Kesalahan dalam menulis berita (online) menyangkut data atau pernyataan nara sumber mestinya bisa "diperbaiki" melalui ralat, bukan menghapus dan menggantinya dengan berita baru. Tindakan portal berita Detikcom  mengganti berita yang salah, tidak dengan ralat dan tidak menyebut berita penggantinya sebagai ralat, sungguh memalukan.
Peristiwa ini terjadi sekitar pukul 02.00 WIB, Rabu, 13 Juni 2018. Awalnya Detikcom merilis berita dengan judul  "Ical dan Idrus Sambangi Markas Relawan Gatot Nurmantyo. Ada Apa?"  (Perhatikan gambar 1).
Hingga pukul 02.44 WIB (Perhatikan gambar 5), redaksi Detikcom tetap tidak memberikan pernyataan ralat atau keterangan jika berita tersebut telah diganti dengan isi materi berbeda di mana sebelumnya disebutkan bertemu dengan GNR menjadi bertemu dengan Praja Muda Beringin. Jika sebelumnya disebut pertemuan dilakukan di markas GNR, pada berita "pengganti", lokasi yang sama disebut sebagai kafe Kopi Politik- tempat diskusi umum yang dikelola oleh para aktivis, bukan markas GNR.
Ataukah keterangan UPDATED di bagian atas judul berita pengganti, dimaksudkan sebagai pemberitahuan ralat?
Tentu tidak karena ketentuan ralat sudah diatur yakni melalui Peraturan Dewan Pers nomor 1/Peraturan-DP/III/2012 tentang Pedoman Pemberitaan Media Siber. Mari kita lihat butir ke-4 pedoman tersebut :
- Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab. Â Â
- Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
Tidak hanya meralat, redaksi juga harus meminta maaf sesuai ketentuan Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik yang selengkapnya berbunyi "Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa."