Mohon tunggu...
Yohanes Apriano Dawan Fernandez
Yohanes Apriano Dawan Fernandez Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Seorang putra daerah yang saat ini menetap di kota industri yang hirup pikuk. Terkadang hal kecil menjadi inspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sekolah Asrama,"Sekolah" Bulying dan Mencuri

22 Februari 2012   00:27 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:21 3403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_172724" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi(http://anggavantyo.wordpress.com)"][/caption]

Judul di atas terkesan menuding dan pasti banyak orang --yang pernah merasakan tinggal di asrama saat bersekolah-- menjadi marah --mungkin ada juga yang setuju-- namun perlu dipahami bahwa tanda kutip yang saya letakkan pada kata sekolah yang kedua bermaksud bahwa potensi itu ada. Sekolah yang berbasiskan asrama memiliki potensi untuk menciptakan atau melanggengkan perilaku bulying dan pencurian. Hal ini dikemukakan karena saya pernah merasakan hidup di asrama selama 6 tahun, sejak SMP hingga SMA.

Pada dasarnya sekolah asrama merupakan tipe pendidikan yang sangat disiplin dengan aturan yang ketat sejak pagi hingga malam tiba. Tidak ada waktu yang terbuang percuma tanpa belajar, bekerja dan berdoa --jika sekolahnya berlandaskan agama-- kecuali saat rekreasi (waktu senggang setelah belajar) dan saat berlibur. Sistem pendidikan yang keras ini bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang penuh disiplin dalam hidup sehingga niscaya bisa menjadi pribadi yang unggul dalam bidang yang digelutinya. Sayangnya sistem pendidikan asrama ini seperti dua sisi mata uang karena pada sisi lain dapat menghasilkan pribadi pemberontak yang menabrak segala aturan yang ada, antara lain dengan perilaku bulying dan mencuri.

Bulying

Perilaku bulying mungkin terjadi pada setiap sekolah, namun sekolah asrama memiliki potensi yang lebih masif dan lebih membahayakan. Jika perilaku bulying pada sekolah biasa hanya terjadi saat sekolah, hal yang lebih parah terjadi pada sekolah asrama karena bulying dapat terjadi di sekolah sekaligus di asrama. "Korban" atau adik kelas bisa memiliki masalah yang berbeda dengan kakak kelasnya saat di sekolah dan di asrama sehingga sangat merugikannya.

Asrama memiliki senioritas yang sangat kuat --ingat kembali kasus IPDN-- yang selalu diwariskan secara turun temurun. Senioritas di asrama menjadi sangat kuat karena didukung oleh kekuasaan para senior yang sangat legitimate. Pengalaman saya saat SMA, menjelang EBTANAS --saat ini UN-- kelas 3 akan menyerahkan jabatannya kepada kelas 2 untuk mengatur kehidupan sehari-hari di asrama. Penyerahan jabatan ini berarti semua pos kerja di asrama akan dipimpin oleh kelas 2 hingga nantinya menjadi kelas 3. Naik jabatan kelas 2 ini meliputi terpilihnya beberapa orang menjadi ketua asrama beserta wakil-wakilnya, ketua pos seperti olahraga, pos kerja kebun, kamar mandi dan sekitarnya serta pos-pos kerja lainnya.

Sayangnya kekuasaan yang legitimate ini juga dipahami secara sempit oleh para senior sehingga digunakan melebihi yang seharusnya. Hal ini terjadi karena ada kebanggan ketika jabatan itu diterima sehingga senior merasa memiliki wewenang atas yunior, tidak saja dalam bekerja namun mencakup kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu secara turun temurun, sikap yunior harus dibingkai dalam kesopanan, penghormatan dan patuh terhadap senior. Indoktrinisasi menyebabkan yunior mengamini hal ini, toh nanti akan dimilikinya lewat penyerahan jabatan.

Pengalaman saya saat SMA adalah harus memanggil senior dengan kakak dan jika ada kesalahan --bahkan bersifat pribadi-- maka yunior akan diadili di tengah ruang makan dan diinterogasi oleh senior. Jika senior tidak bisa menahan emosi maka yunior langsung dipukul --saat kelas 2 saya dan beberapa teman pernah dipukul beramai-ramai oleh ketua asrama-- namun biasanya senior (entah kelas 2 atau 3) akan meluapkan kekesalannya pada "korban" setelah acara makan selesai. Luapan kekesalan ini biasanya berlangsung di dalam kamar barang --ruangan tempat menyimpan lemari dan berbagai perlengkapan kelas 2 atau 3. Pintu kamar barang tersebut biasanya dikunci sehingga hanya terdengar bunyi pukulan dan teriakan korban meminta ampun. Kejadian yang miris, namun karena ancaman maka hal ini disembunyikan rapat-rapat dari bapak asrama yang tidak setiap saat mengontrol asrama yang cukup luas itu. Beberapa kasus diketahui oleh bapak asrama dan pelakunya dikeluarkan dari asrama, namun tradisi ini terus berlanjut.

Mencuri

Selain bulying, mencuri juga menjadi salah satu perilaku negatif yang sering terjadi di asrama. Latar belakang anak asrama yang biasanya berbeda suku, pendidikan keluarga dan status sosial menyebabkan perilaku ini tidak pernah hilang dari kehidupan di asrama seperti yang saya alami sejak SMP hingga SMA. Perilaku ini bisa dibawa oleh murid dari lingkungannya --mungkin sudah pernah dilakukan sebelumnya-- dan diterapkan lagi di asrama, namun ada juga murid yang belajar dari temannya di asrama.

Kehilangan uang merupakan hal yang sering terjadi di asrama, meski sudah disimpan di dalam lemari dan dikunci rapat. Kunci atau gembok biasanya dirusak oleh si pencuri --sayangnya jarang tertangkap basah-- namun ada juga yang mencuri tanpa merusak kuncinya. Berkaitan dengan hal ini biasanya pencuri disinyalir memiliki ilmu hitam dan menjadi isu konyol yang berkembang di asrama. Oleh karena maraknya aksi pencurian maka bapak asrama saya sewaktu SMP sempat kewalahan dan memutuskan agar uang anak asrama disimpan olehnya.

Pencurian tidak sebatas uang tetapi bisa juga seragam sekolah, jam tangan, perlengkapan mandi, makanan --anak asrama biasanya dikirim cemilan oleh orang tua-- bahkan hal yang tidak bisa dimengerti dengan akal sehat yaitu pakaian dalam. Himbauan sering dan selalu dilakukan namun praktek ini selalu terjadi di setiap angkatan. Pencurian barang-barang tersebut rata-rata dilakukan oleh perorangan, namun ada juga pencurian massal yang menjadikan asrama seolah-olah menjadi "sekolah" yang mencetak pencuri. Barang yang dicuri nilainya tidak seberapa namun praktek ini bisa menjadi kebiasaan buruk.

Pengalaman saya biasanya objek pencurian massal ini adalah buah atau tanaman yang ditanam di sekitar asrama. Oleh karena sekolah saya adalah sekolah Katolik maka biasanya di sekitar asrama ada banyak buah-buahan yang ditanam oleh biarawan biarawati serta para karyawanya. Mangga, alpukat, bengkoang, nanas, singkong dan tanaman lain sering menjadi sasaran pencurian anak asrama untuk dikonsumsi bersama. Kenakalan remaja yang saat itu dianggap biasa oleh anak asrama namun bisa menjadi kebiasaan yang buruk.

Solusi

Setelah sekian lama meninggalkan kehidupan asrama, saya berusaha merefleksi kembali perilaku menyimpang tersebut dan dikaitkan dengan kehidupan asrama maka satu masalah yang dapat disimpulkan adalah kurang pendekatan personal terhadap anak asrama. Biasanya anak asrama mencapai ratusan tetapi hanya diawasi oleh satu bapak asrama yang seharusnya dibantu oleh ketua asrama serta para senior. Sayangnya ketua asrama hanya menjalankan tugas formalnya tanpa melakukan pendekatan dan pengawasan informal. Para senior yang diharapkan membantu ketua asrama ternyata juga melakukan hal yang sama sehingga kondisi demikian sulit diatasi. Beban tugas bapak asrama yang terlalu besar ini akan sulit dilakukan karena ia tidak bisa memahami murid satu per satu, hal berbeda jika murid tinggal bersama orang tuanya karena dapat dikontrol selama 24 jam.

Berkaitan dengan hal di atas maka hal pertama yang harus dilakukan adalah bapak asrama harus melakukan  pendekatan terlebih dahulu terhadap senior secara terus menerus dan mencoba menjelaskan fungsi peran dan jabatan yang dimilikinya. Penjelasan jika mampu mendoktrin --bisa berupa pedidikan kepemimpinan-- para senior agar jabatan yang diemban dapat dilakukan secara efektif tanpa menimbulkan dampak negatif. Mungkin tugas ini lebih mudah dilakukan oleh bapak asrama yang tidak kaku atau mudah melebur dalam pergaulan anak-anak asrama.

Jika hal itu sudah dilakukan maka ketua asrama beserta wakilnya serta para senior dapat dijadikan pembantu bapak asrama yang efektif dalam menata kehidupan di asrama, baik dalam kegiatan formal maupun informal. Hal ini bisa memutus rantai kekerasan --harus diputus satu angkatan agar angkatan berikutnya tidak melakukan lagi-- dan mampu mengontrol perilaku "liar" anak asrama yang semakin dikekang justru semakin banyak melanggar aturan.

Tak dipungkiri bahwa asrama juga banyak "melahirkan" individu-individu yang sangat disiplin dan menjadi pemimpin atau profesional di bidangnya masing-masing. Kebanyakan pemimpin daerah di NTT merupakan alumni dari sekolah asrama saya sewaktu SMP dan SMA --banyak juga tokoh-tokoh nasional yang berasal dari NTT-- namun pada sisi lain tidak sedikit juga yang hidupnya hancur karena kekerasan dan perilaku buruk sangat dominan dalam hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun