Siti berjalan ke rumah Mang Jupri, tetangga sebelah. jaraknya cuma deretan ketiga dari rumah mereka. Makin dekat, Siti mendengar suara mereka makin gaduh. Ah, mungkin mereka lagi teriaki yel-yel pendukung singo edan. Wah, berantem, Kacau!!!!! Berantem ?
Siti berlari kecil kearah mereka, lantas ia menatap layar kaca, aduh... ayah....ayah... ayah cepat pulanggg...ayah pulangg,.... Siti berlari kembali ke rumahnya. Bu!..Bu!.. Stadion Kanjuruhan dipenuhi lautan manusia. Ada apa Siti? ibunya balik bertanya.
Itu Bu, Suporternya berantem sama pemain. Ayo cepat kita pergi ke sana, tengok ayahmu! Siti dan ibunya segera tiba di stadion. Mereka melihat para penonton berlari tunggang langgang keluar stadion. Ada yang terluka, ada juga yang dibopong karena patah kaki, ada pula yang berlarian sambil nangis dan teriak histeris kayak orang kesetanan.Â
Siti dan Ibunya menuju pintu utama stadion. Seorang petugas keamanan mencegat dan bertanya, mau kemana bu? "Tolong pak, aku lagi cari suamiku,"kata ibu setengah tangis. Coba ibu lihat digambar ponselku, "kata petugas itu sembari mendekatkan layar ponsel ke hadapan ibu.Â
Ketika ibu menggeleng, gambarnya di-next. Sampai pada yang kesekian kalinya tiba-tiba ibu teriak histeris, suamiku!!!!!!! Wajah ayah berlumuran darah. Kaos yang dikenakan berubah menjadi merah tua. Maaf, mari ibu ikut ke dalam.Â
Ayah bersama korban lainnya diletakkan di atas terpal sembari menunggu antrian ambulance yang mengantarkan para korban menuju rumah sakit. Bapak sudah tidak bernyawa Sitiiiii.......Bapak sudah tidak bernyawa Sitiiiii....... Â Ibu sudah tak kuat, kakinya gemetaran, tubuhnya lesu. Tangisan ibu semakin menjadi-jadi. Ayahh! ....ayah!.....ayah.....! Â Mana hadiah Hp-ku.......oh..ayah.....Siti dan ibunya menangis sambil berpelukan. Ayah.....ayah.........mana hadiah Hp..ku ayahhh.....
Stadion Kanjuruhan tak lagi terlihat megah. Stadion ini menjelma menjadi sosok yang menakutkan. Stadion ini akan selalu menghantui Siti dan ibunya selama hayat masih dikandung badan.
04 Oktober 2022
Yohanes Kafiar