Jokowi juga cenderung tidak peduli pada tekanan pihak mana pun dalam memilih pembantunya. Kritik terhadap Menteri BUMN Rini Soemarno yang dianggap kurang mampu menahkodahi kementerian yang mengatur ratusan perusahaan negara, bisa dijadikan contoh.Â
Demikian juga tekanan untuk mengganti Jaksa Agung M. Prasetyo. Jokowi tidak pernah menggubrisnya karena memiliki pertimbangan sendiri. Terbukti kabinetnya tetap solid hingga akhir masa kerjanya.
Dari asumsi itu juga, kemungkinan terbentuk kabinet rekonsiliasi masih jauh, kecuali ada pertemuan dengan Prabowo sebelum tanggal 20 Oktober dan menghasilkan kesepakatan yang konstruktif. Sebab pertemuan mungkin saja terjadi. Tetapi Jokowi tentu tidak mau jika Prabowo terlalu mencampuri komposisi kabinetnya.Â
Terlebih Prabowo gagal mendapat dukungan luar negeri sebagaimana Juan Guaido di Venezuela. Bahkan dua partai penyangga koalisinya yakni PAN dan Demokrat sudah menunjukkan gelagat hendak hengkang sehingga melemahkan posisi tawar Prabowo.
Kabinet kompromi diperluas kemungkinan yang paling realistis. Hak prerogatif Presiden tetap terjaga, namun partai pendukung juga mendapat kesempatan untuk mengajukan kader pilihannya. Sebab meski dalam sistem presidensial loyalitas kabinet hanya kepada presiden, namun fakta menunjukkan, menteri dari partai memiliki loyalitas mendua.
Baca juga : Ini Alasan Demokrat Tidak Berani Hengkang dari Kubu Prabowo
Namun, jika pun bentuk kabinet yang dipilih Jokowi merupakan kabinet kompromi, nama Tsamara Amany dan sejumlah petinggi Partai Solidaritas Indonesia mustahil masuk. Bahkan sang ketua umum, Grace Natalie kemungkinan hanya akan kebagian posisi di luar kabinet.Â
Di samping tidak memiliki kursi di DPR, keberadaan kader PSI di kabinet mendatang memiliki potensi "mengganggu" soliditas sebagaimana yang terjadi di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf ketika kader-kader PSI justru gencar "menyerang" partai koalisi terkait isu-isu besar seperti korupsi dan syariah Islam.
Jokowi tentu ingin fokus meneruskan program kerjanya tanpa direcoki isu-isu sensitif. Terlebih Jokowi sudah tidak memiliki beban untuk pilpres mendatang sehingga tidak akan ragu menyingkirkan pihak-pihak yang merintangi kepentingannya, sekalipun dari kubu pengusung.
Salam @yb