Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Mengapa Trans Papua Gagal Redam Gejolak Separatisme?

7 Desember 2018   12:28 Diperbarui: 8 Desember 2018   05:10 1484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi peringatan 1 Desember. Foto: tempo.co

Gencarnya pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat tidak berbanding lurus dengan penurunan tindak kriminalitas yang terkait upaya pemisahan diri. Eskalasi kekerasan yang dilakukan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) kian menguatirkan. 

Dalam 6 bulan terakhir sedikitnya sudah 3 kali terjadi peristiwa cukup besar yang dilakukan KKB.

Peristiwa pertama terjadi pada 27 Juni 2018 ketika KKB menghadang rombongan pengamanan pilkada di kampung Torere, Kabupaten Puncak Jaya. Akibatnya sejumlah personel kepolisian dan warga sipil tewas diterjang peluru.

KKB kembali berulah di bulan Oktober lalu dengan menyandera 16 orang guru dan tenaga kesehatan di Distrik Mapenduma. Mereka ditahan dari tanggal 3-17 Oktober 2018 oleh kelompok KKB. Pada Kamis, 18 Oktober 2018 mereka dilepas setelah dilakukan negosiasi.

Peristiwa terbaru terjadi Minggu 2 Desember 2018 di mana 31 pekerja proyek jalan Trans Papua di Nduga tewas ditembak mati. 

Mereka diculik dari kamp pekerja PT Istaka Karya sehari sebelumnya, bertepatan dengan tanggal 1 Desember yang dirayakan oleh kelompok bersenjata ini sebagai hari kemerdekaan. Mereka dipaksa berjalan dengan tangan terikat sebelum kemudian dieksekusi.

Kita meyakini kekerasan digunakan KKB sebagai cara untuk menarik perhatian sekaligus menciptakan teror kepada Indonesia. Oleh karenanya, sikap tegas Presiden Jokowi untuk tetap melanjutkan pembangunan di Papua, tidak meneyerah pada teror kelompok bersenjata, sudah tepat.

Terlebih, negara-negara tetangga terutama Papua Nugini juga menolak ikut campur terkait upaya kemerdekaan yang disuarakan KKB dan tegas mengakui Papua dan papua Barat (dulu Irian Jaya) sebagai wilayah kedaulatan Indonesia.

Tahun lalu PBB juga sudah menolak petisi referendum yang disampaikan pemimpin kemerdekaan Papua Barat Benny Wenda yang mendapat dukungan negera-negara kecil di kawasan Pasifik seperti Vanuatu, Kepulauan Solomon, Kepulauan Marshall, Nauru, Tuvalu dan Tonga.

Sejarah kekerasan di Papua sudah terjadi sejak lama, bahkan sejak diserahkan kembali oleh United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA)- setelah sebelumnya dikuasai oleh Belanda, kepada pemerintah Indonesia tanggal 1 Mei 1963. 

Pemerintah Orde Baru sempat menerapkan Papua sebagai daerah operasi militer (DOM) yang statusnya hingga saat ini belum jelas apakah sudah dicabut atau belum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun