Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ini Alasan Demokrat Tidak Berani Hengkang dari Kubu Prabowo

10 Juni 2019   15:55 Diperbarui: 10 Juni 2019   20:47 1359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY dan Prabowo. Foto: KOMPAS.com/Antara

Kegaduhan yang diciptakan Partai Demokrat belum juga surut, termasuk mewacanakan pembubaran Koalisi Indonesia Adil Makmur (KIAM) dan Koalisi Indonesia Kerja (KIK). Meski sering berbeda pandangan, bahkan kadang berseberangan, dengan Partai Gerindra dan PKS, namun Demokrat tetap belum mengambil keputusan tegas apakah masih di KIAM atau sudah menyeberang ke KIK. Mengapa demikian?

Seperti diketahui, dalam sebulan terakhir, kader-kader Partai Demokrat seperti bergantian menciptakan keriuhan. Jika salah satu kader melempar isu, namun respon yang diterima dianggap kurang menguntungkan karena tidak sesuai target, maka kader lain segera menutupinya. Jika respon publik cukup positif, maka isu tersebut akan diperkuat dengan statemen serupa dari pengurus partai yang lebih dekat dengan lingkar dalam (inner circle) Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sehingga bisa ditafsirkan sebagai kebijakan resmi partai.

Contohnya isu terkait posisi Demokrat di KIAM yang mengusung Prabowo Subianto -- Sandiaga Salahudin Uno. Awalnya, Kepala Divisi Advokasi dan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean melontarkan statemen jika partainya sudah merasa tidak berada dalam kubu KIAM.  Pernyataan tersebut dipicu pernyataan Prabiwo yang menyinggung pilihan politik Ani Yudhoyono.

Di luar dugaan, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga memberikan respon yang intinya mempersilakan Demokrat keluar dari KIAM. Harapan agar statemen tersebut disambut baik KIK, terutama Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo -- Ma'ruf Amin, ternyata juga tidak menjadi kenyataan. Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Johnny G Plate menyebut Demokrat harus tegas jika memang keluar dari KIAM.

"Mereka bergabung BPN itu melalui dokumen, dukungan formal secara organisatoris. Keluarnya PD dari BPN juga harus secara formal, datang dari pucuk pimpinan, dari SBY, bukan dari anak buah," ujar Plate.

Karena kurang menguntungkan, Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Pandjaitan buru-buru "mengklarifikasi" pernyataan Hutahaean. Menurutnya, ibarat pertandingan sepakbola, proses Pilpres 2019 belum selesai karena BPN mengajukan gugatan terhadap keputusan KPU yang memenangkan Jokowi -- Ma'ruf ke Mahkamah Konsitusi.

"Mari kita ikuti dan lakoni bersama sampai selesai. Itulah esensinya berkoalisi dan PD setia berada di jalur itu," sebut Hinca.

Mengapa Demokrat belum secara tegas memutuskan keluar dari KIAM padahal kecenderungan bergabung ke KIK sudah teruar secara telanjang? Jika dilihat dalam konteks politik kekinian, safari lebaran Komandan Kogasma Agus Harimurti Yudhoyono dan adiknya, Edhie Baskoro Yudhoyono ke Presiden Jokowi dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, bukan tanpa tujuan. Sulit untuk mempercayai kunjungan tersebut hanya sebatas halal-bihalal.

Kemungkinan terbesarnya, Demokrat belum mendapat jaminan posisi di kabinet Jokowi -- Ma'ruf. Jika saat ini Demokrat keluar dari KIAM, posisi tawarnya menjadi lemah. Dengan menggunakan KIAM, Demokrat bisa "menekan" kubu Jokowi. Sebab jika Demokrat, dan juga PAN, tetap berada di KIAM hingga pelantikan anggota DPR/MPR dan DPD Oktober mendatang, KIK belum tentu bisa merebut kursi pimpinan MPR yang akan dilakukan secara voting.

Sebab KIAM diprediksi memiliki 226 kursi di DPR yang terdiri dari Gerindra (78 kursi), Demokrat (54 kursi), PKS (50 kursi) dan PAN (44 kursi). Jika KIAM bisa menggandeng DPD, jumlah totalnya menjadi 362 kursi atau 50% lebih dari total kursi MPR (gabungan DPR dan DPD) sebanyak 711.  
Dari sisi ini, Demokrat merasa masih bisa menjadi kartu truf untuk menggenapi ambisi kubu Jokowi menguasai kursi ketua DPR dan MPR. Demokrat ingin sebelum keluar dari KIAM, sudah ada jaminan posisi yang akan diperoleh AHY atau kader Demokrat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun