Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Merangkai Perahu untuk Yusril Ihza Mahendra

29 Juli 2016   23:25 Diperbarui: 30 Juli 2016   10:23 3181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bakal calon gubernur DKI Jakarta, Yusril Ihza Mahendra, saat wawancara di kantor redaksi Kompas.com, Jakarta, Selasa (5/4/2015). Dalam kesempatan itu, ia memaparkan gagasannya mengenai Jakarta. | KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO

Setelah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto secara implisit menunjuk Sandiaga Uno sebagai bakal calon gubernur DKI Jakarta 2017, nasib Yusril Ihza Mahendra (YIM) semakin tidak menentukan. Harapan satu-satunya tinggal menunggu keajaiban terjadinya koalisi terakhir antara Partai Demokrat dan PKS. YIM diketahui memiliki kedekatan emosional dengan kedua partai tersebut.

Prabowo tidak menunjuk secara tegas Sandiaga Uno sebagai calon gubernur yang akan diusung partainya. Mantan Danjen Kopassus itu hanya memberi isyarat dengan bahasa tubuh seperti diceritakan Panji Gunardi, sahabat Sandiaga Uno. Dari kisah itu juga kita tahu Prabowo tidak menyebutnya sebagai calon gubernur melainkan hanya “pemimpin” (selengkapnya baca: kompas.com)

Apa artinya? Masih terbuka kemungkinan Sandiaga Uno hanya akan diplot sebagai calon wakil gubernur manakala ada tawaran koalisi yang lebih menarik dari PDI Perjuangan (28 kursi), Partai Demokrat (10 kursi) atau pun PKS (11 kursi). Dengan hanya bermodal 592.568 suara hasil Pemilu 2014 (eq. 15 kursi DPRD), Gerindra tidak bisa mengusung pasangan calon sendiri dalam kontestasi Pilgub DKI Jakarta 2017. Sebab syarat minimal bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk bisa mengusung pasangan calon adalah memiliki 21 kursi di DPRD DKI.

Namun jika mampu meyakinkan PPP (10 kursi) atau PKB (6 kursi), Sandiaga Uno akan melenggang sebagai calon gubernur berpasangan dengan Komjend Budi Waseso atau Sjafrie Sjamsoeddin. Sebab baik PPP maupun PKB tidak memiliki calon kuat,  sehingga dalam Pilgub DKI kali ini cenderung hanya akan “jualan” kursi DPRD. Sandiaga Uno diyakini mampu memberikan tawaran menarik untuk mendapatkan kursi PPP atau PKB guna “menambal” kekurangan Gerindra.

Jika itu terjadi, maka langkah YIM untuk bisa bertarung di Pilkada DKI 2017 sangat ditentukan oleh manuver Partai Demokrat dan PKS. Koalisi ini sangat mungkin terjadi andai YIM dapat meyakinkan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono. PKS tentu akan dengan senang hati menyodorkan kadernya sebagai wakil YIM, dengan catatan YIM menanggung seluruh biaya kampanye, termasuk untuk menggerakkan roda partai hingga ke tingkat grassroots. Sebab sejak awal PKS tidak terlalu ngotot untuk mengusung kadernya dalam Pilgub DKI Jakarta di tengah konflik internal yang tentunya memberi pengaruh signifikan terhadap soliditas kepengurusan di level bawah. Gelontoran uang kampanye bisa dimanfaatkan oleh pengurus partai untuk melakukan konsolidasi menyosong Pemilu 2019.

Bagaimana jika PKS justru merapat ke Gerindra? YIM masih bisa berharap terjadinya “irisan” kekuatan terakhir yakni koalisi Partai Demokrat dan PAN dengan catatan YIM sudah mendapatkan dukungan dari PKB atau PPP. Itu pun masih ada syarat berikutnya yakni mau menerima Bupati Bojonegoro Suyoto alias Kang Yoto menjadi wakilnya.

Saat ini langkah politik YIM akan sangat ditentukan oleh menuver Sandiaga Uno. YIM hanya bisa berharap Sandiaga Uno gagal mendapatkan dukungan PKS, PPP atau pun PKB. YIM harus lebih agresif membuka bid agar partai-partai yang tengah membutuhkan fresh money untuk Pemilu 2019 membuka pintu.

Namun jika semua kemungkinan itu gagal, harapan YIM belum tertutup sama sekali. Dengan catatan, terjadi koalisi antara PDI Perjuangan dengan Gerindra di mana Sandiaga Uno diplot menjadi wakil Tri Rismaharini atau Djarot Saiful Hidayat. Jika ini terjadi, dipastikan dua partai yakni Partai Demokrat dan PKS akan nganggur karena dalam konteks politik kekinian koalisi antara PDIP-Demokrat ataupun PDIP-PKS, hanya mungkin terjadi manakala terjadi anomali politik.

salam @yb

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun