Mohon tunggu...
Yopi Ilhamsyah
Yopi Ilhamsyah Mohon Tunggu... Dosen - Herinnering

Herinnering

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Misteri di Kampus Unsyiah

29 April 2021   12:40 Diperbarui: 29 April 2021   12:46 2990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana malam di salah satu sudut Kampus Unsyiah, Banda Aceh (Dokumentasi Pribadi).

Saya pernah membaca buku Kisah Tanah Jawa yang ditulis Om Hao dan kawan-kawan. Pada sebuah halaman, saya mendapati si penulis menyebutkan bahwa wangsa dedemit (makhluk halus) senang menempati gedung-gedung bertingkat seperti hotel, apartemen, perkantoran bertingkat. Boleh jadi ini karena efek gravitasi tidak lagi berpengaruh bagi mereka. He he...

Apakah yang saya alami berasal dari salah satu dedemit yang menjadi "penghuni baru" saat kampus Unsyiah mengalami lockdown? Wallahu a'lam bish-shawabi. Ditambah lagi dengan lingkungan kampus yang minim penerangan di malam hari.

Yang menarik, dalam bahasa Aceh, makhluk halus atau hantu disebut "Burong."  Kenapa disebut "Burong"? Terminologi "Burong" dalam budaya Aceh ini masih menyisakan tanda tanya.  Apakah karena bisa terbang layaknya burung-burung di angkasa? Sementara untuk hewan bersayap ini, orang Aceh justru menyebutnya "Cicem." Nah!

Kampus Unsyiah berhantu?

Dalam blog lidahtinta.wordpress.com, saya menemukan sebuah postingan yang ditulis oleh T.A Talsya, ia menyebutkan bahwa dahulu kawasan yang kini telah berganti nama menjadi kampung kopelma Darussalam berikut kampus Unsyiah di dalamnya adalah rawa-rawa. Kawasan rawa ini bernama Rumpet. Pada masa kolonial, wilayah rawa ini secara administrasi terdaftar sebagai N.V.Roempit.

Saya mencoba mencermati lebih detil bahwa kampus Unsyiah ini tidak jauh dari daerah rawa Krueng Cut di utara, sementara Krueng Cut tidak jauh pula dari estuari Alue Naga di utaranya lagi. Krueng (sungai) Aceh yang dahulu masih berpenampang kecil berada tidak jauh di barat. Di bagian timur dan barat Krueng Aceh adalah daerah floodplain yang kerap tergenang air baik ketika hujan maupun pasang laut dan baik Krueng Cut serta Rumpet termasuk di dalamnya. Secara Geologi, boleh jadi daerah rawa yang kini menjadi kopelma Darussalam masih berhubungan dan satu kesatuan dengan rawa Krueng Cut sampai Alue Naga. Jarak kopelma Darussalam dengan pantai juga tidak jauh. Saat peristiwa Tsunami 2014, beberapa gedung di bagian utara Unsyiah juga terkena Tsunami.

Kampus Unsyiah berdiri di atas rawa-rawa yang ditimbun (Dokumentasi Pribadi).
Kampus Unsyiah berdiri di atas rawa-rawa yang ditimbun (Dokumentasi Pribadi).

Kembali lagi ke Unsyiah tempo dulu yang merupakan kawasan rawa bernama Rumpet. Karena lokasinya yang berada di antara lini konsentrasi (concentratie stelsel) benteng-benteng Belanda yang membentang dari Krueng Cut ke Lam Baro, rawa Rumpet kerap menjadi front pertempuran sengit antara pejuang Aceh dengan serdadu Kompeni. Banyak korban jiwa jatuh di kedua belah pihak.  

Yang menarik masih dalam tulisan T.A Talsya, ada cerita orang-orang tua dulu yang mendiami  wilayah di seberang timur Rumpet seperti Tungkop, Lambaro Angan, Mireuk yang berpesan agar menghindari wilayah rawa Rumpet jika pulang dari Koetaradja (nama Banda Aceh masa kolonial) pada petang jelang malam hari.

Jika tetap nekat, maka siap-siap melihat penampakan bayangan-bayangan aneh disertai bau tidak sedap. Tidak jarang pula menjelang senja atau gelap malam yang dibasahi rintik hujan tampak bola api beterbangan. Orang Aceh menyebutnya dengan Jen apui atau setan api.

Terkait Jen Apui, saya pernah mendengarnya langsung lewat penuturan kakek penjaga salah satu fakultas di Unsyiah. Cerita ini disampaikan 20 tahun yang lalu ketika saya masih menempuh pendidikan sarjana di fakultas tersebut. Saat masih berstatus mahasiswa sarjana, saya termasuk mahasiswa pencinta kampus. He he...Malam hari pun masih di kampus, tidak jarang turut menginap di salah satu laboratorium di fakultas tersebut. Oleh karenanya, saya dan beberapa mahasiswa lain mendekati kakek penjaga agar dibolehkan tinggal di dalam fakultas pada malam hari. Terkadang si kakek ikut nimbrung bersama kami dan berbagi pengalaman hidupnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun