Jari-jemarinya dimainkan di punggungku. Masing-masing jari memerankan seorang tokoh. Kadang mereka berantam, kadang bersahabat. Kalau sedang berkelahi, mereka (jari-jari Opa) akan saling berkejaran melintasi seluruh tubuhku.
Mereka berkejaran bukan hanya di punggung saja. Tapi di seluruh badan. Ekspresi atau intonasi suara Opa pun seru pula. Persis dalang. Kalau lagi bersahabat suara Opa akan melembut. Jari-jemarinya hanya akan berjalan beriringan dalam damai sembari mengelus-elus.
Cara Opa meninabobokanku demikian membuatku sangat 'kecanduan.' Aku baru mau tidur bila diceritakan tentang sesuatu sambil mengelus punggungku dengan jari. Kebiasaan ini baru hilang setelah aku benar-benar sekolah.