Mohon tunggu...
Yoga Utami
Yoga Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

menyemai ilmu di ladang kita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Mataku Sempat Hanya Satu

17 April 2018   07:10 Diperbarui: 18 April 2018   09:08 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perlahan aku masuki rumah sakit itu. Kali pertama. Aku cari bagian informasi. Ada sukarelawanan bersiap membantu pasien yang butuh informasi. Aku ditunjukkan arah ke ruang periksa spesialis mata. Duh antriannya. Kebanyakan para lansia, dengan perban di bagian mata. 

Setelah sampai di depan sang resepsionis, ada saran lain kudapat. Para pasien kebanyakan adalah warga setempat. Sementara statusku pelajar internasional. Waktu tunggu tidak bisa dipastikan. Pasti nanti kecapaian, ujar sang petugas. Aku diminta ke spesialis swasta dengan fasilitas asuransi kesehatan yang kupunya. 

Pusing bertambah. Aku kembali ke loket sukarelawan tadi. Aku sempat telpon ke klinik kampus, minta penjelasan apa yang harus kulakukan. Saran yang sama, klinik swasta. Aku minta tolong informasi klinik mata yang terdekat dengan alamatku kepada relawan. Aku tuliskan alamatku dan meminta tolong alamat dan nomor kontak klinik terdekat. Sigap sang relawan membantu. Aku diberi sejumlah opsi dan diterangkan lokasi yang mungkin terdekat. 

Dan kuhubungi nomer satu per satu. Akhirnya ada klinik yang paling mungkin kudatangi hari itu juga.

Tur pun dimulai. Aku kembali tapi ke kampus. Bereskan meja sebentar. Lalu kembali pesan taksi.

Aku datangi spesialis mata. Antrian tidak seperti di RS tadi. Dan sang dokter mata ternyata sempat berpetualang ke Sumatera, jalan darat! 

Proses periksa mata kembali. Pusing lagi. Sama-sama. Dokter terlihat penasaran. Apalagi besok hari libur Paskah. Dokter bilang biasanya bagian scan buka tapi sudah tutup gasik karena besok hari libur. Aku disarankan pergi ke RS swasta untuk scan. Jaraknya tidak terlalu jauh kata dokter. Usai CT scan dokter minta aku kembali sambil membawa hasil. 

Aku telpon taksi lagi. Dan kali ini supir taksi pernah ke Jakarta. Dan dia kagum Gus Dur!!! Sama. Apalagi kondisiku ngepasin seperti ini.

Usai CT scan, kembali aku praktik dokter mata. Sudah hampir senja. Dokter berusaha tersenyum. Hasil scan sepertinya normal. Lalu, "Apa yang terjadi sih Dok? Bisa tidak saya diajari sebentar tentang membaca hasil scan itu?"

Dokter tersenyum, harus kuliah dulu, jawabannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun