Mohon tunggu...
Yoga Utami
Yoga Utami Mohon Tunggu... Lainnya - Ibu Rumah Tangga

menyemai ilmu di ladang kita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Mataku Sempat Hanya Satu

17 April 2018   07:10 Diperbarui: 18 April 2018   09:08 637
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kejadian ini terlintas kembali, meski sudah terlewat 5 tahun silam, tahun 2013. 

Waktu itu, perlahan rasa pusing seolah mengacak-acak isi kepala. Tidak pernah terjadi atau dirasakan seperti ini sebelumnya. Berat, sakit, entah apa lagi. Hingga tiba waktunya bertanya pada diri sendiri, apa gerangan yang terjadi. Refleksi terjadi. Dalam makna yang sebenarnya juga. Aku bertanya pada cermin. Tidak ada jawaban pasti. Rasa pusing memutar-mutar rekaan jawabanku. Hingga datang saatnya, kututup mataku. Keduanya. Dan satu demi satu. Dan jawaban sementara menghenyakkan. Mataku satu hanya melihat bayangan gelap, hitam. 

Dokter, satu kata kunci untuk membuka pertanyaan lanjutan, apa yang terjadi dengan mataku. 

Aku baru setahun berstatus mahasiswa di negeri orang kala itu. Cuma klinik kampus yang kutahu ke mana harus kutuju. Sayang memang kampus lokasi fakultasku hanya sediakan hari-hari tertentu untuk bertemu dokter praktik. Aku minta saran dari sang petugas klinik, ke kampus pusat di kota. 

Aku hubungi nomer telepon mendaftarkan diri. Aku datangi klinik kampus kota, sendiri. Antri. Masih ingat sekilas saat mencari tempat klinik. Ayunan kakiku melambat, mencari selamat. Dan akhirnya duduk manis menanti panggilan. Aku masih bisa yakin senyumku manis terpancar, meski kabur pandanganku. Sakit kepalaku. 

Dan akhirnya salah seorang dokter praktik memanggil namaku. 

Pertanyaan demi pertanyaan terlewati. Dan aku masih berkutat dengan pertanyaanku, apa yang terjadi dengan mataku. Pertanyaan yang sama yang dimiliki sang dokter yang masih terlihat sebaya denganku. 

Berulang dia memeriksa. Satu demi satu peralatan medisnya terpakai. Stetoskop, pengukur denyut dan detak jantung, senter kecil, lensa segala ukuran, lampu ruangan yang sengaja dipadamkan dan dinyalakan, bilik jendela yang kadang sengaja dibuka dan ditutup demi meyakinkan apa yang dilihatnya. Dan aku juga cuma bisa lihat rambutnya yang awalnya tersisir rapi mulai terlihat acak-acakan. Belum ada jawaban pasti. Aku juga kuatir apakah bahasa Inggrisku yang kurang jelas terungkapkan. Maaf ya, Dokter. Tapi sang dokter bilang bukan itu persoalannya. 

Sang dokter memintaku kembali dulu ke ruang tunggu sementara dia mencoba berdiskusi dengan koleganya. Dan aku kembali duduk, kupilih kursi pas di depan pintu sang dokter. Pasien demi pasiennya masuk dan keluar selesai berkonsultasi. Sempat ada rasa tak sabar dan heran mengapa lama menunggu. Kucoba melempar senyum saat sang dokter tampak keluar dari pintu. Sempat dia membalas senyum dan berkata, tunggu sebentar. 

Dan tibalah saatnya dia memintaku kembali masuk ke ruangannya. Aku diberi rujukan temui dokter spesialis mata. Aku ditanya di mana alamatku dan bagaimana aku biasa bepergian. Aku berikan alamatku dan dia pilihkan tempat praktik dokter spesialis mata terdekat dengan alamatku. Rumah Sakit Greenlane. Salah satu RS umum di kota Auckland. Dia berikan denahnya. Dan spontan aku bilang, nanti aku cari rute bis terdekat dari tempat kosku. Dokter seolah membelalakkan matanya, mendengar tanggapanku. "Kamu sakit, jangan naik bis. Kontak taksi dan bilang kamu sakit dan kamu mahasiswa."

Dan akhirnya aku turuti saran sang dokter. Aku telpon taksi. Alhamdulillahirobbalamin supir taksi mengerti kondisiku. Dia pilih tempat berhenti yang memudahkanku keluar dan sabar menunggu aku keluarkan kartu tabungan untuk bayar taksi. Tinggal gesek. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun