Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Revisi UU TNI Berpotensi Menggerus Supremasi Sipil

15 Mei 2023   09:47 Diperbarui: 22 Mei 2023   10:29 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto: Thinkstock melalui Kompas.com

Memasuki tahun politik, muncul wacana revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI). Menurut Kapuspen TNI Laksamana Muda Julius Widjojono, wacana tersebut masih dalam pembahasan internal, belum disampaikan kepada pemerintah melalui Kementerian Pertahanan untuk diusulkan ke DPR.

Meski demikian, wacana perubahan UU TNI harus dicermati dan dikawal karena berpotensi mengembalikan semangat kekaryaan sekaligus menggerus supremasi sipil. Terlebih saat ini sisa masa tugas anggota DPR periode 2019-2024 tinggal satu tahun sehingga rawan munculnya dorongan dari segelintir anggota yang ingin dianggap berjasa pada TNI dengan cara mengabaikan semangat reformasi.

Tabiat DPR yang hanya menjadi pengetuk palu keinginan pemerintah seperti dalam pengesahan beberapa undang-undang kontroversial, termasuk Omnibus Law Cipta Kerja dan UU KUHP, menjadi alas mengapa kita wajib menolak wacana revisi UU TNI.

Bukan rahasia lagi, DPR saat ini sangat minim dalam pelibatan masyarakat dalam pembentukan undang-undang. Ketika Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Omnibus Law Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, di mana salah satu penyebabnya adalah minimnya pelibatan masyarakat dalam pembentukannya, maka DPR mengubah aturan pembentukan undang-undang.

Seperti diketahui, DPR melakukan revisi terhadap UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), pasca putusan MK terhadap UU Nomor 11 Tahun 2022 Cipta Kerja. Salah satu poin terpenting dari revisi UU P3 adalah agar UU Cipta Kerja dapat dilegalkan tanpa partisipasi masyarakat secara luas karena sudah diwakilkan kepada anggota DPR.

Dengan adanya UU P3 yang baru, maka DPR tinggal ketuk palu ketika Presiden Joko Widodo menggunakan hak prerogatifnya menerbitkan Perppu Cipta Kerja dengan dalih ada perang di Ukraina.

Bila wacana revisi UU TNI yang sata ini masih di Mabes TNI disetujui pemerintah lalu diserahkan kepada DPR, maka jika mengacu pada beberapa kasus di atas, kemungkinan pengesahannya menjadi undang-undang tidak membutuhkan waktu lama. Padahal beberapa materi yang ada dalam draft revisi, membuka perluasan kewenangan TNI di ranah sipil seperti di masa Orde Baru.

Peluang munculnya kembali doktrin dwi fungsi, termaktub dalam usulan penambahan jumlah lembaga yang boleh diisi anggota TNI aktif.

Seperti diketahui saat ini, sesuai aturan dalam Pasal 47 Ayat 2 UU TNI, prajurit aktif dapat berkarir di 10 kementerian dan lembaga negara, yakni Kemeko Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Kementerian Pertahanan, Sekretaris Militer Presiden, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertanahan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung.

Dalam Dokumen Cilangkap, ketentuan itu hendak diperluas menjadi 18 kementerian dan lembaga yakni ditambah dengan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Staf Kepresidenan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Pengamanan Perbatasan, Kejaksaan Agung, serta kementerian atau lembaga yang membutuhkan tenaga dan keahlian prajurit aktif sesuai kebijakan presiden.

Jika usulan terebut diimplementasikan ke dalam perubahan UU TNI, maka sesungguhnya kita sedang melihat kembali wajah dwi fungsi ABRI. Padahal, beberapa usulan pelibatan prajurit TNI di kementerian dan lembaga sebelumnya telah ditolak. Salah satunya perluasan kewenangan TNI di BNPT, bukan lagi di bawah kendali operasi (BKO) kepolisian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun