Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Tentang Tekad, Persahabatan, dan Arti Sebuah Rumah dalam "Abominable"

6 Oktober 2019   10:46 Diperbarui: 6 Oktober 2019   16:33 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Everest & Yi dalam Abominable/sumber: Dreamworks Animation

Sudah cukup lama DreamWorks Animation dikenal sebagai saingan yang cukup berat bagi Disney maupun Pixar. Shrek, Kung Fu Panda, dan How to Train Your Dragon, menjadi contoh beberapa franchise DreamWorks yang cukup sukses baik secara kualitas maupun pendapatan box office internasional, serta memiliki basis fansnya tersendiri.

Semakin menarik proses kreatif yang coba dikembangkan oleh DreamWorks, ketika di tahun ini bersama dengan Pearl Studio yang sebelumnya bernama Oriental DreamWorks, menelurkan film animasi berjudul Abominable. 

Pearl Studio yang memfokuskan film-filmnya pada kisah animasi yang memiliki unsur kebudayaan Tiongkok lama ataupun modern di dalamnya, kemudian semakin tegas menunjukkannya pada film tersebut. Setelah sebelumnya juga turut berkontribusi pada film Kung Fu Panda 3 dan How To Train Your Dragon 2.

Bahkan dilansir dari laman Pearlstudio.com, kini Pearl Studio bersama DreamWorks Animation memiliki ragam proyek animasi yang variatif dan menjanjikan. 

Dimulai dari Abominable di tahun ini, untuk kemudian dilanjutkan dengan animasi Netflix Over The Moon di tahun 2020, kemudian Lucky, The Monkey King dan Illumikitty yang belum diketahui kapan tanggal rilisnya.

Mengisi slot family movies dan menjadi counter programming yang worth untuk menjadi pilihan di tengah-tengah bioskop yang saat ini dibombardir 2 film populer, yaitu Joker dan Bebas, lantas Abominable juga berfungsi sebagai film penawar yang ringan dan menyenangkan apabila sebelumnya emosi penonton sempat terguncang pasca menyaksikan Joker.

Cerita Abominable sejatinya cukup sederhana dan familiar dengan apa yang sudah pernah kita saksikan pada film lainnya, yaitu tentang hubungan manusia dengan hewan liar yang tersesat dan bagaimana usahanya untuk memulangkan hewan tersebut, sambil merasakan petualangan yang mengejutkan di sepanjang perjalanannya.

Layaknya King Kong yang memberikan kita sajian petualangan antara seorang gadis dengan makhluk legenda berupa kera raksasa yang haru dan sarat pesan moral, Abominable pun demikian. 

Namun bedanya, kali ini yang diangkat adalah makhluk mitos yang juga berukuran raksasa, Yeti, yang kemudian dinamakan Everest (Joseph Izzo)oleh sang "penemu", Yi (Chloe Bennet).

Yi bersama dengan teman-temannya yaitu Peng (Albert Tsai) dan Jin (Tenzing Norgan Trainor), yang tak sengaja menemaninya dalam perjalanan memulangkan Everest ke habitat asalnya, Himalaya, kemudian mengalami petualangan yang seru, penuh warna dan magical. Sambil mereka dikejar oleh deretan pasukan yang diutus untuk menangkap sang yeti sebagai bahan percobaan ilmiah.

Sisanya, tentu kita tahu akan berakhir seperti apa film ini. Namun tentu saja bukan itu tujuan yang ingin disampaikan oleh 2 sutradara film ini, Jill Culton (Open Season) dan Todd Wilderman (Open Season 2). Melainkan pesan-pesan kehidupan yang cukup kuat dan mengena, terlebih cukup mudah dicerna oleh anak-anak yang menyaksikannya.

Sejak awal Abominable sudah melakukan pendekatan yang kontradiktif dengan film animasi kebanyakan. Layaknya Nezha yang penggambaran fisik karakter utamanya jauh dari kata sempurna bak raja & ratu, Abominable pun demikian. Di sini, eksplorasi sisi emosional lebih diutamakan untuk menciptakan karakter yang kuat.

Namun tak hanya itu, Abominable juga membentuk karakter-karakter di dalamnya begitu relevan dengan kondisi saat ini sehingga membuatnya cukup akurat dan up to date dalam hal isu yang diangkat.

Yi, sang karakter utama, digambarkan sebagai gadis remaja yang memiliki tekad kuat dan pekerja keras namun di satu sisi juga merasa sendirian oleh karena pengalaman pahit di masa lalu terkait kematian sang ayah. Yang kemudian merubah sikap dan cara pandangnya terhadap keluarga bahkan lingkungan sekitar.

Berbeda dengan Yi, Jin justru menjadi gambaran banyak anak remaja saat ini. Di mana media sosial dan reputasi diri nampak menjadi fokus hidup, dengan kemudahan fasilitas yang didapatnya dari orangtua membuatnya tumbuh menjadi anak yang manja, egois dan kesulitan untuk survive tanpa adanya gadget.

Perbedaan karakter tersebut kemudian membaur untuk selanjutnya saling melengkapi, dalam perjalanan ribuan kilometer dari kota Shanghai menuju Himalaya. 

Perjalanan yang seakan juga menjadi edukasi character building yang efektif bagi anak-anak yang menyaksikannya, karena mereka disajikan gambaran dua sisi karakter dengan cara yang betul-betul ringan dan mudah dimengerti.

Keduanya memberikan arti persahabatan yang kokoh di tengah perbedaan tekad dan tujuan hidup. Dengan sosok Everest dan Peng kemudian menjadi semacam penengah dan penghibur di tengah-tengah perbedaan sikap dan pendapat antara Yi dan Jin.

Karakter nenek dan ibu dari Yi di film ini juga bukan sekadar tempelan atau pelengkap belaka. Keduanya justru hadir sebagai gambaran akan transisi kebudayaan Tiongkok bahkan juga Asia dari lama menuju baru. Di mana unsur-unsur leluhur dan tatanan hidup sesuai adat ketimuran masih menjadi pondasi utama.

Namun baiknya, film ini justru tidak menjadikan karakter nenek ataupun Yi sebagai alat justifikasi sosial. Tidak ada yang 100% benar ataupun 100% salah terkait respon nenek terhadap Yi, pun sebaliknya. 

Keduanya nampak saling melengkapi, hingga pada akhirnya mengizinkan kita untuk tersenyum simpul atau bahkan tepuk tangan kecil terkait konklusi yanh didapatkan dari rentetan konflik yang tercipta.

Ya, Abominable tak sekadar mengajarkan kita tentang arti keluarga bagi hidup kita dan bagaimana pandangan kita sebaiknya terhadap keluarga sebagai kelompok terkecil dalam kehidupan sosial.

Lebih dari itu, Abominable mengajarkan kita arti sebuah keluarga layaknya sebuah rumah yang harus terus diperjuangkan, dijaga, bahkan terus dirindukan, sebagai satu-satunya tempat untuk pulang.

Sembari juga menyisipkan pesan penting untuk menjaga keseimbangan alam, lewat kepedulian kita dalam menjaga satwa langka dan eksotik dari tangan-tangan orang jahat. 

Karena Abominable yang juga memiliki arti mengerikan, pada akhirnya bukan hanya sekadar metafora terkait adanya kebaikan di balik mengerikannya sosok Yeti, namun lebih kepada manusia yang bisa jadi lebih mengerikan bila berbicara tentang kepentingannya sendiri.

Sajian animasinya pun bisa dibilang sangat apik. Sama seperti Nezha (ulasannya baca disini) yang tampil memukau dan di atas ekspektasi, Abominable pun demikian. Setiap detail budaya Tiongkok mampu tertangkap sempurna dalam deretan visualisasi yang mengagumkan.

Kombinasi antara 3D animation dan cartoon style pada penggambaran landscape kota modern di Tiongkok hingga visualisasi destinasi alam populer di Tiongkok, semuanya nampak begitu detail dan kaya warna. Sehingga membuatnya nampak luar biasa, unik dan tak kalah detail dengan film animasi lainnya, termasuk Toy Story 4 yang sebelumnya dipuji banyak kritikus.

Dilansir dari laman Variety.com, tim animasi dan visual effect Abominable memang menggunakan teknologi baru yang belum pernah digunakan sebelumnya. Di mana hal tersebut kemudian berpengaruh pada penciptaan efek cahaya dan pembiasannya yang lebih natural dan realistis. 

Bahkan detail rambut, air hingga perubahan tekstur pakaian setelah terkena air misalnya, semuanya mampu divisualisasikan dengan apik dan nyaris tanpa cacat.

Sementara dari sisi komedi, film ini juga mampu meletakkan tiap-tiap unsur humor dalam tatanan yang pas. Sehingga tiap komedi yang dibangun hingga menyentuh punchlinenya, mampu menghasilkan ledakan tawa dahsyat dari kursi penonton. Terutama komedi dari karakter Peng yang menjadi scene stealer film ini

Pun dengan desain Everest yang meskipun lucu namun tidak menarik pada awalnya, seiring berjalannya waktu nyatanya bisa membuat kita merasa sayang pada karakter ini. 

Persis dengan awal perkenalan kita pada karakter Toothless di How To Train Your Dragon atau si nakal Nezha yang awalnya tidak menarik, namun seiring berjalannya film karakternya justru mampu menempel di otak dan juga hati.

Sementara sinematografi karya Robert Edward Crawford(Rise of The Guardians, How To Train Your Dragon) berhasil membawa kita ke dalam petualangan penuh imajinasi yang mengagumkan. 

Di mana kemudian berpadu indah dengan lantunan scoring karya Rupert Gregson-Williams (Wonder Woman, Hacksaw Ridge, Aquaman) yang tak hanya memukau, namun juga kaya akan lantunan kebudayaan Tiongkok.

Tak lupa, lantunan biola yang memikat dari profesional violinist, Charlene Huang, semakin menyihir para penonton dan membangun berbagai atmosfer mulai dari sendu hingga riang di sepanjang film. Sembari juga berhasil menghidupkan karakter Yi yang memang digambarkan sebagai gadis pemain biola handal.

Highlights pada film ini tentu saja ketika dengan briliannya lagu Fix You milik grup band Coldplay dimasukkan ke dalam sebuah adegan yang cukup emosional. 

Praktis, perasaan sedih dan bahagia bercampur jadi satu, meninggalkan after taste yang cukup efektif membuat mata berkaca-kaca. Dan seketika lupa, bahwa momen emosional ini nyatanya terjadi salam sebuah film animasi.

Abominable memang tak diisi oleh deretan pengisi suara dari kalangan bintang Hollywood kelas A. Pun begitu dengan sutradaranya. Namun percayalah, isi yang akan didapatkan dalam film ini jauh lebih kaya dan padat dari sekadar 2 hal tersebut.

Apalagi, Abominable menjadi film animasi kedua di periode September-Oktober 2019 ini yang mengangkat kebudayaan Tiongkok dengan cukup detil. Jika Nezha dengan cerita mitologinya, maka Abominable dengan cerita kehidupan modernnya.

Film yang memang ditujukan untuk semua umur ini tak hanya kaya akan pesan moral dan sisi edukatif untuk anak-anak saja.

Melainkan juga memberikan sajian hiburan yang lengkap dan solid untuk semua anggota keluarga. Hingga kemudian bisa menjadi bahan diskusi bersama yang mengasyikkan pasca menontonnya.

Abominable sudah tayang sejak 4 Oktober 2019. Dan tentu saja menjadi tontonan ramah keluarga yang saya rekomendasikan untuk dinikmati di hari terakhir libur weekend kali ini.

Selamat berpetualang bersama Everest! Salam Kompasiana.

Skor: 8,5/10

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun