Mohon tunggu...
YONNI CASTELLO
YONNI CASTELLO Mohon Tunggu... -

Jangan risaukan Nikmat yang belum kita Miliki, tapi risaulah akan Nikmat yang belum kita Syukuri .......

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kisruh APBD DKI, Birokrasi yang 'Mumet' Akhirnya

2 Maret 2015   18:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:16 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perseteruan penyusunan APBD sudah memasuki saling adu kekuatan tanpa memikirkan apakah ini nanti menggangu kinerja Pemerintahan DKI (eksekutif maupun legislatif), yang ujung-ujungnya toh tetep berdampak pada masyarakat DKI.

Dimulai dengan penolakan oleh Kementerian Dalam Negeri atas Raperda APBD DKI TA. 2015, penyebabnya yang dikirimkan bukan yang ada persetujuan bersama dengan DPRD dan ketidaksesuaian dengan regulasi yang ada (ketidaklengkapannya berupa pengunaan anggaran secara keseluruhan, termasuk kegiatan sampai satuan tingkat tiga), sedang di pihak lain kengototan Pak Ahok yang notabene Gubernur DKI pengiriman Raperda tersebut sudah betul dengan alasan e-budgeting (yang sudah dibangun sejak jaman Pak Jokowi) yang katanya mau diterapkan ke Seluruh Indonesia, selain itu kata Pak Ahok bahwa Raperda yang disetujui DPRD ada dana siluman nya.

E-budgeting menurut saya (yang bukan ahli IT), kan hanya masalah softwarenya saja, untuk software program penyusunan APBD tinggal pilih online atau tidak online. Kalau pilih online tinggal pilih, misal berbasis web udah bisa lah dikatakan e-budgeting karena bisa dientri datanya dan dapat dilihat di mana saja, meski tergolong rawan dan perlu dipikirkan ekstra keamanannya, maklumlah agar tidak bisa dibobol orang tak bertanggungjawab.

Dan sebenarnya salah satu alasan penolakan oleh Kemendagri  adalah bukan penggunaan e-budgetingnya tapi hasil/produkdarisoftwarenya e-Budgeting DKI itu sendiri yaitu hardware yang berupa buku Raperda DKI karena tidak sesuai dengan regulasi yang ada.

Kemendagri sebenarnya dengan bijak telah memanggil Kepala Bappeda DKI dengan Kepala BPKD (unsur Birokrasi) dan diberitahu secara resmi untuk segera menyesuaikan/merevisi buku Raperda tersebut, mengingat penyusunan tersebut sudah terlambat dari jadwal yang telah ditentukan. Dan akhirnya telah ditindaklanjuti dengan ‘mumetnya’ birokrasi yang harus menyelesaikan/merevisi penyesuaian Raperda dalam waktu yang sempit agar segera dapat dikirim dan diterima Kemendagri.

Setelah fase atau tahap ini, herannya perseteruan antar DPRD vs Pak Ahok kok nggak reda, tapi malah lebih tinggi tensinya.

Dengan kejadian kisruh dengan tensi yang tinggi ini saya kok jadi “berandai-andai”, ketika ingat berita, bagaimana Pak ahok sampai ‘nggebrak’ mobilnya ketika menghadapi seorang warga DKI yang ‘ngengkel’ mengadu soal tanah dengan alasan yang tentunya menurut warga tersebut sudah benar, Lha sekarang bagaimana ya kalo umpamanya bertemu antar Pejabat Negara (Pak Ahok dan Anggota DPRD), misal posisi warga tersebut diganti Pak Ahok, sedang posisi Pak Ahok diganti Anggota DPRD, akankah terjadi instrumentalia yang indah, maklum hasil bunyi dari gebrak-gebrakan mobil … (mosok to ? …. nggak mungkinlah, masak Pejabat Negara kayak gitu … wekekeke).

Dan sekarangpun bahkan sudah ada yang mencari dukungan lewat tanda tangan yang tempatnya di lokasi Car Free Day, kalo boleh usul … apa nggak lebih baik juga masuk ke kampung-kampung yang rutin kena bajir utamanya pinggir kali ciliwung yang sekarang lagi punya status siaga banjir…!, hasil dukungannya pasti lebih afdol kan ?

Wes emboh karepmulah ! …. Yang penting dan sudah pasti, sekarang ini Raperda APBD DKI TA. 2015 hasil perbaikan/revisi, telah diterima oleh Kemendagri dan dalam tahapan evaluasi, yang nantinya hasil evaluasi tersebut akan dikirim kembali ke Pemerintah DKI yaitu Gubernur dan Ketua DPRD untuk ditindaklanjuti.

Yang jadi ganjelan pikiran saya, dengan latar belakang situasi dan kondisi sekarang ini, bagaimana ya dalam menindaklanjuti hasil evaluasi Kemendagri tersebut, karena tetap wajib dibahas secara bersama-sama antara DPRDdiwakili Badan Anggaran denganEksekutif yang diwakili Tim Anggaran (unsur Birokrasi) yang notabene staf dari Pak Ahok  yang karena jabatannya selaku Kepala Daerah (Gubernur DKI) sebagai Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah DKI.

Padahal sesuai regulasi untuk waktu pembahasannya hanya diberi waktu 3 (tiga hari) setelah diterimanya evaluasi Kemendagri tersebut ! ….. Mosok yo jadwalnya harus mundur lagi?  Akhirnya Birokrasi mumet maneh to !

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun