Ambisi Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menjadi kontestan dalam Pemilihan Presiden 2024 terancam gagal. Isu adanya perpecahan di tubuh Golkar yang sudah terendus sejak tahun lalu, semakin kencang berhembus setelah Ketua Dewan Kehormatan Akbar Tandjung secara terbuka memberikan dukungan kepada Anies Rasyid Baswedan sebagai calon presiden.
Isu tersebut telah dibantah elit partai termasuk Ketua Dewan Pakar Agung Laksono yang menyebut Partai Golkar masih solid mendukung pencapresan Airlangga. Pernyataan Akbar, menurut Agung Laksono, sebatas ucapan selamat atas pencapresan Anies. Â
Terlepas mana yang benar, perpecahan di tubuh Golkar menjelang dan sesudah gelaran pilpres bukan hal baru, bahkan seolah menjadi tradisi.
Kader-kadernya boleh mengklaim Golkar partai modern, tidak mengenal pewaris, nir-patron, bebas dinasti, sehingga semua anggota memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi pengurus puncak dan menggunakannya sebagai kendaraan politik.
Namun faktanya Golkar paling tidak mampu mengelola konflik internal. Sulit untuk membenarkan berbagai konflik yang terjadi sebelumnya hanya dinamika biasa karena dampaknya terlalu besar yakni terbentuknya partai-partai baru, diikuti dengan eksodus kader-kader terbaiknya.
Golkar pun sulit menjadi partai besar, bahkan sudah dikalahkan oleh partai sempalannya. Sejak mendulang kemenangan di Pemilu 2004 di bawah kepemimpinan Akbar Tandjung, Golkar belum pernah menjadi jawara lagi.
Perpecahan pertama Golkar terjadi sebelum Pemilu 1999 ketika sejumlah tokoh gaek yang dimotori Jenderal TNI Purnawirawan Edi Sudrajat keluar dan mendirikan Partai Keadilan dan Persatuan (PKP).
Saat itu sedang ramai desakan agar Partai Golkar dibubarkan karena merupakan metamorfosis organisasi sosial politik bentukan rezim orde baru yang baru saja tumbang.
Namun PKP gagal berkembang karena pada Pemilu 1999 hanya memperoleh satu persen dan mengubah namanya menjadi Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) agar bisa mengikuti Pemilu 2004.
Namun PKPI pun gagal memenuhi ambang batas parlemen (parliementary threshold), sementara Golkar  keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara 21 persen lebih.