Mohon tunggu...
Yohanes Manhitu
Yohanes Manhitu Mohon Tunggu... Penulis - Murid abadi: penulis dan penerjemah

Saya adalah seorang penulis dan penerjemah dari Timor Barat (NTT) yang berdomisili di Yogyakarta. Bidang yang saya geluti adalah bahasa, sastra, sejarah, dan sosial budaya. Saya menulis dalam bahasa Indonesia, Dawan, Tetun Resmi (Timor-Leste), Melayu Kupang, Inggris, Prancis, Spanyol, Portugis, dan Esperanto. Silakan kunjungi blog khusus untuk karya tulis saya di http://ymanhitu-works.blogspot.com dan blog serba-serbi multibahasa saya di http://ymanhitu.blogspot.com. Salam,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sumpah Pemuda dan Martabat Bahasa Indonesia (Sebuah Tulisan Lama)

28 Oktober 2020   02:19 Diperbarui: 28 Oktober 2020   02:39 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: www.indovoices.com

Hal ini tentu mendorong kreativitas tiap penuturnya, misalnya dengan diciptakan atau dipungutnya berbagai istilah dan struktur baru dalam bahasa Indonesia. Namun kreativitas yang tak taat asas menghambat pembinaan bahasa. Misalnya, karena "terlampau" kreatif, maka orang dapat menggunakan istilah-istilah asing tanpa mengindahkan kaidah-kaidah bahasa Indonesia.

Peradaban Bangsa
Kita tentu ingat peribahasa "bahasa menunjukkan bangsa". Kedengaran klasik memang, namun makna yang tersirat di dalamnya sangatlah dalam. Tingkat peradaban suatu bangsa dapat dideteksi dari bahasanya. Makin maju sebuah bangsa, makin tinggi pula kemampuan bahasanya. Dewasa ini bangsa yang kurang berinovasi secara teknologis hanya akan menjadi pengimpor istilah-istilah asing yang datang secara bersamaan dengan produk-produk asing (baik baru maupun rongsokan) yang dibelinya.

Sistem Tulis
Bangsa Indonesia patut berbangga karena bahasa Indonesia telah memiliki sistem tulis dengan ejaan baku yang beraksara Latin. Bahkan sebelum "kelahiran"-nya pun, bahasa Melayu yang adalah cikal-bakal bahasa Indonesia telah memiliki sejarah tulis yang panjang dan mengagumkan. 

Hal penting yang perlu diperhatikan dengan serius dewasa ini adalah penghapusan buta aksara dan peningkatan kemampuan baca-tulis agar masyarakat Indonesia mampu mengekspresikan dirinya secara lisan dan tertulis, dan dapat mengakses sumber-sumber informasi yang pada zaman serba siber ini banyaknya bagaikan gelombang air bah yang tak kunjung menyusut. Suatu sistem tulis yang dirancang oleh para pakar terpercaya pun tentu tidak akan banyak berarti bagi peningkatan martabat bahasa apabila kehadiran dan manfaatnya dinikmati secara luas oleh kalangan terbatas saja.

Pembakuan
Sebagai bahasa yang berwibawa, bahasa Indonesia telah mengalami pembakuan (standardisasi) pada ragam tulisnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya buku tata bahasa dan ejaan resmi yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 

Juga telah ada sistem ucap yang dinyatakan resmi. Misalnya, dalamnya menyampaikan pokok pikiran sebuah partai politik pada sidang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seorang perwakilan harus menggunakan ragam bahasa resmi dan adab. Namun sayang, hal ini kadang-kadang lolos dari perhatian para pengguna bahasa di tanah air. Tidak jarang ditemukan bahwa prinsip "asal dapat dimengerti"-lah yang ditonjolkan dan dijadikan alasan.

Kaya
Seperti manusia, bahasa pun dapat dikelompokkan ke dalam kategori kaya dan miskin. Lalu pertanyaannya, "Apakah bahasa Indonesia sudah kaya, atau masih miskin?" Jawabannya bisa bersifat relatif dan subjektif. Bahasa Indonesia boleh jadi sangat kaya atau sangat miskin, tergantung dari sudut mana kita memandangnya. 

Namun yang pasti, selama rakyat Indonesia menemukan setiap kata, atau ungkapan, yang dibutuhkan untuk menyatakan pikirannya dengan gamblang dalam membicarakan berbagai aspek kehidupan, dari yang paling sederhana hingga yang paling rumitmisalnya untuk membicarakan teori Kuantum Fisikabahasa Indonesia sudah dapat dianggap kaya.

Jumlah Penutur
Situs Wikipedia Indonesia mencatat bahwa jumlah penutur bahasa Indonesia adalah 176 juta orang. Data statistik mencatat bahwa terjadi peningkatan jumlah penutur bahasa Indonesia dari tahun ke tahun. 

Menurut Soepodomo Poedjosoedarmo, jumlah penutur yang banyak belum menjamin suatu bahasa menjadi terhormat walaupun jumlah penutur yang besar dapat menunjukkan adanya kreativitas yang besar dalam berbahasa. Jadi, apabila penutur bahasa Indonesia yang jumlah sangat banyak ini dapat secara kreatif menggunakan bahasa pemersatu dalam berbagai aspek kehidupan, maka martabat bahasa Indonesia akan meningkat dan jumlah orang asing (non-Indonesia) yang mempelajarinya pun bertambah banyak.

Penutup
Sebagai akhir dapat disimpulkan bahwa (1) Sumpah Pemuda yang telah melahirkan bahasa Indonesia menciptakan kebulatan tekad berbagai suku bangsa dalam upaya melepaskan diri dari belenggu penjajahan; (2) jika ditinjau dengan indikator-indikator martabat bahasa yang tertera di atas, yaitu kemampuan, pemakaian dan kreativitas, peradaban bangsa, sistem tulis, pembakuan, kaya, dan jumlah penutur, maka bahasa Indonesia adalah bahasa yang bermartabat tinggi, patut dihormati dan dibanggakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun