Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menilik Kritik Keras ICJR terhadap Polri dari Kasus Luhut-Said Didu

8 April 2020   15:45 Diperbarui: 8 April 2020   16:24 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kapolri Jenderal Idham Azis. Foto: KOMPAS.com/Kristianto Purnomo

Kapolri menerbitkan Surat Telegram bernomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 tentang pedoman pelaksanaan tugas selama masa pencegahan Covid-19. Telegram tertanggal 4 April 2020 yang ditandatangani Kepala Bareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo tersebut mendapat kritik tajam dari sejumlah pihak.

Salah satunya dari Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus AT Napitupulu. Poin yang dikritik adalah instruksi Kapolri Jenderal Idham Azis agar anggotanya melaksanakan patroli siber untuk memonitoring berita dan opini hoaks terkait kebijakan pemerintah dalam menangani Covid-19.

Dalam telegram tersebut seperti dikutip dari KOMPAS.com, berbunyi "Masyarakat yang menghina Presiden Joko Widodo dan pejabat pemerintah lainnya dalam menangani Covid-19 di media sosial dapat terancam sanksi pidana".    

Warga yang melakukan penghinaan  sebagaimana dimaksud dalam telegram tersebut akan dijerat dengan pasal 207 KUHP.

ICJR menuding pandemi korona dijadikan momen oleh aparat penegak hukum untuk membungkam kebebasan berpendapat secara eksesif dengan pasal-pasal UU Informasi dan Transaksi Elektronik serta KUHP.  

Terlebih, menurut Napitupulu, pasal-pasal dalam KUHP yang berkenaan dengan  penghinaan terhadap presiden yakni pasal 134, 136, dan 137 KUHP telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 013-022/PUU-IV/2006.

Sementara anggota Fraksi PPP di DPR, Arsul Sani mengingatkan agar kepolisian tidak bertindak sewenang-wenang dan tetap memperhatikan prinsip due process of law yakni proses hukum yang baik, benar dan adil.

Terkait poin penghinaan terhadap presiden, Arsul mengingatkan keberadaan Surat Edaran Kapolri Nomor 6 Tahun 2015 yang mewajibkan anggota Polri untuk melakukan pencegahan sebelum penindakan hukum terhadap kasus ujaran kebencian dan oenyebaran hoaks.  

Keberadaan surat telegram Kapolri nomor ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 menjadi menarik di tengah perseteruan yang terjadi antara Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) dengan mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu (MSD).

Kasus ini berawal ketika MSD mengungah video di YouTube berjudul MSD: Luhut Hanya Pikirkan Uang, Uang dan Uang.  LBP melalui juru bicaranya, Jodi Mahardi, memberi waktu 2x24 jam agar MSD meminta maaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun