Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Captain Marvel" yang Tak Sekadar Penyambung Alur Kisah MCU

7 Maret 2019   21:06 Diperbarui: 9 Maret 2019   15:11 3915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berbicara tentang film Captain Marvel, sejatinya di dunia maya terbagi menjadi dua kubu. Ada yang benar-benar ingin menyaksikan karena fans sejati Marvel maupun MCU (Marvel Cinematic Universe), namun ada juga yang tak terlalu peduli terhadap kehadirannya. Dan penyebabnya pun ternyata cukup klasik.

Kehadiran Captain Marvel yang berdekatan dengan film tentpole lain milik Marvel Studios, Avengers: End Game, menjadi sebab banyak orang berpikir tentang perlu tidaknya film ini ditonton sebelum Avengers: End Game. Persis kala kemunculan Black Panther di tahun lalu yang berdekatan dengan Avengers: Infinity War. Kala itu juga banyak yang menanyakan perihal penting tidaknya menyaksikan Black Panther.

Namun Captain Marvel yang dirilis di Indonesia sejak Rabu lalu, 6 Maret 2018, pada akhirnya tetap menyapa para fans setia MCU serta tak lupa para penonton kasual yang tertarik dengan hype-nya di media sosial. Pilihan pun jatuh di tangan penonton apakah tetap harus menyaksikan film ini atau tidak. 

Dan pada tulisan ini, semoga bisa sedikit mencerahkan pembaca mengenai perihal perlu tidaknya menyaksikan film ini. Let's go 

Sinopsis

Captain Marvel menceritakan kisah Captain Marvel alias Carol Danvers (Brie Larson) atau disebut juga Vers di planet Kree, yang sedang menjalani pelatihan sebagai pejuang bangsa tersebut. Dibantu oleh mentornya, Yon-Rogg (Jude Law), Vers tak hanya melatih kekuatan fisiknya, namun juga melatih menahan kekuatan besar yang ada dalam dirinya agar tak membahayakan orang lain.

Sumber: Geektyrant.com
Sumber: Geektyrant.com
Pada sebuah misi penyerangan ke planet Skrull, secara tak sengaja membuat Vers jatuh ke bumi. Kedatangannya pun sontak menarik perhatian dua agen S.H.I.E.L.D, Nick Fury (Samuel L.Jackson) dan Phil Coulson (Clark Gregg). Apalagi kehadiran Vers juga diikuti dengan kehadiran beberapa bangsa Skrull yang ikut jatuh ke bumi.
Sumber: Digitalspy.com
Sumber: Digitalspy.com
Namun kedatangan Vers ke bumi ternyata tak hanya membuka banyak tabir yang selama ini tertutup. Lebih dari itu, Vers menemukan potongan-potongan ingatan yang selama ini hanya berkelebat di antara mimpi-mimpinya.

Vers sadar bahwa kekuatan yang dimilikinya lebih dari sekadar foton blast andalannya. Kekuatannya juga kelak berfungsi sebagai harapan dalam mendatangkan keseimbangan hidup antar galaksi. Kini, pilihan untuk menjadi pahlawan sepenuhnya ada di tangan Carol Danvers.

Lebih dari Sekadar Penyambung Kisah MCU

Sumber: Polygon.com
Sumber: Polygon.com
Harapan untuk melihat sambungan kisah MCU tentu bukanlah sebuah harapan yang salah kala kita memutuskan untuk menyaksikan Captain Marvel. Selain karena film ini menjadi jawaban akan misteri pager berlogo Captain Marvel pada after credit scene Avengers: Infinity War, perkenalan akan sosok Captain Marvel yang konon akan menjadi sosok pengganti Captain America pada fase MCU berikutnya, menjadi sebab mengapa film ini cukup ditunggu.

Namun nyatanya, apa yang ditampilkan dalam film ini lebih dari sekadar penyambung kisah MCU. Captain Marvel memfokuskan filmnya pada sebuah origin story sekaligus memperkenalkan film superhero wanita pertama dalam semesta MCU. Captain Marvel bisa dibilang menjadi film yang mampu berdiri sendiri dan justru menjadi semacam origin story atas kemunculan Avengers Initiative kelak.

Sumber: Inverse.com
Sumber: Inverse.com
Tentu cukup sukses jika berbicara tentang film ini sebagai origin story, karena storyline-nya sendiri memang tak kalah kokoh dibandingkan origin story lain dalam semesta MCU semisal Captain America: The First Avenger ataupun Iron Man. Namun sebagai film penyambung semesta MCU, nyatanya film ini tidak berjalan terlalu spesial. Ya, hanya sekadar melengkapi kepingan puzzle yang belum lengkap semisal pada film Avengers serta Guardian of The Galaxy.

Film ini juga cukup sukses dalam menampilkan pahlawan wanita MCU, dengan tak lupa membawa kritikan seputar isu rasial dan perbedaan gender yang sedang hangat dibicarakan. Ya, film ini menampilkan tema girl power yang begitu dominan, meskipun pesannya tak sekuat yang disampaikan film superhero wanita lain semisal Wonder Woman.

Kental Nuansa 90-an

Sumber: Screengeek.com
Sumber: Screengeek.com
Berlatar tahun 1995 tentu membuat film ini kaya akan referensi pop culture tahun 90-an. Toko jual dan sewa video yang hype di era tersebut, pager, telepon umum dan busana khas 90-an, menjadi contoh beberapa nuansa 90-an yang sangat kental dan mampu membangun nostalgia kembali.

Sumber: Pearl Jam (rocknhall.com)
Sumber: Pearl Jam (rocknhall.com)
Tak hanya itu, dari segi soundtrack pun film ini turut memasukkan deretan lagu yang hype di era tersebut. Give to Fly dan Release milik Pearl Jam, All Star-nya Smash Mouth, hingga Connection milik band britpop Elastica, menjadi beberapa soundtrack yang menghiasi film ini. Cukup segar dan tentunya menambah deretan film Marvel bersoundtrack menarik setelah dua installment GOTG, Iron Man dan Thor: Ragnarok.

Scoring pada adegan yang cukup menegangkan pun dibuat cukup unik di film ini. Mirip dengan nuansa film-film aksi era 90-an yang sering diperankan Steven Seagal ataupun Bruce Willis. Sedikit elektronik namun kental juga nuansa musik alternatif serta grunge nya.

Referensi Star Wars yang Cukup Mencolok

iamag.com
iamag.com
Jika anda penggemar saga Star Wars, pasti tidak asing melihat beberapa adegan di film ini nampak mengambil referensi dari film Star Wars. Adegan kejar-kejaran menggunakan pesawat dan sosok Ronan The Accuser yang berdiri di dalam pesawat menatap planet, menjadi contoh betapa adegan-adegan tersebut nampak terinspirasi dari beberapa adegan dari 8 seri Star Wars. Entah disengaja atau tidak, yang pasti adegan tersebut menambah seru jalan cerita Captain Marvel.

Ditambah dengan scoring garapan Pinar Toprak yang nuansanya identik dengan scoring ciri khas John Williams, semakin menjadikan adegan pertempuran dalam film ini kental bernuansa Star Wars. Pinar Toprak sendiri sebelumnya juga menggarap scoring untuk film Justice League. Dan harus diakui, karyanya memang luar biasa.

Ajang Pamer Teknologi CGI Marvel Studios

Sumber: Digitalspy.com
Sumber: Digitalspy.com
Bukan Marvel Studios namanya jika film-filmnya tidak dibumbui dengan CGI yang aduhai. Captain Marvel pun menjadi ajang pamer terbaru bagi Marvel Studios.

Bukan hanya CGI pada adegan pertarungan ataupun visualisasi angkasa luar, namun juga pada penampilan Nick Fury dan Agent Coulson yang mampu ditampilkan lebih muda sesuai usia asli si pemeran di tahun 1995. 

Hal itu disebabkan Marvel Studios mulai mampu menghasilkan teknologi de-aging mutakhirnya setelah ujicoba memudakan wajah karakter pertama kalinya sukses dilakukan kepada Robert Downey Jr. di film Captain America: Civil War serta Kurt Russel di film Guardian of The Galaxy Vol.2.

Perbandingan Teknologi de-aging pada Samuel L.Jackson versi 1995 (reddit.com)
Perbandingan Teknologi de-aging pada Samuel L.Jackson versi 1995 (reddit.com)
Maka jangan heran ketika kita dibuat tercengang akan penampilan Samuel L.Jackson di film ini yang mirip dengan penampilannya pada film Die Hard: With a Vengeance(1995). Salut buat tim efek visual Marvel Studios.

Penutup

Indiewire.com
Indiewire.com
Sebagai film yang bertujuan menjadi semacam welcome drink bagi kehadiran si raksasa Avengers:End Game, Captain Marvel jelas sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik.

Tidak hanya berperan sebagai film penyambung, namun juga sebagai film yang mengedepankan origin story yang cukup kuat sebagai pijakan bagi fase MCU selanjutnya. Ya, meskipun memang film ini belum berhasil menampilkan kekuatan Captain Marvel yang konon begitu luar biasa, hingga mampu menjadikannya kandidat terkuat penghancur Thanos di film End Game nanti.

Kekurangan film ini datang dari segi sinematografi yang nampak standar khas film Marvel. Di beberapa adegan penting yang seharusnya bisa lebih dramatis ataupun mengundang crowd pleaser pun nyatanya juga tak tereksekusi dengan baik. Begitupun juga beberapa pesan tentang kemanusiaan dan girl power yang tak tersampaikan dengan cukup kuat meskipun tidak bisa dibilang buruk juga.

Goose (Sumber: Usatoday.com)
Goose (Sumber: Usatoday.com)
Pada akhirnya film ini bisa dibilang cukup penting agar bisa menikmati pengalaman maksimal dalam menonton Avengers: End Game kelak. Namun jika anda bukan tipikal penonton yang harus menonton setiap film MCU dan ingin langsung skip ke End Game pun tidak masalah. Karena film ini memang lebih berfokus ke origin story dibanding sambungan langsung layaknya Captain America: Civil War.

Ya setidaknya melalui film ini kita diperkenalkan pada asal-usul program Avengers Initiative milik S.H.I.E.L.D. Juga tak lupa, terhibur dengan aksi Goose si kucing yang menggemaskan.

Bersama teman-teman Komik Kompasiana (foto: kamera 360 mba Nutty)
Bersama teman-teman Komik Kompasiana (foto: kamera 360 mba Nutty)
Jadi bagaimana, tertarik menyaksikan Captain Marvel akhir pekan ini? Kalau saya sih sudah bersama rekan-rekan komik kompasiana Kamis lalu di Gandaria City, heuheuheu..

Skor: 7/10

Salam Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun