Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jatuh Cinta

30 Mei 2021   11:18 Diperbarui: 30 Mei 2021   11:37 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ma, aku lagi jatuh cinta nih!" Kata-kata Lucky meluncur enteng begitu saja kepada Lucy, sang istri. Kata-kata itu terlecut tak terkekang di sela-sela gurauan mereka. Mendengar itu, mendadak sontak Lucy yang sang istri bak disambar petir di siang bolong.

Dari suasana santai yang ceria penuh canda, gurau dan tawa tetiba berubah dalam sekejap. Suasananya mendadak jadi buruk. Situasinya caruk maruk, centang perenang takkaruan. Tadinya ramah penuh kasih, kini marah penuh serapah.

"Apa?," teriak Lucy sang istri memekakkan telinga sembari meloncat. Dan dalam sekejap ia telah berdiri kokoh di depan Lucky berkacak pinggang. "Jatuh cinta lagi?" Lanjutnya dengan wajah merah padam penuh emosi.

Tak hanya itu, matanya pun melotot nyaris terlontar keluar dari kelopaknya. Gigi geliginya pun bergemeretak saking geramnya mendengar hal itu. Ia seperti singa betina ganas nan lapar siap menerkam mangsa naas yang ada di depannya.

"Memangnya aku kurang apa? Kurang cantik? Aku kurang seksi? Aku kurang baik? Kurangkah pelayananku selama ini?" Nyerocosnya terus tidak putus-putus seperti bunyi knalpot motor resing. Sungguh bising.

Lucky sang suami hanya duduk mematung tak berdaya. Dia bagai seorang terdakwa yang tertunduk lesu menanti keputusan sang hakim yang mulia. Perasaannya lunglai. Jiwa mengawang. Nalar terkapar. Lidah kelu. Ia tak berkutik.

"Kurang ajar. Sialan. Dasar laki-laki buaya kampung kunyuk. Kagak tau diri. Manusia pecundang gak bertanggung jawab." Dan masih banyak lagi kata-kata mutiara. Kata-kata takpantas yang keluar dari bibir tipis dan mulut panasnya.

Bunyi perkataan yang berhamburan itu sungguh berisik. Seperti jagung goreng yang meletup membentur tutup penggorengan. Atau seperti senapan mesin otomatis. Ia terus memuntahkan timah panas yang peluru tajam ke sasaran pesakitan di pelupuk matanya.

Dalam hati, sebenarnya, Lucky merasa geli dan ingin tertawa. Tapi itu takbisa dan tak mungkin ditunjukkannya. Ingin pula ia menyela istrinya untuk menjelaskan hal ini. Yaitu duduk persoalan yang sebenarnya. Namun melihat kondisi istrinya yang berang saat itu, ia urungkan niat. Ia berusaha menenangkan diri setenang bagan nelayan ditengah laut.

Bagaimana bisa? Baru juga ia mau bilang: "A...," segera ia dihardik dengan keras. "Diam! Gak usah ngomong. Gak usah bersuara. Kalau perlu gak usah napas sekalian!" Ia berkata dengan jutek sambil menudingkan telunjuknya pas di depan hidung Lucky yang sang suami itu. Tetapi ia tak bereaksi negatif. Karena memang tidak ada yang permasalahan besar dalam hal ini.

Lucky sang suami membatin. Ia bermonolog dan bergulat dengan dirinya sendiri. Ia seolah menyalahkan nalarnya yang mengesampingkan rasa. "Kenapa kamu ngomong gitu? Coba kamu mulai dengan dialog yang agak halus. Misalnya: 'Ma...bagaimana kalau aku jatuh cinta lagi? Atau bagaimana kalau ada yang bla -- bla -- bla. Jangan tu de poin gitu dong. Goblok. Dasar goblok kamu!" Dia mengutuki diri sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun