Mohon tunggu...
Yokie S
Yokie S Mohon Tunggu... Freelancer - Adalah seorang Pelacur Spiritual yang merangkap sebagai Penulis Gelap secara fungsional.

Situs alamat saya ini, sejak awal, sudah saya rancang dengan konstruksi tanpa pintu. Jadi Anda, bebas mau keluar, atau mau masuk, atau mau jungkirbalik sekalian. Entah kenapa Admin Kompasiana yang cantik itu mengizinkan saya meluncurkan tulisan-tulisan tidak beres saya di sini. Saya kira sudah cukuplah semua basa-basi penghantar ini ya? Saya bukan ahli silaturahmi soalnya.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Infiltran Gelap di Sayap Garuda

6 Desember 2019   22:30 Diperbarui: 7 Desember 2019   08:08 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu, jika telinga Anda mendengar berita tentang penyelundupan, boleh jadi kata pertama yang berlalu-lalang di kepala Anda adalah jenis narkoba atau sejenisnya.

Manusia sudah mulai menyelundupkan barang, sejak lama. Tetapi angan-angan sembarangan saya berpendapat bahwa, bahasa penyelundupan dianggap ada, sejak sebuah aturan yang melarangnya ada. 

Maksud saya adalah, tindakan itu tidak akan dikatakan sebagai tindakan kriminal jika belum ada hukum yang mengatur tentang itu. Itulah kenapa saya berpendapat bahwa manusia sudah melakukan penyelundupan barang, sejak manusia telah dikatakan pernah membawa jenis barang ke luar wilayah asalnya. Hanya saja, tentu dulu itu tidak disebut upaya penyelundupan. Tetapi disebut pindah.

Batas suatu wilayah, atau negara menjadi alasan yang pertama. Penguasa di dalam suatu wilayah memberlakukan bea terhadap apa saja yang melewati batas wilayahnya. 

Maka, bea kemudian diatur ke dalam bentuk nominal yang harus dibayar. Hal ini nanti akan menjadi salah satu poin saya, selain dari beberapa poin-poin yang lain, terhadap alasan-alasan yang menyangkut terjadinya tindakan di kalangan masyarakat untuk menyelundupkan barang.

Sejauh ini, dari berbagai kabar-kabar berita yang bertebaran di media yang saya ketahui, 5 jenis "Sas" menempati posisi angka terbanyak dalam jenis pelanggaran hukum ini. Pertama, adalah Elektronik. Disambung oleh kawan akrabnya, Narkotika, selanjutnya ditempati oleh Pakaian Jenis Second, kemudian Hewan Langka dan yang terakhir bahkan adalah, Manusia.

Upaya itu juga masing-masing telah didukung oleh motif-motif yang melatarbelakanginya. Dismilaritas harga menjadi alasan pertama. Misalnya, kontras harga yang berlaku di dalam negeri dengan luar negeri. Selisih harga ini jelas terlihat pada barang-barang elektronik seperti Handphone dan lain-lain. Sebagaimana itu tadi telah saya tulis di atas.

Yang kedua, adalah biaya yang harus dibayar ketika barang melewati Pos-pos pemeriksaan, besar. Terakhir Indonesia telah mengatur kembali pajak import di tahun 2018, menjadi 75 USD berserta kelipatan-kelipatannya. 

Jadi, misalkan Anda mengimpor barang dengan jumlah total nominal barang adalah Rp. 5.000.000, maka pajak import yang harus Anda bayar kepada negara Indonesia adalah, kurang lebih berkisar Rp. 540.000. 

Biaya ini, barangkali dianggap besar bagi beberapa orang. Artinya, semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan, maka semakin besar peluang penyelundupan dilakukan. Rumusnya sudah begitu. Nah, maka pilihan terakhir yang lebih menjanjikan keuntungan besar adalah, "selundupkan saja-lah. Pusing amat!".

Motif yang terakhir, kalau menurut saya adalah, tentu saja karena barang itu dilarang. Alasan terakhir ini telah langsung berkaitan dengan 5 jenis "Sas" yang sudah saya tulis di atas tadi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun