Mohon tunggu...
Yonathan Christanto
Yonathan Christanto Mohon Tunggu... Penulis - Karyawan Swasta

Moviegoer | Best in Specific Interest Kompasiana Awards 2019

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Private Life", Perjuangan Mempertahankan Cinta di Tengah Problem Infertilitas

14 Februari 2019   10:59 Diperbarui: 15 Februari 2019   15:57 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Having children showed me a whole different kind of love that I had never known. It was something that had always been missing. Complete love. I would die for them" -Scott Weiland-

Kehadiran seorang anak di tengah-tengah kehidupan pernikahan tentu merupakan karunia luar biasa dan tak terbantahkan yang berasal dari Tuhan. Kehadiran anak juga dianggap sebagai pelengkap dan pembawa sukacita baru dalam setiap keluarga kecil.

Itulah sebabnya, banyak pasangan suami istri diseluruh dunia begitu mempersiapkan dengan baik kehadiran sang buah hati dengan melakukan pola hidup sehat, cek kesehatan rutin hingga melakukan hubungan seksual yang rutin dan terjadwal. Semua itu dilakukan demi terjaganya kesuburan pasangan suami istri dan sang anak diharapkan bisa lahir ke dunia dengan sehat dan dalam kondisi sempurna.

Tapi apa jadinya jika pasangan suami istri mengalami masalah dalam kesuburannya? Tentu saja tetap berjuang demi mendapatkan seorang anak yang diidam-idamkan, meskipun harus melewati proses yang lebih sulit, panjang dan melelahkan. Bahkan tak jarang, usaha-usaha tersebut justru berakhir dengan depresi dan yang terburuk adalah terjadinya pertengkaran hebat dalam rumah tangga yang menyebabkan hubungan suami istri berada di ujung tanduk.

Problem itulah yang kemudian diangkat dalam film drama berjudul Private Life ini. Film yang ditulis dan disutradarai oleh sutradara wanita Tamara Jenkins ini, menjadi film terbarunya setelah film terakhirnya berjudul Savages -yang tak kalah inspiratifnya- dibuat 11 tahun yang lalu.

Netflix.com
Netflix.com
Film produksi Netflix yang konon terinspirasi dari pengalaman pribadi Tamara Jenkins setelah menjalani perawatan kesuburan ini begitu detail dan akurat bahkan terasa personal. Maka tak heran, film ini mendapat respon yang sangat positif dan tentu saja diganjar nilai tinggi oleh Rotten Tomatoes yaitu 93% Certified Fresh dengan audience score di angka 80%. Sementara di iMDb film ini mendapat 7,3 bintang dari total 10 bintang.

Bagi saya pribadi, film ini juga menjadi salah satu film drama romantis atau drama kehidupan favorit hingga saat ini. Dan sempat juga saya mention pada tulisan sebelumnya mengenai list acara Netflix wajib tonton. So tak perlu berlama-lama, berikut poin-poin pembahasannya.

Sinopsis

Thrillist.com
Thrillist.com
Film dimulai dengan adegan Richard Grimes(Paul Giamatti) yang menyuntikkan semacam hormon ke bokong istrinya, Rachel Biegler(Kathryn Hahn). Hal tersebut merupakan rutinitas yang harus mereka lakukan setiap malam demi mendapatkan sang buah hati yang mereka idam-idamkan.

Mereka berdua adalah pasangan suami istri usia 40 tahunan yang sedang menjalani terapi IVF(In Vitro Fertilisation). Terapi yang juga sejatinya membuat mereka tak berhubungan seksual dalam waktu yang cukup lama. Namun semua hal tersebut rela dipinggirkan demi mendapat kesuburan maksimal yang diinginkan.

Tantangan bagi mereka kemudian muncul ketika setiap usaha yang mereka lakukan selalu berbuah kegagalan. Tak hanya terapi, bahkan usaha lainnya seperti mengadopsi anak dan program bayi tabung pun selalu gagal.

Vulture.com
Vulture.com
Meskipun secercah harapan sempat ada dalam diri sang keponakan Saddie Barrett(Kayli Carter) yang turut berkorban dalam proses kesuburan Richard dan Rachel, namun hal tersebutlah yang kemudian justru mengubah cara berpikir mereka tentang anak, hubungan suami istri dan kehidupan pernikahan.

Haruskah usaha mereka menjadi orang tua lantas mengorbankan banyak hal dalam hidup mereka? Lantas, mana yang lebih penting antara mempertahankan cinta dan kehidupan pernikahan mereka atau usaha yang ambisius dalam menghadirkan anak di tengah-tengah mereka?

Film Drama yang Begitu Natural dan Hangat

Apa yang ditampilkan dalam film Private Life ini begitu sederhana namun mengena dan cukup personal bagi beberapa orang yang mengalami problematika yang sama. Lucu dan hangat merupakan dua kata yang cukup menggambarkan film ini secara keseluruhan.

Theatlantix.com
Theatlantix.com
Tak seperti film drama romantis lain yang kadang mendramatisasi suatu adegan secara berlebihan demi menciptakan sebuah efek konflik yang wow, film ini tidak seperti itu. Konflik dalam film ini begitu natural khas konflik-konflik rumah tangga yang jamak kita temui sehari-hari.

Begitupun dengan konflik eksternal yang berasal dari keluarga misalnya. Pertanyaan seputar perawatan kesuburan yang sedang mereka jalani kadang membuat mereka jengah, atau ketidakrelaan salah satu anggota keluarga dalam meminjamkan uang untuk menutupi sementara biaya perawatan mereka, merupakan beberapa contoh konflik yang terasa begitu lekat dengan kehidupan sehari-hari.

Columbian.com
Columbian.com
Unsur komedi pun ditampilkan dalam porsi yang pas dan masuk dalam timing adegan yang juga pas. Meskipun memang unsur komedianya lebih didominasi unsur humor cringe.

Bahkan Tamara Jenkins dengan cerdasnya mampu membuat sebuah situasi tampak begitu nyata hingga kita seakan turut merasakannya. Seperti adegan di klinik perawatan kesuburan misalnya. 

Kita bisa melihat setiap pasien yang menunggu duduk lesu dengan tatapan kosong seakan lelah dalam mengikuti setiap program kesuburan ini meskipun memang harus mereka lakukan. Detail pada hal-hal sederhana seperti itulah yang jelas membuat film ini memberikan dimensi berbeda hingga kita ikut mampu merasakan setiap tekanan emosional yang ada.

Akting Jempolan Paul Giamatti dan Kathryn Hahn

Rikchung.com
Rikchung.com
Yang membuat film ini begitu hidup tentu saja ada dalam diri Paul Giamatti dan Kathryn Hahn. Mereka berdua nampak nyata memerankan pasangan suami istri usia 40 tahunan yang sedang berjuang sekuat tenaga mendapatkan seorang anak. 

Paul Giamatti mampu menampilkan sosok suami yang penyabar, penyayang dan bijaksana dalam menyikapi setiap keputusan bersama sang istri. Sementara Kathryn Hahn mampu menampilkan sosok istri yang emosional, terlihat lelah dan kadang tidak rasional dalam menyikapi segala hal yang berhubungan dengan usahanya mendapatkan anak. Pribadi yang bertolak belakang itulah yang semakin membuat penampilan mereka sebagai suami istri tampak begitu meyakinkan dan relate dengan hubungan suami istri di kehidupan nyata.

Kita juga bisa melihat perkembangan yang cukup signifikan dari karakter suami istri ini sejak awal hingga akhir film ini. Dari yang begitu excited mengikuti program kesuburan, kemudian lelah, hingga semangat lagi dan begitu seterusnya pola mereka dalam usaha mencoba dan berharap akan kehadiran anak di tengah-tengah mereka.

Nytimes.com
Nytimes.com
Tak hanya mereka, Kayli Carter yang berperan sebagai keponakan pun cukup mampu mencuri perhatian. Kehadirannya seakan menjadi penyeimbang di tengah hubungan dan konflik yang terjadi antara Richard dan Rachel. Kayli mampu menunjukkan perannya sebagai karakter gadis yang manis, memiliki ambisi tinggi namun juga di satu sisi menyimpan sebuah rahasia yang justru menyulitkan dirinya sendiri.

Perjuangan Mempertahankan Cinta di Tengah Problem Infertilitas

Usatoday.com
Usatoday.com
Dengan kokohnya penceritaan dan performa aktor dan aktris dalam film ini, sejatinya Private Life menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar film drama kehidupan. Private Life menawarkan sebuah pesan yang kuat bagi segenap pasangan suami istri di seluruh dunia. Pesan cinta dan kasih sayang bagi pasangan jelas tergambar di film ini.

Karakter Richard dan Rachel jelas mengajarkan kita bahwa ambisi berlebihan dalam menghadirkan seorang anak ke dalam keluarga justru bisa berakibat fatal dalam sebuah hubungan pernikahan. Tak jarang ambisi yang berlebihan tersebut justru membawa kita ke dalam kondisi sulit yang berujung pada depresi dan berkurangnya rasa sayang terhadap pasangan. Fokus kita yang tak lagi kepada pasangan pun membuat kita lupa akan nilai-nilai suami istri yang seharusnya dibangun dan terus dipertahankan hingga maut memisahkan.

Tak salah memang berusaha dan memiliki ambisi lebih dalam menghadirkan anak di tengah-tengah keluarga kecil kita. Apalagi bagi yang sudah bertahun-tahun menjalani pernikahan namun belum juga dikaruniai seorang anak, pasti akan merasakan konflik personal yang sama dengan apa yang dirasakan Richard dan Rachel.

Vanityfair.com
Vanityfair.com
Namun disitulah poin utama film Private Life ini. Film ini memberi sudut pandang baru dalam permasalahan tersebut tanpa harus menjustifikasi.

Film ini justru bertanya balik kepada kita mengenai apa yang kita lakukan jika ada di posisi Richard dan Rachel. Dimana kegagalan demi kegagalan selalu terjadi, tak peduli seberapa besar usaha yang telah mereka jalani.

Akankah kita bertindak seperti Richard yang sabar namun tetap berusaha semampunya, atau justru seperti Rachel yang cenderung emosional, tidak stabil dan terlalu memaksakan kehendak hingga terkadang mengabaikan cinta dan kasih sayang yang seharusnya diberikan porsi terbaik bagi suaminya? Well, tentu saja hanya pribadi masing-masing yang bisa menjawabnya.

Penutup

Latfusa.com
Latfusa.com
Dengan kisah yang relevan, konflik yang natural dan penampilan menawan dari aktor dan aktrisnya, maka jelas tak ada alasan untuk melewatkan film ini. Film yang ditujukan bagi pasangan dewasa ini memang bertutur dengan jujur tanpa harus mendramatisir secara berlebihan konflik yang terjadi di sepanjang film.

Apalagi bagi yang ingin menghabiskan momen valentine bersama pasangan di rumah, maka menyaksikan film ini di platform Netflix sembari menikmati hidangan spesial di ruang keluarga atau sembari bersantai di kamar tidur tentu menjadi momen yang menyenangkan. 

Banyaknya humor, pesan cinta bahkan momen haru di sepanjang film, tentu menjadikan film ini begitu spesial untuk dinikmati di hari penuh cinta ini. Apalagi bagi pasangan yang sedang merindukan kehadiran sang buah hati, tentu akan mendapatkan banyak pelajaran dan sudut pandang baru melalui film ini.

Pada akhirnya, film ini juga bisa menjadi sarana refleksi akan hubungan suatu pernikahan. Tak hanya soal ambisi memiliki anak seperti yang ditampilkan dalam film ini, ambisi terhadap hal lainnya seperti karir pun sejatinya bisa menjadi pelajaran. 

Sudahkah kita terlebih dahulu memberi kasih sayang dan cinta yang penuh kepada pasangan kita sebelum semua hal tersebut "terbagi" kepada setiap ambisi berlebihan yang mungkin muncul dalam diri kita? Lantas bagaimana jika ambisi tersebut tetap menemui kegagalan? Masih bisa kah kita memberikan porsi cinta dan kasih sayang yang terbaik bagi pasangan, atau justru menyalahkannya akan segala hal yang berjalan tidak sesuai rencana?

Selamat menonton dan happy valentine. Salam kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun