Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Elektabilitas Prabowo Melejit, Nyata atau Siluman?

22 Februari 2021   17:14 Diperbarui: 22 Februari 2021   19:52 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo Subianto. Foto: tribunnews.com  

Tanpa menyertakan Presiden Joko Widodo, sejumlah lembaga survei menempatkan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan elektabilitas tertinggi. Dari manakah asal suaranya?

Survei terbaru dirilis Parameter Politik Indonesia (PPI). Dari hasil survei top of mind untuk calon presiden yang digelar 3-8 Februari 2021, Prabowo yang kini menjabar Menteri Pertahanan, berada di urutan pertama dengan elektabitas sebesar 19,9 persen.

Elektabilitasnya semakin melonjak saat capres dikerucutnya menjadi 15 nama di mana Prabowo meraup 22,1 persen dan 10 nama (23,1 persen).
Di urutan kedua ada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan (11,9 persen), disusul Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo (11,3 persen). Untuk 15 nama, elektabiltas Anies 14,6 persen dan Ganjar 13,9 persen.

Sedang untuk 10 nama, elektabilitas Anies 15,2 persen, Ganjar 14,9 persen, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil 6,8 persen dan Menteri Sosial Tri Rismaharini 6,5 persen.  

Hasil survei adalah gambaran kondisi saat ini. Hasilnya sangat mungkin berbeda dengan 2024 mendatang. Fakta menunjukkan, suara perolehan kandidat dalam kontestasi elektoral, termasuk pemilihan umum, seringkaali berbeda dengan hasil survei.

Artinya, hasil survei tidak dapat dijadikan tolok-ukur hasil kontestasi sebenarnya. Terlebih, bukan rahasia lagi, banyak lembaga survei yang bekerja sebagai tim politik kandidat sehingga survei yang dilakukan untuk kepentingan kliennya.

Dalam konteks itu, kita pun bertanya apakah PPI melakukan survei untuk kepentingan tokoh tertentu?

Jika jawabannya tidak, dengan tetap mengapresiasi kinerja dan metodologi yang digunakan, timbul pertanyaan, dari mana suara dukungan untuk Prabowo dalam survei tersebut?

Sebab setelah Prabowo, dan Sandiaga Uno,  bergabung dalam kabinet Jokowi -- Ma'ruf Amin yang menjadi lawannya di Pilpres 2019, kita mendengar adanya kekecewaan dari kelompok pendukungnya. Jumlah pastinya sulit diukur, namun sulit untuk tidak mengatakan "cukup signifikan".

Sementara untuk menyimpulkan Prabowo mendapat dukungan dari pendukung Jokowi, rasanya terlalu jauh. Pendukung Jokow-Ma'ruf, setidaknya yang tergambar di sejumlah akun media sosial, masih sulit untuk menerima Prabowo setelah berbagai isu digoreng selama masa kampanye. Luka yang timbul belum sepenuhnya kering.  

Benar, Prabowo masih mendapat kepercayaan dari kader-kader Partai Gerindra. Tetapi komposisi kader, relawan dan pemilih Partai Gerindra tentu sangat cair. Dari fakta selama ini terbukti, pemilih partai tidak linier dengan pemilih kandidat dalam kontestasi elektoral.

Kita menghargai keberadaan lembaga survei sebagai bagian dari pernak-pernik demokrasi. Hasil survei juga dapat dijadikan pelecut kinerja tim sukses kandidat atau calon kandidat baik yang elektabilitasnya diposisikan sedang melejit maupun yang sedang turun.

Namun kita menolak keras hasil survei yang dimaksudkan untuk tujuan lain dengan cara mengabaikan metodologi dan norma demokrasi. Kita menolak rilis hasil survei yang tidak didasarkan pada kondisi sebenarnya.

Apalagi jika survei dimaksudkan untuk menjatuhkan sosok tertentu dengan cara memanipulasi "cara" survei. Hasil survei demikian itu dapat mereduksi makna demokrasi karena masyarakat dijejali dengan informasi bohong.

Sekali lagi kita berharap, hasil survei yang menempatkan elektabilitas Prabowo di posisi teratas benar-benar sesuai kondisi di lapangan saat ini. Tidak dimaksudkan untuk meninabobokan Partai Gerindra agar kembali mengusung Prabowo di Pilpres 2024.

Sebab kita tengah mendorong jago-jago tua untuk mundur dari pentas Pilpres 2024. Berikan kesempatan kepada pemimpin-pemimpin muda.

Khusus bagi Prabowo, tentu bukan laga yang dirindukan jika harus berhadapan dengan Gibran Rakabuming Raka atau Agus Harimurti Yudhoyono di pentas Pilpres 2024. Menang pun tidaklah hebat, apalagi kalah.

Salam @yb

Baca juga: Kudeta Militer, Daw Suu dan Gus Dur 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun