Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kotak Pandora Itu Bernama Pelanggaran HAM Berat

13 Januari 2023   14:25 Diperbarui: 13 Januari 2023   18:31 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo saat mengumumkan 12 peristiwa pelanggaran HAM berat. Foto: Kompas.com

Tentu kurang elok jika negara hanya mengakui korban yang terjadi pasca G30S/PKI yang umumnya anggota dan simpatisan PKI. Benar, upaya pembersihan terhadap anggota dan simpatisan PKI telah berubah menjadi teror dengan banyak tujuan dan kepentingan sehingga timbul korban dari orang-orang yang sebenarnya sama sekali tidak terhubung dengan PKI. Tetapi hal itu tidak dapat menutupi fakta bahwa korban terbesar berasal dari PKI yang kala itu merupakan kekuatan ideologi politik terbesar ketiga setelah Nasionalis dan Agama (Islam).

Peristiwa kedua yang juga akan menimbulkan perdebatan tanpa ujung karena bersinggungan dengan kepentingan politik saat ini adalah Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa yang terjadi tahun 1997-1998. Saat itu banyak aktivis dan kelompok prodemokrasi yang diculik oleh Tim Mawar yang beranggotakan tentara dari Kopassus.

Nama Letjend (Purn) Prabowo Subianto, mantan Danjen Kopassus dan Pangkostrad, berada dalam pusaran ini. Dalam beberapa kontestasi elektoral sebelumnya, Prabowo yang kini menjabat Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, selalu dikaitkan. Para pelakunya juga sudah diadili dan selesai menjalani hukuman. Bahkan sekarang ada yang masuk ke pemerintahan dan menjabat posisi strategis.

Apakah ahli waris Widji Thukul mau menerima kompensasi sebagai imbas penyelesaian non-yudisial, sementara sampai saat ini tidak diketahui keberadaan penyair yang juga aktivis buruh itu; sudah meninggal dunia atau masih hidup di tempat lain dengan identitas berbeda.

Andai para korban dan keluarga korban, tidak mau menerima penyelesaian non-yudisial, sementara negara telah mengakui adanya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa tersebut, dipastikan akan timbul gejolak tak berkesudahan.

Peristiwa yang juga akan memicu perdebatan sengit jika kasusnya dibawa ke peradilan adalah tragedi Wasior dan Wamena Papua. Peritiswa Wasior terjadi pada tanggal 13 Juni 2001 saat pemerintahan KH Abdurrahman Wahid  (Gus Dur). Sedang tragedi Wamena, 4 April 2003, terjadi kala Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Presiden RI.

Salah satu poin penting dari konstruksi pelanggaran HAM berat adalah adanya keterlibatan (alat) negara dalam peristiwa tersebut, dalam hal ini aparat keamanan. Sementara Presiden adalah Panglima Tertinggi  TNI. Dari perspektif hierarki demikian, maka peristiwa pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh aparat negara, maka secara ex officio Kepala Negara ikut bertanggung-jawab.

Pertanyaan lain yang kemungkinan akan segera mengemuka adalah mengapa Peristiwa penyerbuan kantor PDI, 27 Juli 1996, tidak termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Padahal keterlibatan aparat keamanan dalam peristiwa Kudatuli cukup mencolok. Dari sisi jumlah korban juga tidak kalah banyak. Berdasar laporan Komnas HAM, 5 orang tewas, 149 orang luka-luka, 23 hilang, dan 136 ditahan.

Belum lagi peristiwa pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib, 7 September 2004. Munir diracun dalam pesawat dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam, Belanda. Berbagai kalangan, terutama KontraS, terus menyuarakan pentingnya kasus pembunuhan itu dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat agar pelau sebenarnya tetap bisa diproses secara hukum tanpa batasan waktu.

Sebab banyak yang menyakini, Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot senior Garuda Indonesia, bukan pelaku tunggal. Terlebih hukuman seumur hidup yang dijatuhkan pengadilan dibatalkan Mahkamah Agung (MA) Sementara Muchdi Pr, Deputi V Badan Inteleijen Negara (BIN) 2001-2005, juga divonis bebas murni oleh pengadilan.  

Mengapa kasus pembunuhan Munir tidak dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat? Tentu ini juga akan menjadi pertanyaan yang tidak akan mudah sirna dari ingatan publik, terutama para penggiat civil society.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun