Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

5 Saran Terbuka untuk Erick Thohir

14 Desember 2018   11:02 Diperbarui: 15 Desember 2018   07:57 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erick Thohir. Foto: KOMPAS.com/ Sri Lestari

Memasuki  bulan ke-4 masa kampanye, idealnya kedua tim sukses pasangan calon presiden dan wakil presiden sudah menyelesaikan persoalan internal. Demikian pula isu-isu kampanye, mestinya sudah dimantapkan, meski tidak haram melakukan tambal-sulam sesuai dinamika. Mengapa hal itu tidak, minimal belum, tampak di kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin?

Apakah ini bukti lemahnya kepemimpinan Erick Thorir di Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-- Ma'ruf ataukah kepiawaian kubu pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam mengemas isu? Sebab sulit dielakkan jika TKN Jokowi-Ma'ruf lebih terlihat sebagai juru bantah dibanding juru kampanye. Mirisnya lagi, Jokowi sendiri sempat terbawa isu yang dimainkan Sandiaga sampai-sampai turun ke pasar, berfoto-ria dengan tempe dan petai!

Jika fungsi TKN bekerja dengan baik, kondisi itu tidak akan terjadi. Terlebih  TKN memiliki mesin utama propaganda dan penyetelan isu yakni media massa.  Terlepas benar atau tidaknya tuduhan Prabowo, yang pasti sejumlah pemilik grup media besar ada di kubu pasangan nomor urut 01. Bahkan produk salah satu media yang karena pemiliknya ketua partai dan pengusung Jokowi-Ma'ruf, sudah tidak malu-malu lagi mencampur-adukkan produk jurnalistik dengan propaganda politik yang sarat opini.

Dampaknya, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf stagnan. Hal itu pun diakui Erick Thohir. Sayangnya alasan yang digunakan justru menambah blunder. Mengatakan Kyai Ma'ruf belum berkampanye padahal sudah keliling dari ujung timur hingga ujung barat Jawa, sungguh tidak elok. Meski benar kunjungan ke berbagai pesantren secara masif dalam waktu berdekatan terkait kapasitasnya sebagai Mustasyar PBNU, namun sulit meyakini hal itu akan terjadi jika Ma'ruf tidak sedang menjadi cawapres.

Tidak ada cara lain, Erick harus segera berbenah agar elektabilitas Jokowi-Ma'ruf tidak stagnan apalagi tergerus karena pada saat bersamaan elektabilitas lawan menunjukkan kenaikkan signifikan yang tercermin dari hasil survei lembaga-lembaga non-partisan maupun internal tim sukses masing-masing kubu.  Padahal masa kampanye masih menyisakan waktu sekitar 4 bulan lagi.

Tanpa bermaksud merendahkan kemampuannya, berikut 5 saran untuk Erick Thohir :

Pertama, konsolidasikan kembali  partai pengusung dan pendukung serta organisasi kemasyarakatan baik yang berbasis relawan, kepemudaan, maupun keagamaan.  Salah poin yang harus ditekankan adalah mengurangi pernyataan politik yang berpotensi mengganggu program TKN, apalagi sampai menurunkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf.

Erick Thohir harus bisa memberikan keyakinan kepada partai pengusung dan pendukung bahwa TKN ikut membantu memetakan basis pemilih sehingga partai tidak perlu membuat manuver demi kepentingannya sendiri, terlebih sampai merugikan partai lain yang berada dalam satu perahu. Sebab beberapa kali pernyataan politik kader-kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menimbulkan gejolak internal. Ketidakkompakkan di antara partai pengusung dan pendukung, tentu akan menghambat program TKN.

Di sinilah perlunya Erick menjadi koordinator di antara seluruh pemangku kepentingan, bak konduktor orkestra. Tugas ini memang sangat berat. Sulit meyakini Erick sanggup "mengarahkan" Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri atau Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Keberhasilannya sebagai pengusaha dan Ketua Penyelenggara Asian Games belum bisa menjadi garansi dirinya akan sukses juga di ranah politik. Tetapi tugas telah diterima dan tidak ada pintu untuk melepas tanggung jawab.

Kedua, lebih jeli memilih bahasa politik.  Erick Thohir tampak masih kedodoran dalam melakukan transformasi dari seorang pengusaha menjadi politisi. Pernyataan soal penyebab stagnannya elektabilitas Jokowi-Maruf adalah contoh bahasa komunikasi politik yang buruk karena membuka kemungkinan digunakan lawan sebagai senjata.

Pernyataan "Maruf belum kampanye" yang awalnya dimaksudkan sebagai pembenar jika kunjungannya ke pesatren bukan kampanye, berbalik menjadi seolah pelecehan terhadap upaya yang sudah dilakukan Ma'ruf.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun