Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik

Provokasi PNS DKI, Yusril Serang Titik Lemah Ahok

1 Mei 2016   16:03 Diperbarui: 1 Mei 2016   17:47 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilkada DKI Jakarta 2017 masih setahun lagi. Namun perang urat syaraf (psywar) antara calon petahana Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dengan bakal calon Yusril Ihza Mahendra (YIM) sudah sampai pada tahap “hancur-hancuran”. Ahok menyerang YIM dengan tuduhan rasis terkait cuitan Yusron Ihza Mahenda di Twitter dan program yang akan dilaksanakan jika kelak terpilih menjadi gubernur, sementara YIM berkali-kali menohok Ahok langsung ke jantung pertahanannya.  

Terbaru, YIM sukses ‘menyadarkan’ ribuan PNS DKI Jakarta bahwa merekalah “pemilik balai kota”, bukan Ahok selaku gubernur. Dengan lugas YIM membalikkan omongan Ahok yang menantang PNS DKI untuk mundur jika tidak suka dengan dirinya. Menurut YIM, bagaimana jika  sekarang PNS yang minta agar Ahok mundur jika tidak suka dengan PNS DKI?

Dalam pandangan YIM, ada perbedaan mendasar antara PNS dengan gubernur yang merupakan jabatan politis. Gubernur hanya datang untuk masa kerja paling lama 10 tahun (dua periode) sedangkan PNS adalah profesional dengan rentang pengabdian bisa mencapai 40 tahun.

Ahok mendasari pemikirannya bahwa gubernur merupakan ‘bos’ PNS di wilayah provinsi. Dengan pola pandang seperti itu, maka PNS anak buahnya (pekerjanya?) yang harus mengikuti aturan dan kebijakan gubernur.  Dalam pemahaman ini, seorang PNS sama sekali tidak memiliki ruang ekspresi sebagai profesional. Tidak heran jika saran dan masukan dari PNS dengan mudah dimentahkan oleh Ahok.

Contohnya rekomendasi Dinas Kesehatan terkait rencana pembelian lahan untuk rumah sakit spesialis kanker dan jantung.  Ahok menolaknya dengan alasan lahan yang direkomendasikan Dinas Kesehatan untuk RS Jantung yakni di Jalan Kesehatan (bersebelahan dengan kantor Dinas Kesehatan),  tidak nyambung dengan RS Tarakan (jarak antara lahan di Jalan Kesehatan dengan RS Tarakan sekitar 500 meter). Ahok akhirnya mengoptimalkan lahan RS Tarakan untuk menambah fasilitas agar RS Tarakan bisa menampung pasien penyakit jantung. Sedangkan lahan di Jalan Sunter Permai Raya, Jakarta Utara, Ahok awalnya setuju sehingga memerintahkan Sekda DKI Saefullah untuk menganggarkannya dalam RAPBD Perubahan TA 2014. Namun belakangan masuk penawaran lahan dari RS Sumber Waras. Ahok lantas berbalik dengan membatalkan lahan di Jalan Sunter dengan alasan luasnya hanya 8.000 meter sehingga tidak cukup untuk paliative care.

Tentu tidak salah ketika Ahok mengambil keputusan yang berbeda dengan rekomendasi yang diberikan anak buahnya. Tidak salah juga manakala Ahok ‘memarahi’ anak buahnya, termasuk di depan umum. Dalam hierarki kekuasaan saat ini, seorang kepala daerah merupakan penguasa absolut berkaitan dengan PNS di wilayah kerjanya. Kepala daerah  selaku Pejabat Pembina Kepegawaian di wilayahnya memiliki hak untuk mengangkat dan memecat pegawainya.  

Namun ada relasi- hubungan kerja, yang tidak semata-mata berlaku sebagaimana hubungan bos dan anak buahnya dalam sebuah unit usaha pribadi. Bos pada sebuah unit usaha pribadi- semisal toko kelontongan,  wajar merasa memiliki pegawainya karena dia membayar tenaganya dengan uang pribadi. Sementara gaji PNS bukan berasal dari kocek pribadi kepala daerah. Hubungan yang berlaku mestinya hubungan profesional. Kepala daerah  tidak bisa memecat, mempromosikan, memindahkan pegawainya  atas dasar suka dan tidak suka. Loyalitas PNS mestinya bukan loyalitas kepada pribadi gubernur, tetapi pada aturan yang berlaku.

Contohnya, seorang kepala daerah tidak suka dengan suatu aturan, namun dia tidak bisa mencabutnya karena ada aturan lebih tinggi yang harus ia patuhi sehingga tetap diberlakukan di wilayah kekuasaannya. Bukankah banyak perda-perda yang dibuat untuk menerapkan satu aturan baru yang bertentangan dengan aturan yang sudah ada, namun kandas di Kementerian Dalam Negeri? Kepala daerah tersebut lantas meminta agar pegawainya mengabaikan aturan yang ada dan tetap mengacu pada perda yang sudah dibatalkan Kemendagri. Dalam kondisi seperti ini maka  PNS harus tetap mengikuti aturan yang ada, meski tidak disukai, bahkan dilarang oleh ‘bosnya’. Apakah PNS tersebut masuk kategori tidak loyal?

Ucapkan Ahok saat wawancara langsung yang disiarkan Kompas TV, bahwa "Kepala dinas, wali kota, wakil wali kota, sekko (sekretaris pemerintah kota), semua yang ada di DKI, bupati di DKI... kalau Anda enggak suka dengan saya, mau ikut jejak Pak Rustam (Effendi, mantan Wali Kota Jakarta Utara), tolong hari Senin masukkan surat pengunduran diri ke saya. Hari Senin!"  jelas didasarkan pada pemahaman bahwa PNS harus  suka (loyal) kepada Ahok sebagai pribadi maupun selaku gubernur.

Mungkin Ahok selip lidah sebagaimana juga pernah dilakukan oleh Abraham Lunggana (Haji Lulung) ketika menyoroti kinerja Badan Pemeriksa Keuangan, beberapa waktu lalu. Dan YIM melihat hal itu sebagai amunisi yang sangat berharga. Dengan cerdik YIM membalikkan omongan Ahok sehingga berpotensi membuat resah para PNS di lingkungan Pemprov DKI. YIM berhasil menyerang langsung ke dalam ‘rumah’ Ahok akibat blunder yang dilakukan Ahok.

Dari catatan penulis, ini merupakan  serangan kedua YIM yang langsung menohok ke jantung pertahanan Ahok. Sebelumnya YIM juga sukses membuat temanahok- organisasi pengumpul copy KTP dukungan untuk Ahokkalang-kabut terkait keabsahan copy dukungan KTP yang tidak disertai dengan  surat pernyataan dukungan kepada calon gubernur dan calon wakil gubernur. temanahok lantas mengulang kembali proses tersebut setelah Ahok menetapkan calon wakilnya.  Meski temanahok bisa langsung memperbaikinya, namun tak pelak hal itu menjadi sinyal betapa YIM mampu mengobrak-abrik titik-titik lemah Ahok. Bukan mustahil YIM masih menyimpan senjata lain yang akan digunakan untuk menyerang Ahok pada menit-menit akhir sebelum hari ‘H’ pemilihan kepala daerah DKI Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun