Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ziziphus Mauritiana

12 Juli 2020   12:03 Diperbarui: 12 Juli 2020   12:01 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mama Minci yang Mama kecilku itu telah selesai membantu Mama dalam proses kelahiranku. Kini Papa mengambil oper "tongkat estafet" tugas selanjutnya. Ia yang menangani dan mengurusi plasentaku. Orang awam menyebutnya ari-ari.

Papa membersihkan dan membungkus ari-ariku dengan rapi. Kata mereka ari-ari sama seperti saudara kembar dari yang empunya. Jadi dia harus diperlakukan sama seperti bayi itu sendiri.

Orang-orang di kampungku meyakini bahwa seorang anak kelak akan menjadi seperti perlakuan terhadap plasentanya. Karena itu di dalam bungkusan ari-ariku Papa letakkan juga sebuah pensil dan selembar kertas.

Dengan bekal sebuah pensil dan selembar kertas aku kelak akan menjadi anak yang pandai. Kepandaian memang ada hubungannya dengan alat tulis-menulis. Logika itu yang mendorong Opa dan Oma memaksa Papa untuk melakukan hal itu.

Aku tidak protes dan tak perlu memprotes. Toh, aku tidak mempercayainya. Logika mereka benar. Tetapi caranya yang kurang logis. Bayangkan, sebongkah daging busuk diberi pensil dan kertas lalu "saudara kembarnya" akan menjadi pintar. Nonsens. Nehi simelekete.

Tapi itu pun dulu. Sudah berlalu puluhan tahun silam. Sekarang cara berpikir atau paradigma mereka telah berkembang. Maju pesat searah meningkatnya peradaban dunia yang makin canggih.

Kalau aku bisa seperti sekarang ini bukan karena plasentaku dilengkapi dengan pensil dan kertas. Semua yang kualami hingga kini semata-mata karena kemurahan Tuhan. Karena aku sungguh percaya bahwa tidak satu pun langkah hidup seseorang luput dari pertolongan Tuhan.

Tuhan telah menganugerahkan bagiku orangtua yang bijaksana dan penuh kasih. Mereka telah mau berlelah-lelah membimbing-mendidik aku. Akupun telah dikaruniai Tuhan dengan menempatkan guru-guru keren yang kualifaid dalam mengajarku.

Tuhan jugalah yang telah menempatkan aku di antara teman-teman yang baik dan hebat. Teman-teman yang selalu siap menolong ketika aku membutuhkan bantuan. Ia pun yang telah menganugerahkan kemampuan yang baik kepadaku.

Ia telah mengaruniakan kecakapan berpikir dan kesukaan belajar yang baik. Itupun karena aku diberi kesempatan oleh Tuhan untuk belajar dan mengembangkan diri. Mengeksplor diri dengan mengasah berbagai talenta yang Tuhan beri.

Lanjut lagi! Setelah bungkusan itu rapi, Papa berangkat meninggalkan kami semua. Ia menuju hutan di sebelah Utara rumah kami. Hutan yang ditumbuhi banyak belukar duri dan pohon Kom.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun