Oleh karenanya, opsir yang mengomandani benteng tersebut memerintahkan beberapa tentara untuk bersembunyi di areal kuburan. Setelah dua hingga tiga kali penyelidikan, lelembut tidak lagi muncul. Komandan memerintahkan agar menyediakan peluru kembang api di bastion demikian juga dengan penambahan personil di pos jaga yang mengelilingi benteng.
Jam 10 malam, opsir-opsir beserta para tentara mengintip. Suasana di luar benteng menjadi hening nan senyap. Tepat jam 12 malam, baru beberapa saat sekilwak membunyikan lonceng, terlihat penampakan lelembut berpakaian putih keluar dari tanah.
Peluru kembang api ditembakkan tepat di atas areal perkuburan sehingga suasana kuburan menjadi terang. Saat para tentara tengah bersiap seketika lelembut tersebut menghilang, hanya terdengar pekikan tawanya saja. Para tentara berseru "wah itu benar-benar hantu".
Keesokan harinya, ada satu tentara berpangkat sersan mohon izin menemui opsir komandan untuk menyelidiki persoalan lelembut yang sudah heboh di dalam benteng. Sersan ini juga minta izin untuk dapat keluar dari benteng selama 24 jam. Komandan menyetujui permintaan sersan ini. Dalam buku sang sersan berkata:
"ja, toewan kommandan, saja tida pertjaja itoe perkara setan; saja soedah lihat, itoe orang poetih selamanja kaloewar kaloe soedah di boenoeh lampoe di roemah djaga atjeh di sebelah sitoe. Kaloe toewan kommandan kasih permisie, ini malam saja maoe masoek di hoetan; saja maoe ngintip di dalam roemah djaga itoe; kaloe saja membawa revolver sama keris, saja tida takoet poentianak  atawa setan."   Â
Bersambung...