Mohon tunggu...
Yohanes Ade Kurniawan
Yohanes Ade Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Sedang menyelesaikan studi. Bergiat di UKM Teater Langkah. Memiliki hobi bermusik dan memelihara musang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Krisis Identitas Pemuda Minang (Oleh Yohanes Ade Kurniawan)

22 Juli 2022   18:17 Diperbarui: 22 Juli 2022   18:22 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Secara fundamental, manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Di dalam kehidupan bermasyarakat Minangkabau, pemuda merupakan bagian penting masyarakat. Sesuai dengan pepatah orang Minang dahulu, nan mudo pambimbiang dunia, nan capek kaki ringan tangan, acang-acang dalam nagari. Pepatah tersebut dapat dibahasa Indonesia-kan menjadi, "yang muda pembimbing dunia, cepat kaki ringan tangan, acang-acang dalam negeri".

 Pepatah tersebut memberikan gambaran yang jelas terhadap identitas sekaligus peranan pemuda Minang dalam hidup bermasyarakat. Pemuda Minang digambarkan sebagai pembimbin dunia. Pemuda minang kelak akan menjadi pemimpin, setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Pemuda minang memiliki kebiasaan sebagai bagian masyarakat yang sigap dan selalu ikut serta untuk kebaikan kampung. Keikut serataan pemuda baik itu dalam hal bergotong royong, maupun bermusyawarah.

 Selain hal itu, pemuda Minang juga dipercayai oleh masyarakat sebagai kepercayaan di kampung. Menjaga kampung, menjaga ketertiban kampung, baik itu ancaman dari luar maupun dari dalam. Tidak salah jika pemuda Minang selama di kampung disebut sebagai parik paga nagari. Identitas dan peranan pemuda di kampung sudah sangat jelas sebagai orang kepercayaan bagi masyarakat. Apalagi pemuda Minang umumnya mempelajari ilmu bela diri yaitu silat.

 Namun adanya pergeseran identitas dan peranan pemuda Minang di beberpa tempat. Hal ini bahkan dapat dikategorikan sebagai krisis identitas pemuda Minang saat ini yang berada di kampung. Jika ditinjau dan direnungi kebali pepatah di atas, sudah cukup jarang pemuda yang seperti tersebut. Bukan berarti di semua tempat yang ada di Minang.

 Pemuda saat ini lebih mendahulukan kepentingan pribadi, kepuasan pribadi, kesenangan pribadi, di atas kepentingan bersama. Hal itu dapat dilihat saat adanya gotong royong di kampung, baik itu gotong royong membersihkan jalan, menggali kuburan, bahkan pesta nagari pun hampir jarang pemuda ikut serta secara sadar diri.

 Padahal pepatah tersebut telah menggambarkan pemuda Minang yang cepat kaki ringan tangan. Pergeseran tersebut bukanlah hal yang baik di mata masyarakat. Pergeseran ke arah yang tentunya tidak diinginkan bagi kehidupan bermasyarakat.

 Identitas pemuda Minang yang digaungkan dahulunya sebagai parik paga, capek kaki ringan tangan berangsur-angsur menghilang. Pemuda minang di era kecanggihan, kemudahan, malah terbawa arus. Mereka mulai meraba-raba identitas sendiri. Mengalami krisis identitas dan kehilangan arah meski petuah tersebut bisa dijadikan patokan dalam kehidupan bermasyarakat.

 Jika memerhatikan secara sekesama petuah tersebut sudah benar-benar memberikan jalan terhadap identitas pemuda minang. Petuah tersebut menggambarkan atau membimbing pemuda Minang dalam memggali nilai hidup, tujuan hidup, dan kepekaan atau perasaan bermasyarakat.

 Tidak heran jika saat ini banyak pemuda Minang yang kehilangan arah. Mempertanyakan identitas dirinya. Mempertanyakan nilai guna dirinya di kehidupan bermasyarakat. Serta tak jarang yang mempertanyakan tujuan hidupnya.

 Membuat pemuda kembali menjadi parik paga, capak kaki ringan tangan, acang-acang dalam nagari bukanlah pekerjaan mudah. Dan tentunya perlu diingat, bukan semua pemuda Minang yang saat ini kehilangan identitas. Adanya tugas berat dari seluruh komponen masyrakat untuk mengulan kebiasaan lama pemuda. Mengulang kaji lama yang baik di sifat dan badan diri pemuda.

 Di era yang serba mudah ini seharunya pemuda Minang bisa menfilter terhadap gempuran ragam budaya asing yang masuk. Meninjau kembali dan disesuaikan dengan kebiasaan dan adat orang Minang. Penyaringan tersebut sangat dibutuhkan. Karena zaman tidak bisa disalahkan. Zaman terus berkembang, namun bukan berarti dengan adanya perkembangan zaman seluruh sisi harus ditinggalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun