Mohon tunggu...
yolaagne
yolaagne Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Jurnalistik

sorak-sorai isi kepala

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hiruk-Pikuk Sistem Zonasi

26 Juni 2019   00:28 Diperbarui: 26 Juni 2019   00:56 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tahun ajaran baru sudah dimulai. Para orang tua sudah mempersiapkan anaknya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun, dengan diterapkannya sistem zonasi  membuat mereka tidak dapat mendaftar ke sekolah yang diinginkan jika tidak sezonasi. Sesuai dengan Permendikbut no 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Sistem ini sudah mulai diberlakukan pada tahun 2017 lalu. Sistem ini memberlakukan sekolah hanya bisa menerima siswa berdasarkan zona yang telah ditentukan. Yang mana siswa tidak dapat mendaftar ke sekolah yang diimpikan jika tidak berada pada zona yang ditentukan.

Tentu pada setiap kebijakan memiliki kelebihan dan kekurangannya.  Sistem zonasi ini dinilai masih banyak kekurangannya oleh sebagian besar masyarakat. Salah satu yang paling terlihat jelas adalah tidak seimbaangnya daya tapung sekolah dengan jumlah siswa. Banyak siswa yang terlantar karena namanya tidak terdaftar di sekolah manapun. Kemudian sistem ini rawan dimanipulasi, seperti yang terjadi di daerah Jakarta. Ditemukan salah satu siswa yang menumpang nama dalam kartu keluarga saudaranya di Kramat Jati, Jakarta Tmur, demi bisa masuk di sekolah yang diinginkan. hal ini memperlihatkan dengan jelas bahwa sistem ini mudah dikelabui.

Namun, disisi lain, regulasi yang ditetapkan Kemendikbud ini mempunyai tujuan yang mulia. Yaitu untuk menghilangkan perspektif favoritisme sekolah di masyarakat. Sebagaimana yang disampaikan Ahmad Suaedy, Anggota Pimpinan Ombudsman RI

"Itu yang saya sebut perspektif masyarakat tentang favoritisme. Masyarakat sekarang ini berangan-angan anaknya semua masuk sekolah favorit dengan segala cara," dikutip dari Tirto. Ia mengatakan perspektif tentang fovoritisme sekolah sangat tidak adil, karena akan menciptakan sekolah-sekolah favorit yang mayoritasnya berada di kota-kota besar. Sistem zonasi juga membantu masyarakat menengah kebawah untuk mendapatkan layanan pendidikan sekolah negeri melalui sistem zonasi. Artinya memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan pada sekolah negeri.

Tentu kita dapat menyambut kebijakan ini dengan baik, sebagaimana niat mulia Kemendikbud untuk melakukan pemerataan pada sistem pendidikan. Tapi, lebih baik jika regulasi ini diikuti dengan perbaikan, mulai dari: kualitas sumber daya pengajar dan saran prasarana penunjang. Dihilangkannya sistem akreditasi yang mengkotak-kotakkan kualitas sekolah, membuat perspektif masyarakat jika tidak terakreditsi maka belum layak sekolah tersebut.

Tentu perjalanan pendidikan di Indonesia masih sangat panjang. Dan bukan hal mudah dalam memperbaiki sistem pendidikan di negara demokrasi ini. Nasib generasi muda dimulai dari sekarang. Oleh Karena itu kita harus lekas bebenah untuk mencapai kejayaan dalam bidang pendidikan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun