo juga. Dukungan mereka sudah sangat kuat untuk memampukan Prabowo merebut kursi presiden dari Jokowi. Ini, didasarkan pada pandangan bahwa DKI adalah miniatur Indonesia. Keberhasilan menguasai DKI identik menguasai Indonesia. Menang di DKI berarti telah mendapatkan tiket untuk memasuki istana.

Tanda-tanda makin kuatnya usaha mereka memenangkan Prabowo dapat dilihat dari demo-demo yang terus dilakukan setelah Anies-Sandi menjadi pemimpin DKI. Mereka terus berupaya melembagakan diri dengan nama alumni 212, bahkan sampai mengibarkan bendera HTI pada demo penolakan Perpu No 2 Tahun 2017 tentang Ormas yang dipakai pemerintah RI untuk membubarkan HTI. Mereka yakin bahwa dengan menerapkan cara-cara yang sama untuk Prabowo akan lebih mudah.

Namun, ramalan Fadli sepertinya tidak semudah membalik telapak tangan. Pengamat politik dari CSIS Arya Fernandes menilai elektabilitas Prabowo tidak secantik ramalan Fadli. Menurut Arya, sudah terjadi migrasi para pemilih Prabowo ke sosok lain seperti Jokowi dan kandidat lainnya. "Dalam 3 tahun terakhir (elektabilitas Prabowo), berkisar antara 20 hingga 25 persen. Prabowo belum mampu tembus di atas 30 persen. Dibandingkan tahun 2014, memang menurun," ujar Arya saat berbincang dengan kumparan (Kumparan.com)

Kendati demikian, bagi Fadli hasil pengamatan Arya tak penting. Jangankan pengamatan seorang Arya, hasil survey pun dianggapnya tak bermakna. Bukan ukuran. Anies-Sandi sendiri terlah mebuktikannya terhadap Ahok-Djarot. Oleh sebab itu, ketika survei Poltracking Indonesia merilis hasil terbaru mengenai peta politik elektoral 2019 yang menempatkan posisi Jokowi jauh di atas Prabowo, Fadli malah senyum. Dengan kekuatan yang ada dan kerja keras mereka nantinya, elektabilitas Prabowo dapat melampaui rivalnya dalam waktu singkat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun