Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dunia Menyambutku

11 Juli 2020   08:27 Diperbarui: 11 Juli 2020   08:23 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Di awal tahun enam lima ini, tepatnya tanggal satu Januari, sekitar pukul lima sore Papa dan Mamaku kembali ke rumah. Mereka kembali dari sungai Roha sehabis mencuci dan mandi membersihkan diri. Mereka mandi di kali karena di kampungku waktu itu belum membudaya membuat memiliki kamar mandi sendiri di rumah.

Mereka lakukan itu sebagai persiapan menyambut para tamu yang bakal ke rumah bersalam-salaman. Mereka menyusuri jalan-jalan setapak yang ditumbuhi gulma di kedua sisinya. Mereka harus berjuang menyibak rerumputan liar itu agar bisa lewat. Akhirnya mereka terbebas dari perangkap gulma yang mencekik.

Tapi tak seberapa jauh dari rumah yang tinggal beberapa langkah memasuki pekarangan, Mama terduduk lemas. Mama sudah tak mampu lagi melangkahkan kakinya. Melihat kondisi itu Papa memutusan menggendong Mama. Papa membopong Mama sampai membaringkannya di tempat tidur.

Kakak-kakakku membantu Papa menjaga merawat Mama. Mereka berusaha mengembalikan kondisi Mama setelah berbaring di kamar tidur. Mama kelelahan membawa janin dalam kandungannya. Mama sedang berjuang menahan desakan sang bayi yang ingin merayakan tahun baru juga.

Kurang lebih jam tujuh malam suara tangisku terdengar menyeruak. Suaraku bertubrukan dengan gelak tawa riang tetamu dan kerabat. Seolah sedang menyongsong menyambut mereka yang telah memasuki pekarangan menuju 'istana' kami.

Aku lahir di dalam rumah yang berlantai gravel (tanah kering). Rumah yang beratap daun gewang tanpa langit-langit serta bertembokkan bebak. Papa dan kakak-kakak menyambutku juga menerima kunjungan para tamu.

Daun gewang itu cukup lebar untuk dijadikan bahan penutup rumah/atap. Biasa juga dipakai untuk membuat haik yang berfungsi sebagai tempat membawa air. Gewang adalah tumbuhan palem sejenis lontar yang banyak tumbuh di daratan Timor.

Bebak adalah pelepah daun gewang. Untuk bisa menjadi dinding, bebak itu harus digabungkan satu persatu secara bertumpuk. Caranya adalah dengan menusuknya mirip sate menggunakan 3 bilah bambu yang telah diruncing. Bambu-bambu itu ditusukkan di kedua ujung dan tengah pelepah. Bambu yang ditusukkan berfungsi sebagai penyanggah agar kokoh.

Tidak ada bidan. Tidak ada mantri. Juga tidak ada suster apalagi dokter. Orang-orang hebat berkompeten ini tidak terlibat dalam proses kelahiranku.Di saat itu belum ada tenaga medis di kampung-kampung. Tidak seperti sekarang, mereka ada di mana-mana.

Yang ada di rumahku waktu itu hanya Papa dan jelas Mama. Keempat kakakku. Mama kecilku, Welminci Muni-Loemnanu. Juga Opa Paulus Loemnanu dan Oma Rosalin Loemnanu-Ton. Mama Mincilah yang bertindak sebagai 'ginekolognya.'

Mama Minci adalah nama panggilan Mama kecilku. Ia adalah istri dari Felipus Muni yang biasa kami panggil Papa Ipu. Papa Ipu berprofesi sebagai kepala sekolah di SD GMIT Tuatuka sampai tutup usia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun