Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"WW84" dan Harapan yang Lahir dalam Hiruk Pikuk Keserakahan Dunia

17 Desember 2020   15:09 Diperbarui: 17 Desember 2020   15:12 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak bisa dipungkiri bahwasanya Wonder Woman 1984 atau juga disebut WW84 adalah film yang cocok dinikmati di layar lebar. Karena selayaknya film-film DC Extended Universe lainnya, WW84 juga menawarkan visual yang indah, CGI kelas atas, dan scoring megah khas Hans Zimmer yang nampak menjadi warisan sekaligus benang merah untuk berbagai film DC Universe lainnya.

Hal itu jugalah yang lantas membuat penulis makin yakin untuk melangkahkan kaki ke bioskop setelah jam kerja berakhir. Melihat film yang kehadirannya sudah diantisipasi sejak beberapa tahun yang lalu. Melihat film yang diyakini tak hanya sekadar jualan CGI khas superhero namun juga memberikan keceriaan sekaligus harapan di tengah situasi pandemi yang tak kondusif ini.

Lrmonline.com
Lrmonline.com
WW84 langsung menunjukkan kemegahannya sejak adegan awal dimulai. Menunjukkan kemegahan kota Themyscira dalam balutan CGI berkualitas tinggi serta musik megah ala Hans Zimmer yang membuat bulu kuduk merinding.

Bahkan di film ini saya berani mengatakan bahwa "Hans Zimmer is in another level" . Musiknya terasa magis dan membuat mood penonton terbangun dengan sempurna, siap menyambut "The Goddess of DC" tersebut.

Pada adegan tersebut penonton disajikan sebuah cerita tentang bagaimana seorang Diana kecil menemukan arti tentang kejujuran untuk pertama kalinya. Sebuah pesan kuat yang kelak menjadi poin utama dalam pencapaian klimaks ceritanya.

Setelahnya penonton kemudian diajak untuk melihat petualangan Diana of Themyscira (Gal Gadot) di tahun 1984. Sebuah tahun di mana musik elektronik dan fashion warna-warni menginvasi dunia.

Lagi-lagi musik dari Hans Zimmer membuat kita ikut masuk ke dalam suasana tahun 1984. Mengingatkan kita pada suasana petualangan klasik Marty McFly dalam film Back To The Future.

Gadget.ndtv.com
Gadget.ndtv.com
Pada momen perkenalan kepada Wonder Woman di era 80'an tersebut, bagi saya seperti menjadi penghormatan akan film DC klasik nan melegenda yaitu Superman era Christopher Reeves. Meskipun singkat, di sini sosok Diana sebagai pahlawan yang dibutuhkan masyarakat muncul secara misterius namun tetap berkharisma dan membawa harapan bagi orang banyak. Persis dengan apa yang ditampilkan Superman era Reeves.

Setelahnya film baru menemui konflik intinya ketika kita diperkenalkan oleh karakter Max Lord(Pedro Pascal) serta Barbara Minerva(Kristen Wiig). Keduanya kelak menjadi villain utama yang lagi-lagi akan menyibukkan Diana sebagai penjaga kedamaian dunia.

Businessinsider.com.au
Businessinsider.com.au
Sebuah batu antik di mana memiliki kemampuan untuk mengabulkan setiap keinginan pemegangnya, lantas menjadi awal mula segala kekacauan yang terjadi. Max Lord yang merupakan pengusaha gagal namun ambisius serta Barbara yang merupakan seorang arkeolog yang tak pernah mendapatkan perhatian dari sekitarnya, menjadi dua orang yang benar-benar membutuhkan batu tersebut.

Sembari melindungi dunia dari orang-orang yang haus kuasa tersebut, Diana sekali lagi harus menemui sebuah pilihan hidup yang sulit. Menjadi kuat dan terus menatap harapan akan masa depan atau mendapatkan kembali cinta Steve Trevor(Chris Pine) yang kehadirannya justru melemahkan Diana?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun