Mohon tunggu...
Yogi Wibowo
Yogi Wibowo Mohon Tunggu... Swasta -

just a simple person

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mewujudkan Mimpi Mengunjungi Pamukkale

10 September 2013   20:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:05 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita berawal di tahun 2004. Waktu itu, aku masih kuliah semester 4 di UGM Jogja. Naiknya BOP (Biaya Operasional Pendidikan) yang terjadi di kampus saat itu, membuat gelombang demonstrasi dari para mahasiswa kian ramai. Sungguh banyak mahasiswa yang kecewa dengan kenaikan ini.

Untuk meredam aksi demo ini, pihak kampus menyelenggarakan beberapa program sebagai kompensasi atas kenaikan biaya kuliah ini. Salah satunya adalah, program kuliah bahasa gratis selama 4 semester.

Ada 4 program bahasa yang ditawarkan yaitu Bahasa Spanyol, Italia, Turki dan Korea. Nilai yang kita peroleh dari program kuliah ini dapat kita transfer ke dalam transkrip nilai kuliah mayor yang kita ambil di fakultas masing-masing. Aku mengambil kuliah Bahasa Turki yang bagiku menarik dan membuat penasaran.

Sekali dalam seminggu aku mengikuti kuliah Bahasa Turki di Fakultas Ilmu Budaya. Sedangkan, aku sendiri berasal dari Fakultas Psikologi. Dari kuliah ini, aku mulai mengenal Bahasa Turki yang ternyata sangat berbeda dari Bahasa Arab, tidak seperti yang kuduga sebelumnya. Aku juga berkenalan dengan berbagai hal yang berhubungan dengan Turki mulai dari budaya, musik, aneka kuliner dan tempat-tempat wisata yang ada di sana.

Hal terakhir adalah yang paling menarik bagiku. Didorong rasa penasaran, aku sering menghabiskan waktu berselancar di internet untuk melihat-lihat tempat wisata di Turki. Dan, salah satu yang paling membuatku kagum adalah tempat bernama Pamukkale atau “Cotton Castle”. Suatu tempat berupa kolam yang kebanyakan berwarna putih seperti kapas dengan bentuk bertingkat-tingkat dan airnya yang berwarna biru.

Dekat dengan Pamukkale ini ada reruntuhan peninggalan Zaman Romawi yang bernama Hierapolis. Keduanya ingin membuatku pergi ke sana. Pamukkale selain indah juga unik. Sedangkan, Hierapolis adalah tempat bersejarah yang bisa membawa kita serasa berada di zaman Romawi ribuan tahun silam.

Karena saking kagum dan ingin mengunjungi tempat tersebut, aku pun lalu mencetak gambar yang kudapat dari internet dan menempelkannya di kamar kost. Setiap malam sebelumtidur, aku melihat gambar tersebut, berharap suatu saat dapat mengunjungi Pamukkale.

[caption id="attachment_287177" align="aligncenter" width="450" caption="Foto dari Internet yang dicetak untuk ditempel di kamar kost"][/caption]

7 Tahun Kemudian. Mei 2011

Hari mulai beranjak sore, kami pun sudah sepakat dengan rute perjalanan kami. Peta perjalanan sudah dipahami dan tiket bis sudah kami kantongi. Sekarang kami sedang sibuk mengemas keperluan baju pribadi kami masing-masing.

Ya, akhirnya aku berada di Turki, sebagai penerima beasiswa dari Pemerintah Turki bersama puluhan orang Indonesia lainnya. Sudah hampir 6 bulan aku tinggal di Turki, dan sudah beberapa tempat di Turki aku kunjungi. Namun, baru kali ini mendapatkan waktu untuk mengunjungi Pamukkale yang ada di Kota Denizli.

Kali ini, aku akan berangkat besama dengan ketiga temanku yang kesemuanya adalah orang Indonesia. Dua orang, sama denganku adalah penerima beasiswa S-2 dan seorang lainnya penerima beasiswa S-1. Kami tinggal di Izmir, sebuah kota yang berada di bagian Barat Turki, untuk mengikuti program persiapan Bahasa Turki di sebuah lembaga kursus bahasa khusus untuk orang-orang asing. Program ini harus dijalani selama 1 tahun sebelum memulai perkuliahan inti di fakultas dan universitas yang menjadi pilihan kami masing-masing.

Semua barang sudah terkemas dengan baik. Dan terakhir adalah saatnya untuk mempersiapkan bekal makanan. Sesuai kesepakatan, kami akan melakukan perjalanan ala Backpacker dengan budget yang terbatas. Kami memang menerima uang beasiswa dari Pemerintah Turki setiap bulan, namun beasiswa tersebut tidaklah begitu besar. Oleh karenanya kami mencari cara agar perjalanan kami ini irit biaya. Oleh karena itu, untuk bekal makanan, kami sepakat membeli sekitar 20 bungkus mie instan dengan merk yang paling ternama di Indonesia yang kebetulan dijual di supermarket multinasional besar yang kebetulan ada di kota Izmir.

Mie instan yang dijual di sini ternyata hasil produksi Syiria, namun masih dibawah lisensi Indonesia. Rasa bumbunya sedikit berbeda dengan yang ada di tanah air. Dan hanya dijual varian kuah tidak ada varian mie goreng yang cukup menjadi favorit banyak orang. Harganya sekitar 75 sen Turki atau sekitar Rp. 4500,- per bungkus. Lebih mahal dibandingkan di Indonesia yang berkisar Rp.1500,- sampai Rp.2000,- per bungkusnya. Setelah berbelanja mie instan, kami pun mulai beristirahat karena hari telah malam.

Keesokan harinya, setelah Solat Subuh kami bergegas memasak. Mie instan kami buat semacam martabak mie yang digoreng agar lebih praktis dan mudah dibagi-bagi. Sedangkan, beberapa bungkus lainnya kami sisakan untuk tidak dimasak. Tak lupa persediaan air dan beberapa potong roti kami siapkan sebagai bekal.

Ups, sudah jam 08.30. Sementara kami harus sudah sampai di agen bis jam 09.00. Memasak memang mengasyikkan sampai-sampai kami lupa waktu. Kami pun langsung bergegas ke luar rumah kontrakan kawan kami.

“Waduh, kita belum tau, untuk pergi ke agen bisnya naik trayek apa!!” ujar salah seorang temanku. Ya, kami hanya memesan tiket secara online, namun kami lupa menanyakan dari kontrakan kawan kami ke tempat agen bis menggunakan apa. Kami mencoba mengontak agen bis namun saluran telepon yang ada sibuk terus. Sementara, waktu terus berjalan kami pun semakin tegang. Tidak seperti di Indonesia, agen bis di Turki sangat tepat waktu. Untuk penumpang yang terlambat akan ditinggal. Gawat pikirku, bisa gagal petualangannya.

Kami pun mulai bertanya ke beberapa orang yang lalu lalang. Belajar Bahasa Turki selama 6 bulan cukup membuat kami berani bertanya kepada orang-orang di jalan. Akhirnya seorang memberitahu bahwa kami harus menaiki dolmuş, semacam angkot yang ada di Turki.

Jam sudah pukul 08.45, kami semakin cemas. Karena dolmuş yang kami tumpangi saat itu kosong, kami beranikan diri meminta agar supir langsung mengantarkan kami ke agen bis tanpa melewati trayek lain yang biasanya dilalui dolmuş tersebut. Kami menawarkan bayaran 2 kali lipat dari ongkos biasanya. Sang supir pun setuju, dan akhirnya kami pun selamat. Sejumlah 3 lira atau sekitar 18 ribu rupiah per orang kami bayarkan kepada sang supir.

Kami lantas menaiki bis yang sudah ditentukan. Memang, tujuan utama kami adalah Pamukkale dan Hierapolis di Denizli. Tapi, kami akan  pergi ke Kota Muğla terlebih dulu untuk mengunjungi pantai Bodrum yang sayang jika dilewatkan. Setelah itu, barulah melanjutkan perjalanan ke Denizli dan bermalam di sana. Baru keesokan paginya dilanjutkan mengunjungi Pamukkale serta mampir ke Hierapolis dan kemudian kembali ke İzmir.

[caption id="attachment_287178" align="aligncenter" width="540" caption="Peta Rencana Perjalanan "]

1378819384144025341
1378819384144025341
[/caption]

Perjalanan antara Izmir - Muğla memakan waktu selama 4 jam. Bis yang kami tumpangi sangatlah nyaman. Terdapat TV di masing-masing kursi dan setiap penumpang diberi fasilitas makan snack dan minum. Sekitar jam 2 siang, akhirnya kami tiba di Muğla dan langsung menuju pantai Bodrum dengan kembali menggunakan Dolmuş.

[caption id="attachment_287179" align="aligncenter" width="504" caption="Pemandangan Salah Satu Sudut Bodrum dari Atas Bis"]

13788195232108726451
13788195232108726451
[/caption]

Bodrum merupakan salah satu pantai yang ada di wilayah Laut Mediterania, bagian Barat Daya Turki. Selain pantai yang cantik, di sini juga kita disuguhi pemandangan deretan kapal-kapal Khas Turki yang bertiang tinggi. Nuansa Eropa cukup kental di wilayah ini. Cukup banyak orang dari wilayah Eropa lain seperti Perancis, Belanda, Spanyol, Italia Yunani dan lain-lain. Mereka mengunjungi tempat ini sebagai turis. Sebagian lainnya bahkan telah menetap menjadi warga tempat ini untuk waktu yang cukup lama.

[caption id="attachment_287180" align="aligncenter" width="504" caption="Suasana Bodrum 1"]

1378819678864372156
1378819678864372156
[/caption] [caption id="attachment_287181" align="aligncenter" width="504" caption="Suasana Bodrum 2"]
13788197431434805001
13788197431434805001
[/caption]

Diantara turis-turis yang ada, sepertinya hanya kami saja yang memiliki perawakan lebih kecil dan warna kulit lebih gelap dari yang lainnya. Sangat terlihat sekali perbedaannya. Dengan ciri fisik yang kami miliki ini, sampai-sampai sekelompok turis Perancis yang berpapasan menyapa kami “Hai, You are must be from Indonesia. I visited Indonesia 2 years ago”. Kami pun berkenalan, berbincang sejenak dan berfoto bersama sebagai kenang-kenangan. Setelah itu kami lanjutkan melihat-lihat beberapa sudut tempat yang ada di Bodrum.

[caption id="attachment_287182" align="aligncenter" width="504" caption="Berfoto dengan Turis Perancis"]

13788198821346682782
13788198821346682782
[/caption]

Hari cukup panas, kami pun mengeluarkan air minum yang kami bekal dan membeli es krim. Kami pilih merk yang saat itu kebetulan sedang ada program 2 Alana 1 Bedava alias beli 2 gratis 1. Memang agak sulit menghilangkan kebiasan kami yang suka mencari gratisan selama di Indonesia.

Kami beristirahat di pinggiran pantai sambil mengeluarkan martabak mie masing-masing, tak lupa juga saos favorit kami yang memang sengaja kami bawa dari Indonesia. Untuk mengirit kami putuskan untuk membeli makanan besar pada malam nanti. Sambil beristirahat, kami menikmati desir ombak dan aroma pantai Bodrum yang mungkin tak akan kami kunjungi lagi.

[caption id="attachment_287184" align="aligncenter" width="504" caption="Istirahat Sejenak di Pinggir Pantai"]

1378819976467079926
1378819976467079926
[/caption] [caption id="attachment_287185" align="aligncenter" width="504" caption="Istirahat Sejenak di Pinggir Pantai"]
1378820031800625201
1378820031800625201
[/caption]

Setelah cukup beristirahat, perhatian kami tertuju untuk mengunjungi sebuah benteng yang ada di pinggir pantai. Orang-orang setempat menyebutnya “Bodrum Kalesi” atau Benteng Bodrum. Ini merupakan Benteng pertahanan yang dibangun pertama kali pada tahun 1402 oleh para Ksatria Hospitaller untuk membendung serangan dari tentara Turki Seljuk. Namun seiring berjalannya waktu, kastil ini berhasil ditaklukkan oleh Kesultanan Usmani (Ottoman Empire) dan menjadi salah satu tempat pertahanan tentara mereka.

[caption id="attachment_287186" align="aligncenter" width="504" caption="Benteng Bodrum "]

1378820135347147555
1378820135347147555
[/caption]

Dari atas Benteng ini kita dapat melihat pemandangan cukup indah yaitu lautan biru dipadu dengan perbukitan dengan pohon-pohon zaitun dan bangunan-bangunan rumah berwarna putih khas Mediterania. Deretan kapal khas Turki pun terlihat lebih menarik dengan tiang-tiang panjangnya.

[caption id="attachment_287187" align="aligncenter" width="504" caption="Pemandangan dari atas Benteng Bodrum "]

1378820209547261037
1378820209547261037
[/caption] [caption id="attachment_287188" align="aligncenter" width="504" caption="Pemandangan Dari Atas Benteng Bodrum"]
13788202731637817125
13788202731637817125
[/caption]

Hari mulai gelap, perut pun sudah sangat lapar. Kami lalu membeli makan Tavuk Pilav (Nasi dan Ayam) seharga 9 Lira (54 ribu rupiah) di salah satu sudut pantai Bodrum. Setelah itu, sesuai rencana kami pun bergegas untuk menuju Terminal Kota Muğla untuk naik bis ke Denizli dan bermalam di sana. Bermalam di Denizli dımaksudkan agar keesokan paginya kami dapat langsung pergi Pamukkale lebih pagi dan mempunyai banyak waktu untuk menikmati Pamukkale dan Hierapolis yang ada di dekatnya.

Setelah membeli tiket, kami lalu naik bis yang ditentukan. Karena lelah, aku menyandarkan badan dan memejamkan mata bersiap untuk tidur sambil menunggu bis berjalan. Namun tiba-tiba aku kaget. Saat bis akan berangkat, seorang temanku masih belum tampak di dalam bis. Sebelumnya dia bilang akan ke toilet dulu, namun entah kenapa belum muncul juga. Aku bilang kepada sang supir untuk menunggu sebentar. Tapi sudah 10 menit berlalu temanku masih belum datang juga. Sang supir dan salah seorang penumpang lainnya pun komplain terhadap kami. Maklum ketepatan waktu adalah hal yang harus dipatuhi terutama untuk bis yang melakukan perjalanan antar kota. Dan, akhirnya temanku datang menghampiri bis. Akan tetapi bukan dengan wajah berdosa, melainkan dengan cengengesan. Membuatku jadi gemes.

Pukul 9 malam, bis pun mulai melaju menuju Kota Denizli. Perjalanan memakan waktu selama 3 jam. Karena lelah kami pun tertidur dengan pulasnya.

Tepat pukul 12 malam kami tiba di Terminal Denizli. Sang supir membangunkan kami yang masih terlelap. Dengan sempoyongan karena masih mengantuk, kami pun keluar dari bis menuju lobi terminal. Awalnya kami melanjutkan tidur di bangku-bangku yang ada di lobi. Namun, karena udara cukup dingin aku memberanikan diri untuk bertanya letak Masjid tempat solat kepada seorang petugas kebersihan yang masih berjaga.

Kami langsung menuju ke Masjid yang ditunjukkan. Setelah melakukan Solat sejenak, kami pun langsung melanjutkan tidur kembali. Sebenarnya tidak diperkenankan untuk tidur, namun karena rasa kantuk berat kami pun tidur melanjutkan tidur tanpa perasaan bersalah.

Adzan Subuh berkumandang. Masjid mulai didatangi oleh orang-orang yang ada di terminal untuk Solat Shubuh. Aku terbangun oleh lalu lalang orang, sementara teman-temanku masih terlelap tidur. Orang-orang yang datang tampak keheranan melihat kami yang tidur di Masjid. Mungkin mereka pikir kami ini sekelompok pengungsi yang tersesat atau kehabisan bekal. Karena perasaan tidak enak, segera kubangunkan semua teman-temanku untuk Solat Shubuh.

Setelah menyempatkan diri untuk mandi di terminal, kami bergegas menuju lobi terminal menunggu dolmuş yang akan pergi ke Pamukkale. Sambil menunggu kami sarapan dengan roti yang kami bawa berhubung martabak mıe yang kami bekal sudah habis. Tidak sampai 15 menit menunggu, dolmuş pun tiba. Sekitar pukul 7.15 kami pun berangkat menuju Pamukkale.

Denizli adalah kota kecil di Turki yang rapi, bersih, dan cukup sejuk. Di salah satu sudut kota bisa dilihat aktivitas jual beli yang dilakukan oleh orang-orang. Mungkin mirip dengan pasar pagi di Indonesia.

Kurang lebih setengah jam kami pun tiba di tempat tujuan. Namun, rencana kami berubah untuk mengunjungi Hierapolis terlebih dulu sebelum Pamukkale karena dolmuş yang kami tumpangi berhenti lebih dekat dengan Hierapolis.

Ini merupakan situs berupa kota kuno peninggalan zaman Romawi. Arti dari Hierapolis adalah kota yang suci. Kota ini merupakan bagian dari Propinsi Romawi yang ada di wilayah Asia dan pernah menjadi pusat pengajaran Agama Kristen. Selain itu, dahulu kota ini juga merupakan pusat pengobatan menggunakan sumber air panas alam.

Kami mulai menyusuri jalan berbatu yang di kanan kirinya terdapat puing-puing kuno seperti makam, monumen, tiang-tiang bangunan, pintu gerbang dan lain-lain. Di ujung rute jalan terdapat sebuah situs utama yaitu sebuah teater besar yang terlihat masih kokoh. Dari puncak teater ini, kita bisa melihat pemandangan di sekeliling Hierapolis. Meskipun ini sebuah teater yang dipakai untuk pertunjukkan seni, bentuknya mengingatkanku pada tempat perkelahian para gladiator di masa lampau. Sangat terasa sekali aura perkelahian itu seperti yang digambarkan pada banyak film.

[caption id="attachment_287189" align="aligncenter" width="504" caption="Puing-Puing Kuno di Hierapolis"]

1378820401259863109
1378820401259863109
[/caption] [caption id="attachment_287190" align="aligncenter" width="504" caption="Teater Kuno Hierapolis"]
13788204751446812540
13788204751446812540
[/caption]

Setelah puas mengambil foto, kami pun mulai turun dari puncak teater dan mulai menuju ke tempat utama yaitu Pamukkale. Jarak kedua tempat ini cukup berdekatan kurang lebih 1 kilometer saja. Karena tidak sabar, aku mengajak teman-temanku untuk berjalan agak cepat menuju Pamukkale. Akhirnya, dari kejauhan tampaklah tempat berwarna putih yang tersusun bertingkat-tingkat. Namun, aku heran mengapa bentuknya berbeda dengan yang pernah kulihat di internet. Yang kulihat kali ini tidak ada air berwarna birunya. Karena penasaran aku berlari mendekat dan menginjak tingkatan-tingkatan berwarna putih itu. Tiba-tiba, aku dikagetkan dengan bunyi peluit dari seorang polisi yang berjaga di situ. Dia melambai-lambaikan tangan menyuruh aku dan teman-temanku untuk meninggalkan tempat tersebut. “Arkadaşlar Lütfen buraya girmek yaşaktır” kata polisi tersebut pada kami yang artinya melarang kami untuk memasuki wilayah tersebut. Astaga, ternyata kami tidak membaca papan pengumuman. Pamukkale adalah salah satu yang telah dijadikan UNESCO sebagai situs warisan dunia. Oleh karena itu, ada beberapa bagian dari Pamukkale yang tidak boleh dimasuki oleh turis untuk menjaga agar tidak rusak.

Polisi itu pun lalu menunjukkan kepada kami mana yang boleh dikunjungi. Kami pun berjalan ke arah yang ditunjukkan. Kurang lebih 500 meter kami berjalan, kami dibuat takjub dengan pemandangan Pamukkale yang sebenarnya, yang fotonya sama dengan yang ada di internet. Kami mulai masuk ke kolam utama yang airnya berwarna biru dan hangat. Perasaanku senang bercampur haru. Ternyata mimpiku bisa terwujud untuk mengunjungi tempat ini. Beberapa kali aku mencium air dan dinding-dinding kapas melampiaskan rasa penasaranku terhadap Pamukkale. Ini adalah tempat wisata yang dulu hanya kulihat di kamar kost berupa sebuah gambar saja, namun kini menjadi nyata. Suatu tempat yang sejak Zaman Romawi dulu menjadi tempat pemandian para bangsawan istana. Tentu saja aku tak lupa mengambil foto sebanyak mungkin dari berbagai posisi untuk kenang-kenangan.

[caption id="attachment_287192" align="aligncenter" width="504" caption="Pamukkale dari Kejauhan"]

1378820564134593803
1378820564134593803
[/caption] [caption id="attachment_287195" align="aligncenter" width="504" caption="Turis di Pamukkale"]
1378821257345282605
1378821257345282605
[/caption]

[caption id="attachment_287193" align="aligncenter" width="504" caption="Bermain-main di Pamukkale"]

13788206591703817495
13788206591703817495
[/caption] [caption id="attachment_287194" align="aligncenter" width="504" caption="Bermain-main di Pamukkale"]
1378820739751638203
1378820739751638203
[/caption]

Hari mulai sore, kami pun bersiap pulang kembali ke Izmir. Dengan rasa sedih bercampur gembira aku meninggalkan tempat ini, berharap suatu hari dapat berkunjung kembali. Kami kembali menuju terminal Denizli untuk naik bis ke Izmir. Sambil menunggu bis, tak lupa kami mengeluarkan beberapa bungkus mie instan yang masih tersisa untuk mengisi perut yang lapar. Tidak ada air pasan untuk memasaknya. Kami langsung memakannya tanpa dimasak seperti zaman sekolah SD dulu.

Sekitar pukul 14.00 kami pun menuju Izmir. Di dalam bis aku merenung, merasa puas bahwa aku berhasil mewujudkan mimpiku mengunjungi Pamukkale. Aku bukanlah anak keluarga kaya yang dapat pergi ke suatu tempat dengan merogoh uang begitu mudahnya, disertai berbagai fasilitas mewah. Tapi energi mimpi membuatku bisa menuju Pamukkale meski dengan cara yang irit dan penuh perjuangan. Ini menjadi salah satu pengalaman perjalanan yang bagiku cukup berkesan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun