Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kelakar Jusuf Kalla Menohok Orang Jawa

26 Oktober 2017   10:40 Diperbarui: 27 Oktober 2017   02:01 11642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jusuf Kalla dalam balutan busana Jawa tengah berbincang dengan Presiden Joko Widodo saat hadir dalam sidang tahunan MPR 2017. Foto: KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG

Apakah Anda sudah cukup emosi membaca rangkaian ulasan di atas? JIka sudah, mari kita masuk ke pokok bahasan utama.

Kelakar JK sangat dibutuhkan di tengah riuhnya politik identitas. Dengan cerdik JK "menyalahkan" orang Jawa ketika dirinya tidak terpilih menjadi Presiden pada kontestasi Pilpres 2009 lalu. Jika menggunakan jargon yang sedang tren, maka JK sedang berucap : orang Jawa rasis makanya saya tidak terpilih jadi Presiden!

Tidak mengapa. Itu realita. Sebab kelakar JK juga bisa dimaknai sebagai bentuk pengakuan dan penghormatan terhadap mayoritas. Terlebih ketika kelakarnya dikaitkan dengan kehidupan politik di negara lain di mana butuh 174 tahun bagi John F Kennedy yang Katolik untuk menjadi Presiden Amerika yang mayoritas Protestan. Sementara butuh 240 tahun sebelum warga kulit hitam bisa menjadi orang nomor satu di negeri Paman Sam itu.

Ya, sebagai penghuni mayoritas dan sudah melakukan pengorbanan terbesar dengan menerima Bahasa Melayu sebagai Bahasa Persatuan, wajar jika orang Jawa meminta pengakuan berupa hak kepemimpinan secara ekslusif. Bisa dibayangkan bagaimana repotnya jika orang Jawa menuntut Bahasa Jawa dijadikan Bahasa Persatuan dan menyerahkan kepemimpinan kepada etnis lain, bukan? Jadi, seperti kelakar JK, bagi orang luar Jawa, terimalah dulu kenyataan pahit ini.

Lalu ada kelakar di ruang-ruang "gelap" yang kurang lebih berbunyi begini: gara-gara dipimpin Jawa, Indonesia ngga maju-maju.

Itu benar dan juga bukan hinaan apalagi SARA. Tidak sama sekali. Anda harus paham falsafah Jawa tentang kepemimpinan. Pemimpin Jawa tidak selalu harus pintar dan tegas. Bukankah Puntadewa alias Yudhistira- pemimpin para Pandawa, klemar-klemer? Tutur katanya sangat pelan dan langkahnya cenderung gemulai. Dalam hal kepintaran, Puntadewa kalah dibanding Sengkuni. Dalam hal adu otot, jelas kalah dibanding Werkudara alias Bima yang gagah perkasa sampai tidak bisa duduk. Bagi Anda penggemar obat kuat, pasti familiar dengan tokoh yang sering dijadikan cover boy ini.

Syarat utama bagi pemimpin Jawa hanya dua: memiliki wahyu kepemimpinan dan bisa berlaku bijak. Jika sudah memenuhi kriteria itu, urusan lain- semisal memiliki 9 istri, tidak akan mengurangi derajatnya. Mau berdebat soal ini?

Jadi mari kita nikmati candaan JK, sambil belajar tentang bagaimana cara menghormati orang lain, suku bangsa lain. Ada penghormatan yang harus disertakan agar tercipta tatanan yang seimbang. Jangan ingin menguasai semuanya, ekonomi juga politik, hanya karena bisa, hanya karena merasa mampu. Lalu ketika tidak bisa menguasai semunya, berteriak orang lain rasis.

Belajarlah pada JK jika Anda ingin mengkritik orang lain tanpa menyakiti!

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun