Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama FEATURED

Karena Perfilman Nasional Masih Terus Berbenah

2 April 2019   17:35 Diperbarui: 30 Maret 2021   13:11 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin seorang Usmar Ismail tak akan pernah menyangka, jika kelak 69 tahun setelah proses pengambilan gambar film Darah & Doa atau Long March of Siliwangi yang disutradarainya, akan membawa dampak yang begitu luar biasa bagi negeri tercintanya. 

Sebuah film yang saat itu mungkin dibuat hanya sebagai bukti kecintaannya pada dunia film. Atau mungkin sebuah film yang memang dirasa perlu dibuat untuk mendokumentasikan sedikit kejadian pada masa tersebut.

Usmar Ismail (Liputan6.com)
Usmar Ismail (Liputan6.com)
Namun ternyata film tersebut menjadi tonggak sejarah baru bagi perfilman nasional hingga saat ini. Sempat mengalami jatuh bangun sejak era 80 hingga 90-an, perfilman Indonesia kemudian memulai titik balik di era modern lewat kehadiran tiga film yang merubah peta perfilman Indonesia hingga saat ini. 

Jelangkung (2001) sebagai pelopor horror modern, Petualangan Sherina (2000) di ranah anak-anak, sementara Ada Apa Dengan Cinta? (2002) sebagai pelopor film drama cinta remaja. 

Meskipun memasuki tahun 2011 bioskop sempat dipenuhi film horor esek-esek, pada akhirnya film-film tersebut terkikis dengan sendirinya. 

Kini, meskipun masih ada beberapa horor yang menggunakan formula serupa, namun bioskop Indonesia justru dipenuhi oleh film-film lokal dengan kualitas yang bisa disebut luar biasa. Film-film berskala Internasional baik film aksi, horor atau bertema arthouse pun kini jamak dijumpai entah lewat bioskop reguler ataupun penayangan di festival-festival film.

Namun, bukan tentang film saja yang mengalami perkembangan di Indonesia. Lebih dari itu, perfilman Indonesia juga semakin berkembang secara global. Berbagai sisi termasuk industri yang menaunginya, mengalami perkembangan yang signifikan hingga mampu merubah wajah perfilman nasional kita yang semakin cerah ke depannya.

Sumber Daya Manusia yang Semakin Baik

Ilustrasi: nairaland.com
Ilustrasi: nairaland.com
Satu hal yang membedakan industri film Indonesia saat ini dengan tahun-tahun sebelumnya tentu saja ada pada sumber daya manusia yang semakin baik. Entah aktor dan aktrisnya, sutradara, penata kamera, ataupun penulis skenario, semuanya mampu menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan terkait berkembangnya kualitas perfilman nasional kita saat ini.

Khusus poin terakhir yaitu penulis skenario, memang saat ini masih kurang banyak penulis skenario kompeten yang tersedia di Indonesia. Dan hal ini tentunya menjadi tugas bersama baik dari lembaga perfilman juga lembaga pendidikan, untuk menyediakan sarana yang menunjang banyak orang untuk belajar lebih dalam tentang perfilman, khususnya kelas penulisan skenario ini.

Ical Tanjung. (Twitter: @jokoanwar)
Ical Tanjung. (Twitter: @jokoanwar)
Namun begitu, tak bisa dipungkiri bahwa saat ini SDM dalam industri film nasional kita sudah jauh lebih baik, bahkan namanya harum hingga ke luar negeri. Nama-nama sinematografer seperti Ical Tanjung, Sidi Saleh, Gusnar Nimpuno hingga Yadi Sugandi, mampu merepresentasikan visualisasi film modern ke dalam film nasional, yang mungkin dulu hanya bisa kita saksikan pada berbagai film asing.

Aria Prayogi & Fajar Yuskemal (zimbio.com)
Aria Prayogi & Fajar Yuskemal (zimbio.com)
Pun begitu dengan para komposer musik film semisal Bembi Gusti, Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi. Mereka mampu menghadirkan scoring ataupun musik latar yang menggugah, berkelas dunia, bahkan tak kalah kualitasnya dengan milik Hollywood. Khusus untuk Fajar Yuskemal dan Aria Prayogi, scoring garapan mereka untuk 2 film produksi Netflix yaitu Apostle dan The Night Comes for Us tentunya tak hanya semakin melambungkan namanya ke seluruh dunia, namun juga mengharumkan nama bangsa di kancah Internasional.

Itu semua menunjukkan bahwa SDM di industri film nasional tak lagi bisa dipandang sebelah mata. Indonesia telah siap memasuki babak baru perfilman nasional yang semakin maju bahkan diakui dunia.

Film Nasional yang Mampu Berbicara Lebih di Kancah Internasional

Sumber: cleveland.com
Sumber: cleveland.com
Tak bisa dipungkiri, saat ini film nasional memiliki jenis dan kisah yang semakin beragam. Film aksi, horor, drama percintaan, film anak-anak, komedi, hingga thriller surealis, semuanya tersedia untuk ditonton. Tak hanya itu, dari sisi cerita pun semakin berkembang, bahkan beberapa diantaranya begitu fresh hingga memukau penonton Internasional.

Sumber: wow.tribunnews.com
Sumber: wow.tribunnews.com
Film-film seperti Pengabdi Setan versi Joko Anwar, dwilogi The Raid, Marlina si Pembunuh Dalam Empat Babak, hingga The Night Comes For Us, menjadi contoh terbaru bagaimana film-film Indonesia pada akhirnya bisa begitu dipuji publik Internasional. Cerita yang segar bahkan kualitas produksi yang tak main-main, menjadi sebab mengapa film-film tersebut begitu memukau publik mancanegara.

Bahkan yang terbaru, melalui film Dilan 1991, Indonesia menjadi perbincangan hangat media-media hiburan asing. Terlepas dari filmnya yang begitu cheesy bagi sebagian orang, jumlah penonton sebanyak 800 ribu di hari pertama tayang menjadi rekor penonton hari pertama terbanyak, bahkan mengalahkan Avengers: Infinity War yang sebelumnya bertengger di angka 545 ribu. 

Sumber: Indopos.com
Sumber: Indopos.com
Tentu saja "kekalahan" Avengers ini mengundang decak kagum media Internasional, karena Thanos ternyata bisa begitu mudah dikalahkan oleh remaja bandel asal Bandung.

Film bergenre superhero pun siap berdatangan meramaikan perfilman nasional. Setelah Wiro Sableng cukup berhasil tahun lalu bahkan berhasil menggandeng 20th Century Fox sebagai distributornya, selanjutnya ada Gundala, Satria Dewa Gatotkaca serta Si Buta dari Gua Hantu yang siap menghibur para penonton Indonesia. Tentunya ini menjadi angin segar bagi perfilman tanah air, di mana euforia superhero Hollywood akhirnya membangkitkan semangat sineas kita untuk menghidupkan karakter superhero lokal.

Mungkin beberapa tahun yang lalu kita "boleh" apatis dan cenderung menyepelekan film-film nasional karena begitu didominasi film-film yang digarap asal dan tak maksimal. Namun sekarang, tak bisa dipungkiri film nasional perlahan mulai bisa menjadi raja di negeri sendiri berkat meningkatnya kualitas cerita dan produksi. Jika sudah begitu, masih mau menyepelekan film nasional?

Infrastruktur Bioskop yang Semakin Baik

Sumber: cnnindonesia.com
Sumber: cnnindonesia.com
Sejatinya tak hanya soal SDM ataupun teknis dalam film yang membuat perfilman nasional kita berkembang. Bioskop sebagai penyedia layanan pemutaran film juga menjadi komponen yang tak bisa diabaikan begitu saja. Bioskop jelas berperan penting dalam menghadirkan banyak penonton hingga memunculkan penonton-penonton baru yang sebelumnya hanya bisa menikmati film di rumah.

Menurut data dari Pusbangfilm, hingga tahun 2019 sebanyak 1.759 layar bioskop telah tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Tentunya jumlah ini masih kurang jika dibandingkan dengan banyaknya jumlah penduduk di Indonesia. Hanya saja, pertumbuhan bioskop yang masif tersebut, menunjukkan bahwa bioskop saat ini bukan hanya sebagai tempat nongkrong alternatif, namun juga sebagai kebutuhan gaya hidup yang baru.

Dengan semakin banyaknya layar, maka film Indonesia pun tetap leluasa untuk bisa tayang dan tidak berhimpitan dengan film-film asing layaknya beberapa tahun yang lalu. Kecuali memang film tersebut merupakan film Hollywood tentpole yang juga menjadi fenomena dunia. Jelas, film Indonesia yang berhadapan pun juga harus tentpole agar bisa bersaing mendapatkan layar pada periode tersebut.

Sumber: riaupos.com
Sumber: riaupos.com
Saat ini, bioskop juga berbenah dengan membuat ragam fasilitas yang disesuaikan dengan lingkungan sosial di sekitar meskipun tetap mengutamakan trademark mereka. Itulah sebabnya baik Cinemaxx, XXI ataupun CGV, memiliki "rasa" yang sama entah di daerah ring 1 nya Jakarta maupun di luar daerah. Harga pun juga masih bisa dibilang terjangkau jika dibandingkan dengan harga-harga bioskop di negara Asia Tenggara lainnya.

Tentu saja hal-hal tersebut menjadi suatu hal yang tak bisa kita temui dulu, dimana antara kota besar dan daerah memiliki kesenjangan fasilitas juga pelayanan yang begitu timpang. Tentunya ini merupakan kabar baik karena bioskop semakin berbenah untuk menyediakan pengalaman menonton terbaik bagi siapapun. 

Sumber: Jambi.tribunnews.com
Sumber: Jambi.tribunnews.com
Menyaksikan film Indonesia pun kini semakin mudah dan nyaman karena sebaran bioskop yang kian merata dan berdesain kekinian.

Pemanfaatan Layanan OTT yang Semakin Berkembang

Sumber: inc.com
Sumber: inc.com
Munculnya Netflix, Hooq, Iflix, bahkan Prime Video membuat layanan OTT (Over The Top) semakin diminati masyarakat. Kehadirannya sebagai pelengkap bioskop, menjadikan layanan streaming tersebut sebagai alternatif hiburan bagi penonton dan sarana distribusi baru bagi para pegiat perfilman.

Tak hanya sebagai "rak penyimpanan" film-film Indonesia yang pernah tayang di bioskop, platform streaming tersebut juga bisa dimanfaatkan sebagai pusat distribusi film-film baru.

Untuk itulah, melalui layanan ini diharapkan semakin banyak konten lokal yang bisa diproduksi pada platform tersebut. Selain karena audiens yang semakin banyak, memperkenalkan budaya Indonesia melalui film ke berbagai belahan dunia pun akan lebih mudah melalui platform streaming tersebut.

Sumber: Uzone.co.id
Sumber: Uzone.co.id
The Night Comes For Us di Netflix, Brata dan Cek Toko Sebelah The Series di Hooq, serta Magic Hour The Series di Iflix, merupakan beberapa contoh film dan serial tv nasional yang sudah diproduksi eksklusif untuk platform streaming tersebut. 

Secara jumlah saat ini memang masih kurang, namun tentunya ini menjadi angin segar bagi perfilman tanah air karena platform streaming tersebut mendorong para sineas untuk semakin leluasa dalam membuat dan mendistribusikan konten film baru.

Penutup

Sumber: malahayati.ac.id
Sumber: malahayati.ac.id
Tak bisa dipungkiri, perfilman nasional saat ini memang masih terus berbenah dan tentunya berjalan ke arah yang positif. Meskipun tentu saja masih banyak kekurangan di berbagai sisi.

Musuh terbesar tentu saja ada pada diri penonton itu sendiri. Masih banyaknya nyinyiran terkait keberhasilan suatu film nasional serta membandingkan bahkan cenderung mendiskreditkan hasil produksi film nasional dengan milik Hollywood, nampak masih menjadi budaya penonton Indonesia. Padahal justru penonton lah yang seharusnya mendukung perkembangan film nasional.

Gundala yang sebentar lagi menyapa penonton tanah air (thejakartapost.com)
Gundala yang sebentar lagi menyapa penonton tanah air (thejakartapost.com)
Segenap kru perfilman semakin berkembang kemampuannya, pun bioskop semakin membaik infrastrukturnya. Layanan streaming yang menyediakan film nasional pun kian banyak. Maka tak ada alasan bagi kita untuk tidak menikmati film-film nasional yang semakin beragam dan berkualitas.

Ya, meskipun memang tipe film-film "sembarangan" tersebut akan tetap ada di belahan dunia manapun selama masih ada "toleransi" dari para penikmatnya sendiri. Dan sayangnya, di Indonesia ini masih ada meskipun memang tidak banyak.

Mungkin tulisan ini sudah telat beberapa hari dari hari film nasional yang jatuh di tanggal 30 Maret lalu. Namun semoga semangat mendukung film nasional tetap ada, di tengah euforia hari film nasional yang masih terus menggema hingga saat ini.

Selamat hari film nasional, terus dukung industri film nasional kita yang masih terus berbenah ke arah lebih baik. Terlebih, kita buat alm. Usmar Ismail tersenyum di surga sana, melihat karya yang dimulainya 69 tahun lalu berkembang begitu positif bagi generasi saat ini dan generasi-generasi selanjutnya.

Salam kompasiana.

Sumber: Genmuda.co.id
Sumber: Genmuda.co.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun