Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Ada PKS di antara Demokrat dan Gerindra

29 Juli 2017   17:16 Diperbarui: 30 Juli 2017   15:22 2285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengurus DPD Demokrat dan Gerindra Jawa Barat menemui Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar. Foto: detik.com

Kunjungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke Cikeas, kediaman Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono terbukti ampuh membuka sekat Demokrat yang sulit ditembus koalisi PKS-Gerindra dalam beberapa gelaran pilkada, termasuk Pilpres 2014. Bahkan saat tidak ada pilihan lain, SBY lebih memilih diam dan membiarkan kadernya gentayangan daripada memberi dukungan kepada jagoan Hambalang. PKS-Gerindra akan memanfaatkan suara Demokrat Jawa Barat untuk melawan dominasi jagoan Golkar yang juga Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi.

Keinginan PKS dan Gerindra untuk membawa masuk Demokrat ke dalam kubu Hambalang -- mengacu pada kediaman Prabowo, nyaris menemui jalan buntu. Padahal jika Demokrat mau bergabung, mereka memiliki kans besar untuk memenangkan sejumlah pilkada yang akan digelar serentak tahun 2018 mendatang. SBY memiliki catatan kurang baik dalam hubungannya dengan Prabowo, terutama saat masih sama-sama berdinas di militer dan berpuncak pada Pilpres 2009 di mana Prabowo menjadi pendamping Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Sementara dengan PKS, SBY masih "trauma" karena selama menjadi mitra koalisinya di pemerintahan, kader-kader PKS kerap menelikungnya. Aksi PKS yang paling diingat SBY adalah momen penolakan kenaikan harga BBM tahun 2013 lalu. Saat paripurna, PKS memilih bersama PDIP yang sejak awal pemerintahan SBY konsisten menolak kenaikan BBM bahkan di tahun 2012 sempat mengedarkan buku putih berisi alasan penolakkanya. Buku putih itu sudah dilupakan kader-kader PDIP sejak Presiden Joko Widodo mencabut subsidi energi, terutama BBM dan listrik.

Pertemuan antara antara Prabowo dengan SBY bukan tanpa sepengetahuan PKS. Demikian juga pertemuan Ketua DPD PD Jabar Iwan Sulandjana dan Ketua DPD Gerindra Jabar Mulyadi bersama Wakil Gubernur Jabar Deddy Mizwar. Di sana ada campur tangan PKS. Sebab sesungguhnya Gerindra dan PKS sudah sepakat mengusung Demiz- sapaan Deddy Mizwar. Sementara untuk calon wakilnya, keduanya juga sudah sepakat menjagokan Ahmad Syaikhu, kader PKS.

Namun kedua partai, tidak mematok harga mati untuk Syaikhu. Munculnya nama Wakil Wali Kota Bekasi itu hanya untuk daya tarik kader di bawah sebagaimana kebiasaan PKS menyorongkan kadernya pada awal gelaran pilkada namun akhirnya menariknya manakala mendapat jaminan di sisi lain. Siapa yang menduga PKS sama sekali tidak mengusung kadernya dalam kontestasi Pilkada DKI Jakarta padahal sejak awal sejumlah kadernya sudah bergerliya? Berkaca dari itu, sangat mungkin PKS menarik kembali Syaikhu dari pencalonan di Jabar jika hal itu memberi jalan masuk bagi Demokrat.

PKS di bawah kepemimpjnan Presiden Sohibul Iman lebih memilih konsolidasi dan penguatan jaringan kader daripada merebut kekuasaan lokal. Sohibul memiliki target PKS masuk tiga besar di Pemilu dan Pilpres 2019 tanpa koar-koar sebagaimana pada pendahulunya. PKS saat ini sangat menghindari polemik di media dengan kekuatan politik lain agar kader-kader di bawah dapat leluasa bergerak. Bahkan demi tujuannya, kader-kader PKS jarang mengkritik pemerintahan Jokowi-JK, terlebih setelah Sohibul bertandang ke Istana.

Upaya PKS menarik Demokrat melalui Gerindra sebenarnya sudah terbaca oleh SBY sehingga langsung menolak tawaran koalisi yang disodorkan Prabowo. Tetapi SBY tidak akan menghalangi koalisi semi permanen dengan Gerindra dan PKS di sejumlah daerah karena punya kepentingan untuk 2019. SBY hanya memberi catatan agar dalam mengusung pasangan calon selalu melibatkan kader Demokrat. Kesepakatan itu direspon PKS dan Gerindra dengan berbagi kader di sejumlah daerah.

Jika skenario ini berjalan, maka pada Pilkada Jabar, Deddy Mizwar diposisikan sebagai calon gubernur dari PKS, sementara wakilnya dari Demokrat. Untuk Jawa Tengah, Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Julianto akan didorong sebagai calon gubernur didampingi kader Demokrat. Sedangkan di Pilkada Jawa Timur Gerindra dan PKS akan mendukung siapa pun calon gubernur pilihan Demokrat dan hanya menawarkan kader untuk posisi calon wakil gubernur.

Usai gelaran Pilkada Serentak 2018, barulah PKS dan Gerindra memainkan skenario aslinya yakni memenangkan Pemilu dan Pilres 2019. Kubu Cikeas terpaksa melepaskan diri dari Hambalang karena ingin mengusung Agus Harimurti Yudhoyono sebagai kandidat presiden. Hambalang dan Cikeas pun akan kembali berseberangan namun tetap dalam satu kubu manakala menghadapi serangan dari Istana.

Rumor PKS ditinggal Gerindra sengaja digaungkan untuk mengecoh opini publik.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun