Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Panja Jiwasraya, Obat Gatal untuk Kanker

22 Januari 2020   07:19 Diperbarui: 22 Januari 2020   08:46 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Jiwasraya. Foto: KOMPAS.id/Priyombodo

Rekomendasi panja tidak lebih dari saran DPR (baca: komisi) kepada pemerintah. Karena tidak mempunyai daya tekan yang kuat, pihak-pihak yang menjadi objek panja cenderung abai terhadap rekomendasi yang diberikan, terlebih jika dianggap "merugikan".

Bagaimana dengan pansus?

Selain beranggotakan lintas fraksi dan komisi, rekomendasi pansus menjadi keputusan DPR yang disahkan melalui paripurna. 

Kedudukannya cukup kuat dan memiliki konsekuensi karena dapat menjadi pintu menuju Angket manakala ditemukan adanya kebijakan pemerintah yang mengarah pada pelanggaran UU.

Meski proses pembentukan Angket tidak selalu demikian- karena pada hakekatnya cukup atas usulan 25 anggota DPR dari dua fraksi atau lebih, tetapi dengan adanya pansus, terlebih sudah ditemukan materi pelanggaran yang kuat, dorongannya jauh lebih kuat.

Nah, sekarang apa tujuan DPR "ikut-campur" dalam penanganan skandal Jiwasraya? Jika sekedar ingin memastikan proses hukum berjalan dan uang nasabah dilindungi, maka pansus terlalu besar.

Sebaliknya, jika DPR melihat ada unsur lain di balik skandal, semisal dugaan keterlibatan "pemerintah", maka panja tidak efektif untuk mengurai kasusnya. Sebab untuk membongkar unsur tersebut akan melibatkan banyak pihak yang bukan menjadi mitra kerja Komisi XI maupun VI.

Membentuk panja untuk mengurai kasus yang memiliki tendensi politik sama halnya dengan memberi obat gatel kepada penderita kanker alias mubazir.

Tentu saja PKS, terlebih Demokrat, ingin pansus karena menduga ada tangan tak terlihat, "peristiwa lain" di balik skandal Jiwasraya. Demokrat juga ingin "balas dendam" karena dulu fraksi-fraksi yang kini menolak pansus adalah inisiator Pansus Bank Century.

Apalagi sebelumnya ada narasi jika Jiwasraya sudah keropos sejak pemerintahan SBY- yang kini Ketua Umum Partai Demokrat. Juga adanya fakta mantan anggota Kepala Staf Kepresidenan yang ikut tersangkut.

Dari konstruksi di atas, maka sebaiknya, jika memang tidak dapat membentuk pansus, DPR juga tidak perlu membentuk panja, apalagi sampai dua panja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun