Mohon tunggu...
Lam Syahrizal
Lam Syahrizal Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa UIN SGD Bandung

Tulisan dari seorang Gen Z yang memimpikan kesejahteraan dan keadilan di bumi ibu Pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bedah Over Thinking Secara Agama dan Psikologis

3 Januari 2023   18:06 Diperbarui: 3 Januari 2023   18:12 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

*Oleh: Lam syahrizal

Data dari universitas Michigan menyebutkan bahwa 73 persen orang lebih banyak mengalami over thinking di usia 25 -- 35 tahun dan sebanyak 52 persen merasakan hal yang sama di usia 45 -- 55 tahun. Walaupun tidak menyebutkan persentase tingkat over thinking pada usia remaja, namun bukan berarti para remaja tidak mengalami apa yang dinamakan dengan over thinking bahkan ini salah satu yang menjadi tembok besar penghalang seorang remaja akhir ( usia 18 -- 21 tahun ) untuk mampu berkarya. Over thinking sendiri adalah kebiasaan seseorang memikirkan sesuatu secara berlebihan yang mana kebiasaan buruk ini mampu membuat kelelahan psikis hingga bisa membuat depresi.

Dalam kaca mata Islam, sesuatu yang berlebihan itu tidak dianjurkan dan di situasi tertentu bahkan sampai dilarang. Al-Qur'an menyebut orang orang yang berlebihan dengan kata "ghuluw" yang mana ini tertera di dalam surah Al Maidah ayat 77 dan Allah SWT memang tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Jika beribadah dan beragama saja tidak dianjurkan untuk berlebihan apalagi dalam berpikir, nabi Muhammad Saw pernah melarang seorang pemuda untuk berpuasa setiap hari, dan Rasulullah Saw juga pernah menegur pemuda yang berpuasa tanpa makan sahur dan tanpa berbuka demi melampaui puasanya Nabi Saw.

Maka dalam berpikir seharus nya kita juga harus bisa mendesain sebuah pola pada diri sendiri bahwa akal ada batasan nya dan jika batasan itu di langgar maka akan terjadi sebuah kecelakaan, selain dari pada itu akal juga pasti didampingi oleh hati untuk mencapai ranah yang tidak bisa di logika kan. Jalaluddin Rumi menggambarkan pikiran manusia seperti malaikat Jibril yang menemani Baginda Nabi Muhammad Saw sampai ke langit ketujuh yang mana malaikat Jibril tidak mampu untuk terus menembus Sidratul Muntaha. 

Maka dari itu jika kita merasa lelah dengan apa yang kita pikirkan coba lah untuk menyerahkan masalah itu kepada hati untuk bisa merelakan, misalnya apabila kita sudah melakukan sesuatu dan masih belum puas dengan apa yang diperbuat coba untuk menyadari bahwa kesempurnaan itu tidak akan ada karena pada dasarnya manusia adalah makhluk yang sudah pasti berbuat salah baik secara sadar maupun tidak. Bukan bermaksud untuk membuat diri kita merasa cepat puas dengan pencapaian tapi kekhawatiran yang diciptakan oleh diri sendiri akan membuat ketidak tenangan menjalani aktivitas.

Di ranah psikologis Karen hornie salah seorang psikolog dari Jerman yang juga sebagai pemilik psyco analisis menyebutkan bahwa over thinking bersumber dari kata "seharusnya" yang mana kata ini menjadi beban ekspektasi pada diri sendiri. Kalimat sederhana ini jika terus menyertai kita maka akan muncul sikap tidak percaya diri dan mulai berpikir berlebihan. Ia juga mengatakan kalau manusia itu punya dua sisi yaitu pertama sosok seseorang yang ingin mereka capai atau ideal dan kedua adalah sosok dia yang sebenarnya.
Oleh karena itu kita semestinya bisa mengganti pola pikir yang terkadang menuntun kita untuk protes ke diri sendiri dengan selalu berkata "seharusnya" dengan mengubah pikiran itu menjadi "semampunya". Sebab Allah SWT sendiri dalam hal ketaqwaan hamba -Nya hanya mewajibkan untuk bertaqwa sekedar "semampunya" bukan "seharusnya" sebagaimana tertuang dalam QS. At-taghabun ayat 16 "fattaqullaha mastatho'tum" . Contoh dari pada bertaqwa semampunya adalah ketika orang sakit yang tidak bisa berdiri untuk melaksanakan sholat maka ia boleh melakukan kewajiban itu dengan duduk atau berbaring atau bahkan hanya dengan kedipan mata.
 

Dengan menyadari bahwa pikiran manusia itu memiliki batasan dan tidak mungkin bisa melampaui batasan itu karena berbeda ranah dari kodrat nya maka kita bisa lebih menerima keadaan tanpa Perlu mengkhawatirkan hal hal yang tidak perlu. Selain itu juga hendaknya kita menyibukkan diri dengan kegiatan kegiatan bermanfaat agar pola hidup sehat kita terjaga, bermental kuat dan memiliki pola pikir positif terus menerus. Serta coba menyadari bahwa segala sesuatu tidak semua nya berada dalam kekuasaan diri kita karena masih ada sang pencipta yang juga turut berperan dalam menentukan hasil dari upaya yang kita lakukan, tugas kita adalah berdoa sebagai permohonan atas bimbingan untuk melakukan sesuatu lalu melakukan nya dengan semaksimal mungkin. [*]

Bandung, 03 Januari 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun