Mohon tunggu...
Yolis Djami
Yolis Djami Mohon Tunggu... Dosen - Foto pribadi

Tilong, Kupang.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sahur Terakhir

23 Mei 2020   15:29 Diperbarui: 24 Mei 2020   06:43 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari ini adalah sahur terakhir. Sahur terakhir karena malam nanti adalah malam takbiran. Artinya besok lebaran. Idul fitri. Hari kemenagan bagi segenap kaum muslimin di seluruh belahan dunia ini. Selepas sahur tadi pagi semua orang telah menyiapkan segala pernak pernik menyambut lebaran besok.

Bukan baru hari ini aku mempersiapkannya. Aku telah menyicilnya sejak satu minggu terakhir menjelang hari kemenangan ini. Jadi hari ini aku hanya mengecek untuk memastikan apa yang masih kurang. Atau apa yang terlewatkan. Bila ada, aku harus segera menggenapkannya.

Persiapan dari jauh hari itu aku mulai dari yang besar-besar. Semisal merapikan rumah. Bagian rumah yang dirapikan adalah mencat ulang tembok. Menata ulang interiornya. Yaitu menata kembali sofa, buffet, meja, dan lainnya. Itu pun kalau mampu saja. Mampu dalam hal keuangan tentunya. Tapi tahun ini Tuhan memberi rezeki lewat suamiku sehingga aku mampu melakukan semuanya. Alhamdulillah!

Setelah persiapan yang besar-besar baru aku beranjak menyiapkan lainnya. Tahun ini, sekali lagi, karena suamiku dilimpahi berkah maka aku pun menyiapkan beberapa potong pakaian baru untuk kami sekeluarga. Aku beli untuk suami, cucu, dan aku sendiri. Anak-anak tidak kubelikan karena mereka sudah bersuami. Itu menjadi tanggung jawab suami mereka masing-masing.Yang kubeli tidak mewah. Tapi yang pasti enak pas saat dikenakan dan tidak memalukan manakala dilihat orang.

Sesudah pakaian beres aku beralih ke kue dan jajanan-jajanan khas lebaran. Semacam kue-kue kering beserta dengan tempatnya. Toples biasa aku menyebut tempat-tempat itu. Entah benar atau tidak aku menyebutnya. Tapi maksudku, ya, itu wadah yang terbuat dari kaca berdiameter 10 sampai 15 sentimeter dan memiliki tutup yang apik juga berderat rapat.

Wadah atau toples-toples itu kucuci bersih dan kukeringkan. Lalu aku masukkan kue-kue itu menurut jenisnya. Juga dikelompokkan menurut warna dan rasa. Yang manis sendiri. Yang gurih terpisah. Yang pedes di wadah tertentu. Begitu hingga semua yang akan kuhidangkan bila ada tamu teralokasi dengan menawan. Semua berteduh dengan nyaman dalam toples yang aman.

Termasuk jajanan jenis kacang-kacangan aku tempati masing-masing. Kacang tanah yang disangrai. Disangrai maksudnya digoreng tanpa minyak. Kacang tanah dengan balutan tepung. Juga kacang mede. Rasa dari rupa-rupa kacang inipun beda-beda. Ada yang manis. Gurih. Pedes. Aku siapkan beraneka begitu karena juga untuk menyenangkan cucu-cucuku. Jadi bukan hanya untuk tetamu semata.

Aku juga selalu menyediakan kolang-kaling dalam beberapa warna. Kolang kaling adalah olahan buah enau atau aren. Buahnya gatal sekali sehingga harus telaten saat memproduksinya. Maksudnya ketika mengolahnya. Sumber gatalnya ada di kulitnya. Aku selalu sediakan karena aku pecinta sejati kolang-kaling. Aku membeli di pasar sudah dalam keadaan terkupas. Tak berkulit lagi.

Kalau yang satu ini, tidak bisa tidak, aku harus buat sendiri. Aku mengolahnya dengan tanganku sendiri sesibuk apapun juga aku. Seperti yang kubilang tadi bahwa yang kuolah adalah yang sudah berbentuk kolang kaling. Bukan yang masih berkulit. Tapi, maaf, aku tak akan menceritakan proses membuatnya. Kalau pembaca ingin belajar, monggo. Ke rumah, aku siap tularkan ilmunya.

Kolang kaling yang kuhidangkan tidak satu rupa. Ada beberapa warna yang mewakili rasa dan aroma. Dari sekian kali aku bereksperimen aku dapati warna-warna favoritku dengan aromanya masing-masing. Warna-warna yang kumaksud adalah: Merah dengan aroma dominan bunga rose atau mawar. Putih yang beraroma vanilla. Kuning dengan rasa markisa. Hijau yang beraroma daun pandan. Semuanya sudah dalam wadah yang tak kalah cantiknya.

Semua pernak-pernik itu sudah kuwadahi tapi belum kupajang. Aku masih mengisolasinya di dalam buffet. Lemari makanan. Supaya tidak diacak-acak cucu-cucu. Makhlum mereka sedang aktif-aktifnya. Rencananya malam ini ketika mereka sudah terlelap baru aku grapiakan mengatur menatanya di meja di ruang tamu separoh. Dan yang lainnya di mejamakan bersama dengan ketupat sayur dan santapan berat lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun