Mohon tunggu...
Yugiyanta Wasana
Yugiyanta Wasana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Praktisi Sosial Kemasyarakatan

Komunitas Gerakan Menabung Peduli| Komunitas Pengguna Komposter| Fasilitator Jumantik|Tim Satgas Peduli Sampah TJP 014| Tim Kampanye Tong Sampah BETTER

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

"Korban Tabrak Lari" di Komplek Pemukiman

25 Agustus 2021   07:11 Diperbarui: 25 Agustus 2021   11:22 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya sudah sejak malam ketika anak saya menyampaikan kabar itu. Tak ada saksi mata selain pelaku yang entah siapa.

Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh pagi ketika saya akan menyapu dedaunan yang gugur di jalan. Saat saya harus menyapu sisi jalan yang lain, tampak pemandangan menjijikkan (bukan mengerikan), usus terburai dan lalat hijau sudah banyak mengerumuni korban tabrak lari tersebut. Ternyata dari semalam hingga pagi pukul tujuh lewat belum ada yang mengurus "jenazah"nya.

Tak perlu kusalahkan pelaku tabrak lari, tak perlu dan tak mungkin juga kusalahkan korban yang sudah tak bernyawa. Saya juga tak perlu lapor dulu ke Koordinator Keamanan Komplek. Kesempatan pertama saya urus dulu "jenazah" korban tabrak lari tersebut, meskipun TKP tidak di depan rumah saya.

Saya teringat dengan salah satu tulisan saya di Kompasiana, yang berjudul: Filosofi Penyerbukan, Masalah Sampah, Dan Komposter.

"Angin menerbangkan serbuk sari dan akan ada yang menempel di kepala putik tanaman jagung, baik di satu tanaman atau ke tanaman jagung lain. Bila  jagung tetanggaku tak berkualitas, maka jagungku pun sangat mungkin akan tak berkualitas."

"Itulah petikan jawaban seorang petani jagung yang berhasil dengan jagung varietas unggulnya ketika diajukan pertanyaan, mengapa justru membagikan bibit jagung unggulnya ke para tetangga yang juga petani jagung, apakah tak  takut akan tersaingi ?"

"Pelajaran yang sangat bernilai dari seorang petani bijak yang mampu menangkap "pesan alam", mengelola "ego" nya dan mengemasnya menjadi kompetisi dalam keharmonisan.  Pelajaran yang sangat relevan dengan sisi kehidupan sosial manusia."

"... Relawan Peduli Komposter memang harus lebih proaktif, lebih intensif mengajak tetangga yang belum menggunakan Komposter, bila perlu lakukan "ekstra" layanan agar para tetangga MAU  MULAI dan SELALU  SIAP memandu mereka dalam menggunakan Komposter. In syaa Allah, yang sebelumnya masalah bisa menjadi berkah. Berkah bagi keluarga, tetangga dan lingkungan." 

Tulisan saya tentang Filosofi Penyerbukan selengkapnya bisa dibaca Di Sini

Pagi itu saya urus tikus got yang mati sejak malam akibat terlindas kendaraan. Meskipun tidak di depan rumah saya dan tidak terkait dengan sampah rumah-tangga saya, karena sampah rumah-tangga saya sudah dipilah. 

Keluarga saya  juga sudah lebih dari tiga tahun menggunakan Tong Komposter untuk menampung dan mengolah sampah organik (sampah dapur). Dengan Tong Komposter sampah dapur tidak menebar bau busuk serta tidak mengundang lalat, tikus dan kucing liar.
Setiap kejadian bisa diambil hikmahnya. Tikus malang yang menjadi korban tabrak lari di dekat rumah saya, semakin menguatkan saya untuk tidak kendor (semangati diri), dan meneruskan  saling berbagi  pengalaman, kejar manfaat hindarkan mudharat.

Salam Semangat, Salam Peduli Sampah, Salam Peduli Komposter, Salam Hijau

Tak lupa, Salam Kompasiana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun