Mohon tunggu...
Yostan Absalom Labola
Yostan Absalom Labola Mohon Tunggu... Guru - Sederhana

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemiskinan di NTT

1 Februari 2017   23:12 Diperbarui: 4 Februari 2017   12:59 7579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gambaran Umum

Kemiskinan masih menjadi masalah terbesar di dunia hingga awal milenium, dilaporkan sekitar seperenam populasi penduduk atau sekitar satu miliar orang hidup dalam kemiskinan. Mereka berjuang untuk bertahan hidup. Mereka mengalami masalah seperti ; kekurangan gizi, kesehatan, air dan sanitasi, tempat tinggal dan kebutuhan dasar lainnya untuk mempertahankan hidup. Karena itu, dalam rangka mengakhiri kemiskinan, terdapat 191 negara anggota PBB menandatangani Millennium PBB yang bertujuan untuk pembangunan (MDGs) pada tahun 2000.

MGDs bertujuan memberantas kemiskinan yang ekstrim dan kelaparan yang dialami. Demi mencapai tujuan MGDs, telah diatur untuk mengurangi setengah proporsi orang hidup dengan kurang dari satu dolar per hari pada tahun 2015. Bila target ini tercapai, aka ada kesempatan untuk mengakhiri kemiskinan ekstrim pada tahun 2025 (Sach, 2005). Ini berarti bahwa, kemiskinan menjadi tantangan terbesar masyarakat global. Tantangan terbesar untuk mengentaskan kemiskinan dapat tercermin melalui kemiskinan kontemporer situasi di Indonesia di mana sejumlah besar orang hidup di bawah garis kemiskinan.

Meskipun perdebatan tentang efektivitas pemulihan ekonomi, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada tahun 1998-2005 terjadi penurunan tingkat kemiskinan. Tahun 2002 tercatat sebagai penurunan kemiskinan di perkotaan maupun pedesaan sejak tahun 1984,  dengan rincian kemiskinan nasional 9,8 %, perkotaan 4,2 % dan pedesaan tercatat 14,2 % (Suryahadi dkk., 2006). Namun belakangan ini, belum ada prestasi yang signfikan dalam mengurangi jumlah penduduk miskin dan bahkan sejak tahun 2005 jumlah penduduk miskin telah meningkat secara signifikan (INFID, 2007).

Sejak program-program pengentasan kemiskinan digiatkan, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan) secara perlahan berhasil diturunkan jumlahnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2011 sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Dibandingkan penduduk miskin pada bulan Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen ), berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 1 juta orang (BPS 2012).

Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu contoh daerah yang masih menghadapi permasalahan kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan. Masih tingginya angka kemiskinan disetiap Kabupaten/Kota di Provinsi NTT, membuat provinsi ini terus dilanda permasalahan kemiskinan. Dalam perbandingan rata-rata tingkat kemiskinan di seluruh provinsi di Indonesia tahun 2007-2011, Provinsi NTT memiliki rata-rata kemiskinan 23,73 persen, dimana NTT menduduki peringkat ke tiga provinsi termiskin setelah Papua dan Maluku. 

Kondisi alam di Provinsi NTT tandus dan gersang. Kekeringan, rawan pangan menjadi permasalahan rutin warga NTT. Kemiskinan, kasus gizi buruk, angka putus sekolah, serta akses fasilitas kesehatan yang kurang memadai menjadi mata rantai lanjutan dari persoalan. 

NTT memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang cukup besar dan beragam, namun sampai saat ini potensi setiap sektor tersebut belum secara optimal dapat memberikan nilai tambah yang signifikan untuk mensejahterakan rakyat dan daerah NTT. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya investasi yang dilakukan.

Masih tingginya kemiskinan menunjukan bahwa penanganan yang serius dari pemerintah maupun stakeholder sangat diperlukan untuk meminimalisir angka kemiskinan. Sejalan dengan adanya kebijakan otonomi daerah yang mulai diberlakukan sejak tahun 2001, pemerintah daerah kini berwenang penuh merancang dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan sesuai dengan kebutuhannya. Dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah tidak hanya melaksanakan program pembangunan tetapi juga bertanggung jawab secara langsung dan aktif dalam penanganan kemiskinan, sehingga untuk menanggulangi kemiskinan perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemiskinan, khususnya di NTT.

Pengertian Kemiskinan

  • Sebelum tahun 1993, BPS mendefinisikan garis kemiskinan makanan sebagai total pengeluaran yang diperlukan untuk memenuhi persyaratan energi 2.100 kalori per kapita per hari (BPS, 1984). Kemiskinan dapat dicirikan keadaan dimana terjadi kekurangan hal-hal seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, dan air minum, yang berhubungan erat dengan kualitas hidup. Kemiskinan kadang juga berarti tidak adanya akses terhadap pendidikan dan pekerjaaan yang mampu mengatasi masalah kemiskinan dan mendapatkan kehormatan yang layak sebagai warga Negara (Perpres Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJMN).
  • Chambers (1998) mengatakan bahwa kemiskinan adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1) kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan (dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun sosiologis. Kemiskinan bukan hanya terkait kekurangan uang dan tingkat pendapatan rendah, tetapi juga hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah, perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

Ukuran-Ukuran Kemiskinan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun