Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Menyayangkan KPU yang Tidak Hadirkan Saksi Fakta

20 Juni 2019   18:10 Diperbarui: 21 Juni 2019   08:30 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua KPU, Arief Budiman (tampak muka) pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6/2019). Foto: KOMPAS.com/Antara/Galih Pradipta

Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya menghadirkan satu saksi ahli Informasi Teknologi dalam sidang lanjutan sengketa Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK). Tim hukum Joko Widodo - Ma'ruf Amin selalu pihak terkait dalam sidang PHPU, juga mempertimbangkan tidak akan mengajukan saksi fakta.

Sejatinya KPU menyiapkan dua saksi ahli. Namun saksi ahli Dr. W. Riawan Tjandra, SH, M.Hum hanya mengirim makalah yang kemudian diberikan oleh KPU kepada majelis hakim MK.

Mengapa pihak termohon dan terkait tidak menghadirkan saksi fakta? 

Menurut pengacara KPU Ali Nurdin seperti dikutip dari KOMPAS TV, dari tiga persoalan yang dibeber saksi dari pemohon tim hukum BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Salahudin Uno, di antaranya yakni C7 sudah diselesaikan di Sidoarjo, Jawa Timur dan kertas suara dicoblos oleh anggota KPPS, sudah diselesaikan atas rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) termasuk dilakukan pemilihan suara ulang (PSU).

Demikian juga terkait netralitas Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu, sudah diselesaikan oleh Bawaslu dan Sentra Gakumdu setempat. Dengan demikian, menurut Ali Nurdin, tidak ada materi persidangan yang harus dibantah. 

Sedang terkait ahli situng yang dihadirkan, Ali Nurdin menyebut karena dalil-dalil yang disampaikan ahli pemohon tidak relevan sehingga perlu dijawab. Ali Nurdin menilai saksi ahli yang dihadirkan berhasil membuktikan KPU tidak pernah melakukan rekayasa terhadap situng.

Kedua, KPU sudah memberikan bukti surat sebanyak satu kontainer. Bukti tersebut berasal dari KPU kabupaten/kota. Berdasarkan ketentuan pasal 36 Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2018, alat bukti untuk persidangan di MK berupa surat atau tulisan, keterangan para pihak, keterangan saksi, keterangan ahli, keterangan pihak lain, alat bukti lain, dan petunjuk.

Sedang Ketua Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra juga menyebut tidak akan menghadirkan banyak saksi fakta karena saksi fakta yang dihadirkan pemohon lawan gagal membuktikan hal-hal yang didalilkan dalam posita dan dimohonkan dalam petitum pemohon.

Menurut Yusril, pihaknya hanya akan menghadirkan saksi ahli. Salah satunya guru besar pidana untuk mematahkan argumen kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang didalilkan pemohon.

Kita menghargai sikap percaya diri pengacara KPU yang tidak menghadirkan saksi fakta. Demikian juga jika pihak terkait melakukan hal yang sama. Tetapi sepertinya KPU melupakan satu hal bahwa persidangan di MK berlangsung terbuka. Publik mungkin saja membutuhkan informasi lebih jauh terkait tuduhan-tuduhan yang dilemparkan pemohon.

Salah satunya terkait posisi cawapres Ma'ruf Amin di Dewan Pengawas Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Menurut saksi ahli Said Didu yang dihadirkan pemohon, berdasarkan UU BUMN, anak BUMN bukan BUMN. Tetapi jika dilakukan pendekatan secara hukum, Dewan Pengawas anak usaha BUMN termasuk pejabat BUMN. 

Said Didu mencontohkan ketika dirinya selaku Sekretaris Kementerian BUMN tahun 2009 meminta agar dirut Semen Padang yang merupakan anak usaha Semen Gresik mundur ketika ikut dalam kontestasi pilkada di Sumatera Barat.

Dalam hal kewajiban pejabat yang harus melapor LHKPN ke KPK, pengurus anak usaha BUMN termasuk pejabat yang diwajibkan.

Publik tentu ingin mendapat kepastian, setidaknya opini pembanding dari saksi KPU. Jika kesaksian ahli KPU terkait hal ini hanya diberikan kepada hakim, akan merugikan KPU sendiri terkait karena opini publik hanya berdasar keterangan saksi ahli pemohon.

Demikian juga terkait adanya lima nama fiktif dalam DPT di Surabaya yang beralamat di rumah saksi yang dihadirkian pemohon. Pertanyaan pihak KPU, apakah saksi mengetahui lima nama itu kemudian ikut memberikan suara atau tidak, yang dijawab tidak tahu, tidak menjelaskan apa pun.

Sulit menerima klaim bahwa tidak ada "kesalahan" di DPT bersangkutan hanya karena saksi tidak tahu apakah nama-nama yang beralamat di rumahnya memberikan suara atau tidak. Sebab jawaban saksi mengandung dua kemungkinan lima nama tersebut mencoblos dan tidak mencoblos.

KPU memiliki tanggung jawab untuk memberikan opini yang bisa mematahkan dalil pemohon dan keterangan saksi pemohon kepada publik, bukan hanya kepada hakim, karena di situlah esensi persidangan terbuka. Akan sangat berbahaya jika keputusan hakim berbeda dengan opini publik, meski tanpa dimaksudkan bahwa setiap putusan hakim harus sejalan dengan opini publik.

Demikian juga terkait amplop yang dibawa saksi pemohon. Setelah melakukan pencocokkan, KPU secara implisit mengatakan amplop tersebut memang dikeluarkan pihaknya, namun belum pernah dipakai yang dibuktikan tidak adanya bukti lem atau tulisan terkait jumlah kertas suara dalam amplop.

Pemirsa TV yang mengikuti persidangan di MK tentu bertanya-tanya, bagaimana mungkin dokumen negara, sekalipun tidak dipakai, bisa dibuang begitu saja tanpa berita acara. Mestinya KPU menghadirkan saksi untuk menjawab benarkah ada amplop berserakan di halaman kecamatan, jika benar bagaimana proses amplop tersebut bisa berserakan di tempat itu. Jika sengaja dibuang, apakah sudah diputuskan melalui pleno dan dibuktikan dengan berita acara, atau ada sebab lain?

Ketika tim hukum pemohon bertanya bagaimana amplop tersebut bisa berserak di halaman kantor kecamatan dan dengan ketus dijawab tim KPU "silakan tanya saksi anda, bos" jelas sangat tidak sesuai dengan ekpektasi mereka yang ingin melihat proses persidangan secara transparan dengan menghadirkan saksi dan argumen yang berbobot dari semua pihak yang beracara.

Semoga dalam persiadangan berikutnya, pihak terkait dapat menghadirkan saksi fakta dan ahli yang mampu menjawab secara terbuka dan jelas dalam rangka mematahkan dalil pemohon. Sebagian dari publik mungkin tidak hanya peduli dengan putusan majelis hakim MK semata namun juga prosesnya. 

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun