Mohon tunggu...
Alexander Yopi
Alexander Yopi Mohon Tunggu... -

Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

"Jantung Pep Guardiola Berhenti Berdetak"

24 April 2012   07:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:11 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Jelang Leg II Liga Champion: Barca vs Chelsea

"JikaTika Taka mati di Barca, Jantung Pep akan berhenti. Drogba bisa jadi menghadirkan silent attack itu. Lalu Di Matteo pun akan mengambil keuntungan dengan membunuh mimpi jantung Pep selanjutnya."

Kalah dari Chelsea di leg pertama Liga Champions tahun ini, barangkali, bukan hari keberuntungan Barca. Dengan penguasaan bola dominan, mengurung Chelsea dari menit ke menit, Barca seharusnya bisa mengalahkan Chelsea. Sama mudahnya dengan klub-klub lain. Namun, hasil 0-1 untuk Chelsea tidak mudah untuk diterima kecuali karena alasan ketidakberuntungan.

Alasan itu menjadi tidak cukup. Barca kembali kalah dari Real Madrid dalam duel el clasico perebutan trofi La Liga musim ini. Saat Barca berpikir Madrid akan bermain defensif, mudah terpancing, dan tidak fokus, saat itu pula Barca dibuat tak berdaya. Madrid bermain dengan kombinasi bertahan dan menyerang yang baik. Lebih baik dari Barca. Lebih tenang dari Barca. Bahkan di Nou Camp, tempat Madrid selalu pulang dengan kepala tertunduk.

Dua kekalahan ini, tak pelak menyebabkan jantung Pep bekerja lebih cepat. Tingkat stress Pep bisa jadi sudah menyamai keraguan Rene Descartes, pria berkepala plontos yang menyimpulkan “aku berpikir maka aku ada.” Demikian pun Pep. Saat ini, otaknya pun dibuat tidak waras untuk berpikir dan terus berpikir tentang elegi suram yang sedang dijalani bersama Barca.

Beginilah Pep mesti mengatur ritme jantungnya, jika tidak ingin berhenti berdetak:

Pertama, Pep Guardiola adalah manager tersukses di Barcelona. Tak bisa dipungkiri. Sejak membesut Tim Catalan pada musim 2008-2009, Pep sudah mengoleksi 11 trofi dari berbagai kancah domestik maupun internasional. Pada musim debutnya, Pep sudah memberikan Barca enam trofi, menyusul dua trofi di musim kedua, hattrick trofi di musim 2010-2011, dan terakhir trofi Piala Spanyol.

Sebagai pemain berkostum berkostum Blaurgana,  Pep mempersembahkan 16 mahkota juara dari 11 musimnya di Cataluna. Enam di antara gelar juara itu ditorehkannya di ajang La Liga. Selain Pep, hanya ada dua nama pemain Barca lain yang pernah meraih pencapaian serupa, yakni Antoni Ramallets (1947-1960) dan Xavi (1997-sekarang).

Sosok Pep memang ditakdirkan untuk sukses bersama Barca. Entah pemain atau pelatih. Untuk itu, dia mendapat tempat yang teramat istimewa. Bahkan menjadi salah satu dari manusia yang mewarisi darah biru dinasti Blaurgana. Pep telah lebur bersama kemuliaan, kekuasaan, nafsu, dan kehormatan Barca.

Kalah berarti runtuhnya sebuah kekuasaan. Pep tengah berada dalam pusaran kritis sindrom kekuasaan dan kemuliannya sendiri. Tekanan itu menjadi palu yang menghakimi nasib dan kejayaan Pep.

Kedua, keistimewaan Pep terletak pada bekerjanya dua mesin ‘tiki taka’ Barca, Xavi dan Iniesta. Kedua pemain ini akan didukung dengan kejeniusan Lionel Messi dan akurasi penyelesaian akhir yang bisa datang dari beberapa pemain seperti, Alexis Sanchez, Pedro, Fabregas, Busquets, bahkan Keita dan Dani Alves sekalipun. Pep hanya “koki” yang mengetahui lebih dan kurangnya entitas ramuan dan resep. Selebihnya, santapan yang enak bergantung pada kualitas ramuan dan resep tersebut.

Menimbang, Xavi dan Iniesta belakangan ini kurang bertaji hingga ‘tiki taka’ adalah sebuah fatamorgana. Lalu Messi menjadi anak hilang hingga Alves mesti berjibaku antara kulit temperamentalnya dan tendangan spekulasi yang emosional. Jika empat aktor ini telah menyumbang kejelekan, ‘tiki taka’ Barca adalah halusinasi yang bertumpu pada titik stress Pep. Alexis sesekali mencoba membuat permainan menjadi berbeda, tetapi dia nampak akan bekerja sendirian.

Ketiga, Chelsea berada pada level percaya diri yang tinggi. Ketika klub langit biru itu mengalahkan Barca cuma dengan 0-1, lalu menahan imbang Arsenal di Liga Premier Inggris, soliditas Chelsea sedang bangkit. Di tangan Di Matteo, jarak antara pelatih dan pemain sangat tipis. Di Matteo hanya perlu memompa semangat dan meletakkan kembali fondasi permainan Chelsea yang sudah dibentuk jauh-jauh hari sebelumnya oleh Jose Mourinho. Yah, sejak kepergian Mou, tidak ada pelatih yang mampu mengembalikan spirit Chelsea kecuali Di Matteo. Dia cerdas, karena pada saat Chelsea terpuruk, Di Matteo kembali menyuntik moral permainan Chelsea dengan roh yang sudah dibangun Mou.

Di Matteo mengakui, pertahanan Chelsea saat ini sedang bagus. Tidak segan-segan pula Chelsea akan bertahan total untuk mempertahankan keunggulan. Dengan sesekali menyerang, mengandalkan kelengahan dan faktor kelelahan Barca, Di Matteo berharap akan mencuri gol lagi di kandang Barca. Raul Meireles, Ramires, Juan Mata, dan Torres yang dipadu kerjasama lapangan tengah dan pertahanan yang dikomandani Lampard bisa menghadirkan petaka buat Barca. Faktor Drogba menjadi kunci dari silent attack yang membuat jantung Pep berhenti berdetak.

Keempat, Di Matteo sesungguhnya sedang merayu Roman Ambrahamovic dan pelan-pelan membunuh mimpi Pep. Jika Mou angin-anginan untuk kembali membesut Chelsea, Di Matteo memang sedang bertaruh nasib agar Roman segera mempermanenkan dirinya menjadi pelatih. Satu-satunya alasan Roman adalah sikap Pep yang masih ‘ogah’ menandatangani kontrak perpanjangan pelatih di Barca. Roman mengincar Pep. Pep bernegosiasi dengan Roman. Namun, Di Matteo tahu cara terbaik untuk membunuh negosiasi itu dengan mengalahkan Barca. Sekali lagi, jantung Pep pun bakal berhenti berdetak.

Empat hal ini memang membuat jantung Pep bekerja tidak waras. Maka optimisme pun dipompa untuk meyakinkan dirinya dalam keadaan baik-baik. "Kami akan menang (dan masuk final) besok, percayalah. Saya punya banyak alasan untuk meyakini itu. Para pemain ini akan mengalahkan Chelsea. Saya tahu, ada yang menginginkan kami gagal, tetapi mari kita tetap percaya bahwa kita akan berhasil. Mereka akan bermain untuk menang. Saya tak punya keraguan bahwa kami akan tampil di Muenchen," ujar Pep.

Kembali pada ‘tiki taka’ dan Barca akan melumat Chelsea untuk tampil di final sesuai keyakinan Pep. Tetapi, apakah ‘banyak alasan’ itu Pep? Apa karena Barca bermain di kandangnya sendiri dengan segala sentimentil sebagai ‘tuan rumah?’ Cukup Mou dan Zlatan Imbramovic, jangan sampai Di Matteo pun berpendapat yang sama Tuan Pep.(*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun