Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Ketika Indonesia Kalah oleh Kampanye Teroris

11 Februari 2020   20:42 Diperbarui: 12 Februari 2020   09:02 1649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menko Polhukam Mahfud Md. Foto: KOMPAS.com/Rakhmat Nur Hakim

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menyebut pemerintah telah memutuskan untuk tidak memulangkan warga negara Indonesia yang pernah bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS). Pertimbangannya adalah rasa aman bagi 267 juta penduduk Indonesia.

Meski tegas menyebut hasil rapat di Istana Bogor yang dipimpin Presiden Joko Widodo memutuskan tidak akan memulangkan foreign terrorist fighter (FTF) alias petempur teroris, namun tidak ada frasa yang menyebut 689 orang (berdasar data CIA) yang kini tinggal di berbagai pengungsian di Suriah, Irak dan Turki telah kehilangan kewarganegaaraan.

Bahkan Mahfud menyebut pemerintah masih akan mendata lebih detail dan tetap membuka kemungkinan memulangkan anak-anak tanpa orang tua yang masih berusia di bawah 10 tahun.

Pernyataan Mahfud cukup menarik jika dilihat dari sisi kewarganegaraan. Pemerintah sepertinya memang tidak mampu berkelit dari fakta bahwa UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan tidak memberi ruang untuk mencabut status WNI ke -689 orang tersebut. Fakta ini sekaligus membungkam mereka yang dengan enteng mengatakan orang-orang itu bukan WNI lagi.

Dari pernyataan Mahfud (baca: pemerintah) jelaslah bahwa mereka masih tetap berstatus WNI tetapi pemerintah menolak memulangkan karena alasan faktor keamanan di mana mereka memiliki potensi menjadi teroris baru di Indonesia. Pemerintah lebih mengutamakan keamanan bagi 267 juta WNI yang berada di Indonesia.

Kita sepandapat, pemerintah harus berani mengambil keputusan tegas terkait keberadaan WNI eks ISIS. Pemulangan mereka bukan solusi dan memang sangat mungkin akan menimbulkan kegaduhan. 

Jika pun bukan mereka yang menjadi teroris, bisa saja gangguan itu timbul dari pihak-pihak yang sudah antipati dan menganggap mereka sebagai teroris.

Tetapi kita menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan ambivalen. Sebab jika pemerintah masih mau mengakui mereka sebagai WNI, mestinya diberikan perlindungan sebagaimana yang diamanatkan oleh UU. 

Bukankah selama ini terhadap WNI yang sudah melakukan kejahatan di luar negeri, pemerintah juga tetap memiliki kewajiban untuk melindunginya?

Silahkan lihat kembali kasus-kasus pelaku pembunuhan yang dilakukan WNI di luar negeri dan bagaimana sikap pemerintah selama ini. Jika terhadap mereka yang sudah jelas-jelas melakukan kejahatan, melanggar hukum di negara lain, pemerintah sesuai amanat UU, masih berkewajiban melakukan pembelaan, mengapa hal yang sama tidak dilakukan terhadap mantan ISIS sementara belum ada bukti mereka melakukan kejahatan?

Bahwa ISIS itu kelompok teror, pemberontak, penjual ayat agama dan seabrek istilah kriminal lainnya, kita tidak menolak. Memang demikian itu adanya. Tetapi perbuatan ISIS (negara?) tidak bisa lantas dibebankan kepada seluruh "rakyatnya", apalagi sekedar simpatisannya. 

Apakah seluruh rakyat Jerman, juga Jepang, menjadi pesakitan usai Perang Dunia Kedua karena negaranya secara sistematis melakukan kejahatan kemanusiaan?

Lebih "aneh" lagi ketika pemerintah menggunakan alasan demi melindungi keamanan 267 juta jiwa WNI yang ada di dalam negeri. Sedemikian berbahayakah 689 orang eks ISIS itu sehingga sanggup mengancam keamanan seluruh rakyat Indonesia?

Kita melihatnya sebagai hiperbola karena gagal mencari alasan yang lebih tepat. Jika negara sudah tidak mampu memberikan hak terhadap warganya dengan alasan "takut pada propaganda" teroris, apa lagi yang dapat kita banggakan?

Jargon bahwa negara tidak boleh kalah oleh teroris dan terorisme salah satunya adalah dengan tidak takut pada ancaman, propaganda dan isu-isu lain baik yang diproduksi dengan tujuan teror maupun kampanye oleh lawan dengan tujuan mendiskreditkan.  

Bahwa kombatan ISIS kejam luar biasa, tidak ada yang membantah. Demikian juga kekejaman yang dilakukan Pol Pot dan anteknya di Kamboja, Slobodan Milosevic dan anteknya di Serbia, kesatuan Kempeitai Jepang di berbagai negara jajahannya, hingga Waffen-SS di Jerman, pasukan Boko Haram di Negeria, nasionalis Budha di Burma dan lain-lain.

Tidak ada yang membantah. Tetapi apakah seluruh warganya, keluarga kesatuannya, juga melakukan kekejaman itu dan harus ikut memanggung perbuatan suami, tetangga, saudara "sebangsanya", sehingga juga harus ikut dimusnahkan?

Kesalahan mereka perlu dibuktikan terlebih dahulu sebelum memberikan label, sebelum menjatuhkan hukuman! Kejahahtan bersifat individual. Jika pun sistematis, oleh lembaga, maka hukuman diurutan berdasar hierarki kekuasaan yang dimiliki.  

Jangan mudah menyamaratakan karena ketika kita bertanya apakah perbuatan jahat satu orang, satu kelompok mewakili satu ras, satu bangsa, pasti akan mendapat kecaman dan akan dianggap rasis.

Kita masih berharap pemerintah mau memikirkan persoalan WNI eks ISIS secara lebih komprehensif tanpa kecurigaan berlebihan, apalagi motif lain. Jika memang tidak boleh kembali ke Indonesia, minimal berikan hak-hak dasar mereka sebagai warga negara.

Ingat, negeri ini tidak hanya dibangun oleh mereka yang saat ini mampu membayar pajak, yang saat ini duduk nyaman dengan segala hak yang didapat. 

Negeri ini juga dibangun oleh mereka yang saat ini sedang berbeda pendapat dengan penguasanya, oleh mereka yang saat ini sedang tidak sejalan dengan pemikiran saudara-saudaranya.

Jika mereka dianggap bersalah, panggil dan hukumlah sesuai perundang-undangan yang berlaku. Jangan mengggunakan asumsi, apalagi propaganda dan ketakutan pada bayangan, untuk menghukum mereka.

Bijaklah berpikir, bahkan terhadap musuhmu sekali pun!

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun