Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Pemerintahan Jokowi Bentuk Neo-Orde Baru? Ini Fakta-faktanya

11 Juni 2019   10:31 Diperbarui: 11 Juni 2019   10:35 791
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo. Foto : KOMPAS.com/Garry Andrew Lotulung 

Tuduhan pemerintahan Joko Widodo -- Jusuf Kalla sebagai neo-orde baru yang menjadi dasar gugatan kubu Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno ke Mahkamah Konstitusi (MK) cukup mencengangkan karena keluar dari  konteks sengketa pemilihan presiden.

Dua pertanyaan besarnya adalah, apakah jika pemerintahan Jokowi merupakan neo-orde baru, melanggar aturan Pilpres 2019? Pertanyaan berikutnya, fakta-fakta mana yang bisa dijadikan alas penguat tuduhan (argumen) tersebut?

Tudingan pemerintahan Jokowi  - JK mirip orde baru bukan sekali ini didengungkan. Bahkan jauh sebelumnya sejumlah elemen, termasuk Kontras pernah mengungkapkan hal serupa. Tetapi menjadi hal itu sebagai materi gugatan, setidaknya  argumen pemohon, dalam sengketa pilpres, tetap mengejutkan.

Sebab secara umum, materi gugatan berkisar pada adanya dugaan kecurangan yang menyebabkan salah satu pasangan peserta kontestasi kehilangan suara yang diperoleh. Materi lain adalah adanya dugaan kecurangan yang bersifat pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) sehingga mempengaruhi hasil pilpres.

Alih-alih membawa bukti kecurangan di ribuan TPS seperti yang dituduhkan selama ini, tim hukum Prabowo -- Sandi yang dikomandoi Bambang Widjojanto justru menyoal  pemerintahan Jokowi -- JK karena diduga neo-orde baru. Bahkan dalam perbaikan pemohon Senin (10/6) kemarin, Bambang menyoal posisi Ma'ruf Amin sebagai Ketua Dewan Pengawas di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah.  

Tentu naif mengatakan Bambang Widjojanto tidak paham undang-undang, apalagi tata cara beracara di MK. Bambang memiliki track record mentereng dalam hal penegakan hukum dan sangat ahli di bidangnya. Catatan kemenangan beberapa perkara di MK menjadi alasnya.  

Bahwa Bambang pernah disangka melakukan tindak tidak terpuji dalam perkara gugatan Pilkada Kotawaringin Barat tahun 2010 lalu, yang kini kembali dicuatkan, tidaklah menggugurkan prestasi yang pernah diraih.  Sepakterjangnya selama ini bisa menjadi garansi seorang Bambang Widjojanto tidak mungkin melakukan perbuatan culas tersebut. Terlebih dirinya bukan pengacara flamboyan yang tubuhnya dibalut manik-manik bernilai milyaran rupiah.

Apa yang dilakukan Bambang Widjojanto dan kawan-kawan sepertinya sebuah perangkap untuk menjebak kubu Jokowi agar terbawa dalam perdebatan tersebut sehingga pada akhirnya harus membuktikan jika pemerintahan Jokowi bukan perwujudan neo-orde baru. Meski ada aturan di MK di mana beban pembuktian ada di pihak yang mendalilkan perkara, tetapi dalam perkara ini Bambang akan menggiring sehingga pihak tergugat pun harus menghadirkan bukti untuk menyangkal tuduhan yang dilemparkan.    

Dari urai tersebut, sudah terbayang jika proses peradilan di MK akan berlangsung seru. Terlebih di kubu Jokowi -- Ma'ruf ada nama yang tidak kalah gahar yakni Yusril Ihza Mahendra, pakar hukum Tata Negara yang tidak perlu diragukan kepiawaiannya dalam beracara di pengadilan. Oleh karenanya kita berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan elegan tanpa perlu dibumbui intrik pribadi, apalagi menyerang sisi yang tidak relevan seperti pribadi Bambang maupun Yusril.

Kembali kepada pokok bahasan, apakah  pemerintahan Jokowi -- JK neo-orde baru? Jika didasarkan pada satu-dua kebijakan, ada kemungkinan ke arah itu. Contohnya pembentukan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di mana Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri duduk sebagai Ketua Dewan Pengarah. BPIP sangat mirip dengan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Uraian selengkapnya di sini 

Contoh lainnya, masih ada beberapa pejabat era orde baru yang berada di pemerintahan saat ini. Salah satunya Menko Polhukam Wiranto. Jabatan serupa pernah diemban mantan Panglima ABRI tersebut di masa Soeharto yang menjadi representasi orde baru. Kebijakan Wiranto baru-baru ini yakni pemblokiran beberapa fitur media sosial dan pembentukan tim pengawas pikiran dan ucapan tokoh masyarakat, cukup membuat miris karena hampir mirip dengan kebijakan orde baru.

Sementara Kontras pernah menyoroti adanya kriminalisasi terhadap kritik, pembubaran diskusi dan lahirnya kebijakan yang berujung pada sikap represif penguasa.

Tetapi sangat gegabah jika hanya mendasarkan hal-hal tersebut menjadi bukti pemerintahan Jokowi -- JK sebagai neo-orde baru, apalagi sampai dijadikan alas untuk mendiskualifikasi pasangan Jokowi -- Ma'ruf dari kontestasi pilpres. Beda halnya jika Bambang Widjojanto memiliki alat bukti lain yang masih disimpan, atau tim Yusril terpeleset dalam menangkis argumen penggugat.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun