Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Sosok Artikel Utama

Gibran Belum Layak untuk Pilwakot Solo

28 Juli 2019   09:26 Diperbarui: 28 Juli 2019   13:54 1001
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gibran bersama istri. Foto: KOMPAS.com/Labib Zamani

Dinasti politik sudah dianggap lumrah. Bahkan di negara-negara kampiun demokrasi seperti Amerika Serikat. Tetapi hal itu bukan alasan kuat bagi Gibran Rakabuming Raka, untuk maju di Pilwakot Solo, Jawa Tengah, apalagi menjadi menteri dalam kabinet mendatang.

Putra sulung Presiden Joko Widodo ini memang tengah menjadi pembicaraan setelah namanya masuk dalam survei bakal calon wali kota Solo. Bukan hanya sejumlah tokoh, respon positif juga datang dari sejumlah partai seperti PSI, PDI-P, bahkan PKS.  Terlebih PKS adalah pengusung Jokowi di Pilwakot Solo 2010.

Sebelumnya nama Gibran juga masuk dalam daftar calon menteri dalam kabinet Jokowi -- Ma'ruf Amin berdasarkan hasil survei Arus Survei Indonesia.  Pemilik gerai waralaba Markobar ini berada di urutan ke-8 untuk kategori kalangan milenial yang dinilai layak menjadi menteri. 

Gibran berada dalam satu barisan dengan Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, bos Gojek Nadiem Makarim, bos Bukalapak Achmad Zaky, pengusaha Witjaksono, aktifis Inayah Wahid hingga artis peran Dian Sastrowardoyo.

Gibran belum memberikan pernyataan tegas apakah dirinya akan maju dalam Pilwakot Solo ataukah menolak. Tetapi jika desakan semakin kuat, bukan mustahil Gibran akan mengikuti jejak ayahnya yang menjadi Wali Kota Solo sejak 2005 -- 2012. Terlebih Jokowi sendiri sudah menyatakan siap mendukung keputusan anaknya.      

Bukan hanya dari keluarga Jokowi, putri Wakil Presiden Terpilih Ma'ruf Amin yakni Siti Nur Azizah bahkan sudah menyatakan siap bertarung dalam Pilkada Tangerang Selatan 2020. Spanduk dan baliho bergambar wajah perempuan kelahiran Jakarta, 5 September 1972 itu sudah terpampang di sejumlah sudut jalan Tangerang Selatan.

Selain lumrah, terjunnya putra-putri penguasa dalam kontestasi politik juga bagian dari hak konstitusional setiap warga bangsa. Tidak ada aturan yang dilanggar. Terlebih ketentuan "tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana" yang ada dalam UU Pilkada sebelumnya telah dihapus di dalam UU Pilkada terbaru yakni UU No 10 Tahun 2016.

Lagi pula larangan dalam ayat yang sudah dihapus tersebut hanya berlaku untuk anggota keluarga kepala daerah petahana (incumbent) ikut mencalonkan diri sebagai kepala daerah di tingkat kota/kabupaten. Artinya, tidak menjangkau kepada presiden maupun wakil presiden.

Tetapi setidaknya ada dua alasan mengapa keluarga presiden maupun wakil presiden sebaiknya tidak ikut dalam kontestasi pilkada.

Pertama, masih rendahnya kepercayaan publik terhadap netralitas pemangku kekuasaan dalam kontestasi politik yang melibatkan dirinya dan keluarganya. Munculnya larangan bagi keluarga petahana mencalonkan diri dalam kontetasi politik di daerah merupakan jawaban atas kecenderungan tersebut.

Jika kemudian larangan tersebut dihapus sesuai putusan MK, bukan berarti sudah tidak ada penyalahgunaan kekuasaan terkait hal itu, tetapi lebih pada penghormatan terhadap kesetaraan hak konstitusional setiap warga bangsa.  

Meski kita meyakini Jokowi dan Ma'ruf Amin tidak akan memanfaatkan pengaruh dan fasilitas negara untuk mendukung anaknya, tetapi sebagian masyarakat tetap belum bisa mempercayainya. 

Kemenangannya akan dicurigai sebagai kemenangan orang tuanya, sementara jika kalah, orang tuanya juga ikut terdampak. Benar Jokowi dan mungkin juga Ma'ruf Amin sudah tidak maju di Pilpres 2024, tetapi kekalahan anaknya tetap akan menodai kegemilangan karir politiknya.

Kedua, Presiden Jokowi telah menjadi contoh bagaimana dirinya memisahkan kepentingan keluarga dengan urusan negara. Sikap Gibran dan juga Kaesang Pangarep yang memilih tetap berjualan  martabak dan pisang goreng, tidak masuk dalam lingkar kekuasaan atau bermain proyek, adalah nilai positif yang mestinya tetap dijaga.

Menunggu 5 tahun lagi, setelah orang tuanya tidak lagi berada di Istana, jauh akan lebih terhormat dibanding memaksakan diri untuk maju saat ini. 

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun